OPINI --- Menganalisa sejarah dan fakta yang ada, dari tahun 1945 hingga sekarang, bangsa ini yang katanya merdeka namun realitasnya masih terjajah, bangsa ini tetap menjadi budak di tanahnya sendiri, menjadi boneka dari kekuasaan modal dan sistem sosial dan politik pemerintahan yang tidak adil.
Sistem modern yang tidak memerdekaan bangsanya, sistem ekonomi politik yang menghamba pada kekuasaan modal global dari imperialis modern yang melestarikan sistem oligarki kekuasaan yang menguntungkan segelintir orang.
Merdeka yang sejati ialah mereka 100%, dimana terbangunnya sistem sosial, ekonomi dan politik yang memastikan keadilan bersama dalam kehidupan bersama baik di komunitas dan sistem masyarakat dalam organisasi negara dicapai.
Merdeka ketika setiap individu tidak berpikir dan bertindak untuk dirinya sendiri, tapi mau berbagi dan berkontribusi untuk orang lain, komunitas dan masyarakat luas tanpa paksaan dan tekanan siapapun, sehingga terbangun sistem dan tatanan kehidupan bersama yang adil dan makmur dalam berbagai skala kehidupan.
Namun, Kemerdekaan 100% yang impikan oleh rakyat Indonesia saat ini hanya sampai didepan pintu gerbang nusantara. Sama halnya yang dirasakan oleh kaum petani saat ini, terkhusus di kabupaten Sinjai, provinsi Sulawesi Selatan.
Disisi lain, jumlah petani yang kian hari menyusut drastis, lalu pengurangan itu pun sejalan dengan berkurangnya lahan, karena lahan pertanian dirampas oleh mereka para kaum rakus yang mengatasnamakan dirinya pelindung, dari kestabilan ekonomi rakyat.
Kaum rakus ini akrabnya disebut petani berdasi yang tak pernah kenal lumpur, cangkul dan kerbau sejarah menamainya feodalisme, namun kini petani inilah yang kini menjadi penguasa lahan, mereka juga menguasai tenaga orang lain untuk dijadikan buruh lahan milik mereka yang dirampasnya.
Sadar tidak, kalau petani berdasi inilah yang kemudian akan mencuri tanah-tanah orang kecil secara terus-menerus tanpa kenal bahasa kasihan. Sadar tidak, kini artinya masalah petani bukan cuma sekedar kemarau, modal dan hama, namun juga ada petani berdasi yang hidup karena ditopang oleh rakyat kecil.
Apakah kalian masih sadar, kalau hari esok petani-petani ini akan jadi buruh dilahan mereka sendiri, jadi budak tuan feodal. Karena itu, abaikanlah debat soal pilkada, pilcaleg, pilgub dan pil-pil lainnya, serta segala macam yang tak berguna, sebab kelak hanya dapat membuat kesengsaraan besar bagi petani.
Lupakanlah dan berusahalah merdeka diatas kaki kalian sendiri para buruh dan tani, sebab pemimpin-pemimpin besar hari ini dengan mulut busuknya yang hanya pandai menebar wacana pembodohan, dan menanam kebusukan, itulah iblis musuh para manusia yang sadar akan kehidupan, yang senantiasa mengimingi dunia yang berwujud taman-taman surga
Abaikan pulalah soal sekelompok mahasiswa yang isi kepalanya hanya berisi krikil-krikil dangkal, ricuh tak bernuangsa perjuangan.
Mari ngopi ke petani, sadarkan mereka kalau tanah-tanah itu akan dirampas para kaum bejat berdasi, dan sadarkan juga kalau persatuan adalah awal tumbuhnya benih-benih subur kemerdekaan.
Author: Syukri
Sistem modern yang tidak memerdekaan bangsanya, sistem ekonomi politik yang menghamba pada kekuasaan modal global dari imperialis modern yang melestarikan sistem oligarki kekuasaan yang menguntungkan segelintir orang.
Merdeka yang sejati ialah mereka 100%, dimana terbangunnya sistem sosial, ekonomi dan politik yang memastikan keadilan bersama dalam kehidupan bersama baik di komunitas dan sistem masyarakat dalam organisasi negara dicapai.
Merdeka ketika setiap individu tidak berpikir dan bertindak untuk dirinya sendiri, tapi mau berbagi dan berkontribusi untuk orang lain, komunitas dan masyarakat luas tanpa paksaan dan tekanan siapapun, sehingga terbangun sistem dan tatanan kehidupan bersama yang adil dan makmur dalam berbagai skala kehidupan.
Namun, Kemerdekaan 100% yang impikan oleh rakyat Indonesia saat ini hanya sampai didepan pintu gerbang nusantara. Sama halnya yang dirasakan oleh kaum petani saat ini, terkhusus di kabupaten Sinjai, provinsi Sulawesi Selatan.
Disisi lain, jumlah petani yang kian hari menyusut drastis, lalu pengurangan itu pun sejalan dengan berkurangnya lahan, karena lahan pertanian dirampas oleh mereka para kaum rakus yang mengatasnamakan dirinya pelindung, dari kestabilan ekonomi rakyat.
Kaum rakus ini akrabnya disebut petani berdasi yang tak pernah kenal lumpur, cangkul dan kerbau sejarah menamainya feodalisme, namun kini petani inilah yang kini menjadi penguasa lahan, mereka juga menguasai tenaga orang lain untuk dijadikan buruh lahan milik mereka yang dirampasnya.
Sadar tidak, kalau petani berdasi inilah yang kemudian akan mencuri tanah-tanah orang kecil secara terus-menerus tanpa kenal bahasa kasihan. Sadar tidak, kini artinya masalah petani bukan cuma sekedar kemarau, modal dan hama, namun juga ada petani berdasi yang hidup karena ditopang oleh rakyat kecil.
Apakah kalian masih sadar, kalau hari esok petani-petani ini akan jadi buruh dilahan mereka sendiri, jadi budak tuan feodal. Karena itu, abaikanlah debat soal pilkada, pilcaleg, pilgub dan pil-pil lainnya, serta segala macam yang tak berguna, sebab kelak hanya dapat membuat kesengsaraan besar bagi petani.
Lupakanlah dan berusahalah merdeka diatas kaki kalian sendiri para buruh dan tani, sebab pemimpin-pemimpin besar hari ini dengan mulut busuknya yang hanya pandai menebar wacana pembodohan, dan menanam kebusukan, itulah iblis musuh para manusia yang sadar akan kehidupan, yang senantiasa mengimingi dunia yang berwujud taman-taman surga
Abaikan pulalah soal sekelompok mahasiswa yang isi kepalanya hanya berisi krikil-krikil dangkal, ricuh tak bernuangsa perjuangan.
Mari ngopi ke petani, sadarkan mereka kalau tanah-tanah itu akan dirampas para kaum bejat berdasi, dan sadarkan juga kalau persatuan adalah awal tumbuhnya benih-benih subur kemerdekaan.
Author: Syukri