Lorong Kata --- Jelang ramadan 1440 Hijriah atau 2019 Masehi. Berbagai argumentasi di sosial media dan di forum-forum rewsmi, tiba-tiba nampak terlihat seolah hijrah menjadi lebih baik. Merupakan perubahan yang positif bila itu benar-benar terjadi secara berkelanjutan.
Tetapi saya tidak begitu yakin ramadan merubah perilaku manusia, dari kebiasaan curang, hingga korupsi, terlebih ambisi kerakusan untuk tetap mengeksploitasi alam, menindas dan mengelabui sesama.
Kekuasaan politik tidak betul-betul berubah hanya karena ramadan, mungkin bulan suci yang menjelang ini hanya spasi bagi kalimat aktif, atau jeda pada visual dan istirahat sejenak untuk mereka para penjahat kemanusiaan. Demikian juga dengan orang-orang yang jatuh cinta, dimana cinta tak kenal tanggal merah apalagi bulan suci. Sebab cinta adalah bagian dari suci itu sendiri.
Lalu bagaimana pecandu kopi? Tentunya nyaris semua hasrat terpaksa istirahat di bulan nan indah dan suci, yang penuh kedamaian serta ketenangan, semoga. Selain itu, saya hanya khawatir jangan sampai kata 'Maaf' jenuh dan bosan lantaran jadi pembuka kalimat, keseringan dipakai, mengamuk, meminta untuk mengundurkan diri dari peribahasa Indonesia, saya takutnya begitu.
Tetapi memaafkan memang lebih baik ketimbang selalu merasa benar, memaafkan juga melatih mental dan psikologi untuk hadir rendah hati. Walau disadari bahwa, tak ada kata yang tak bisa terucap oleh pemain kata-kata. Kemampuan retorika membuat semuanya nampak lebih benar.
Memasuki bulan ramadan, bukan hanya kau yang kesepian, kekasih. Kopi juga pasti merasa sangat sepi, sebab penikmatanya banyak menyibukkan diri untuk melupa. Sebagai alternatif melupa, memang kita harus mencari atau menciptakan kesibukan.
Lingkungan religius akan tiba, kita akan memilih banyak diam, tapi banyak memberi. Diam-diam memberi bunga misalnya. Atau diam-diam suka sama dia. Namun, untuk idustri karbon terbesar di negara-negara tetangga, apakah juga akan diam? Mesinnya yang bising, polusinya mencakar langit, limbahnya membunuh ikan yang lupa bangun sahur, dan kita semua mungkin memaafkan karena ini bulan suci.
Kerusakan-kerusakan besar di bumi, kecurangan elit dan sederet persoalan penguasa akan terbungkus isu religius yang akan diterima publik dengan damai. Demikianlah segala peristiwa terjadi begitu saja, bahkan untuk menyesal pun kita tak punya waktu.
Sebagai pembual, saya hanya bisa mengamati, menilai lalu menghasilkan bualan. Menurut hemat saya, solusi yang rasional tak lagi dibutuhkan, selain kerja nyata dan bualan untuk mengenyangkan telinga penguasa yang tuli sejak ia memiliki kewenangan tinggi dan kekuasaan lebih banyak.
Pesan saya juga khususnya pemuda republik Indonesia untuk terus berkarya dan bertindak nyata melawan segala bentuk kerusakan pada lingkungan dan tatanan masyarakat. Minimal melawan dalam hati, walau itu adalah perlawanan yang paling lemah.
Teruslah minum kopi bila malam hari, agar inspirasi muncul tanpa henti, pertahankan kekasih barumu yang kau dapatkan dari hasil mengelabui teman sendiri, sebab itu juga hasil perjuangan yang kadang memakan korban. Dimana korbannya adalah teman sendiri misalnya.
Semoga puasa kita semua lancar, silaturahmi terus berlanjut dan rindu biarkan saja tumbuh hingga berbuah di kepala. Biarkan buahnya dinikmati anak cucu, sebagai penghargaan rasa dari generasi ke-genewrasi selanjutnya. Semoga kita masih dapat keindahan di hari depan, dengan kereusakan lingkungan yang luar biasa saya yakin hijaunya hutan, indahnya sawah dan jingganya senja akan jadi dongeng yang tak bisa dipercayai generasi bahwa itu benar-benar pernah ada di bumi.
Jangan putus asa, jangan putus cinta, dan jangan melakukan segala hal yang kebanyakan putusnya. Bekerjalah terus-menerus demi hasil yang berkelanjutan.
By: Kopitani Merdeka