Namun berbanding terbalik saat kita menyaksikan kondisi ekonomi. Kekayaan yang begitu melimpah ternyata tak membuat semua rakyat bisa menikmati kehidupan yang sejahtera.
Kesejahteraan makin sulit diwujudkan dengan berbagai kebijakan penguasa yang alih-alih mensejahterakan justru mendorong rakyat makin dalam ke jurang kemiskinan. Bagaimana tidak, hampir semua pelayanan di negeri ini harus dibeli. Baik kebutuhan pokok maupun tersier. Parahnya lagi, pelayanan tak hanya harus dibeli namun juga mahal. Hingga banyak rakyat yang kesulitan menjangkaunya.
Salah satu kebutuhan rakyat adalah kesehatan. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Namun hari ini kesehatan bukan yang mudah untuk didapatkan. Kesehatan yang harusnya menjadi tanggung jawab negara kini berubah menjadi tanggung jawab rakyat itu sendiri. Pemerintah hanya regulator yang menyediakan layanan kesehatan dan rakyat membeli kesehatan sesuai kemampuan.
Apalagi sejak diterapkannya sistem Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS, negara benar-benar berlepas diri. Rakyat diharuskan membeli kesehatan dengan membayar premi setiap bulan, sekalipun mereka tidak membutuhkan. Dengan alasan gotong royong rakyat sadar Atau tidak sadar dipalak setiap bulannya.
Baru-baru ini pemerintah ketok palu menaikkan tarif BPJS. Mekanisme BPJS pelayanan kesehatan diberikan sesuai dengan kelas yang dipilih. Kenaikan iuran BPJS tidak tanggung-tanggung sebesar 100%. Ditengah beban ekonomi yang makin sulit pemerintahan yang baru saja dilantik mmeberi kado rakyat dengan kenaikan biaya kesehatan.
Dalam sistem kapitalisme hal ini wajar terjadi, karena dalam sistem ini negara bukan pelayan rakyat tapi regulator dan fasIlitator. Maka hari ini kita menyaksikan satu persatu subsidi Untuk rakyat miskin dihapuskan dengan alasan pemerataan ekonomi. Negara hanya menyediakan kebutuhan rakyat dengan menjualnya kepada rakyat. Baik melalui Perusahaan milik negara maupun berkerjasama dengan swasta aseng dan asing. Maka hubungan Negara dengan Rakyat lebih sekedar hubungan penjual dan pembeli bukan hubungan pelayan dan yang dilayani.
Akhirnya slogan " darirakyat ,oleh rakyat dan untuk rakyat", Hanyalah slogan kosong yang dihembuskan saat mengharapkan suara rakyat, namun setelah kekuasaan diraih slogan itupun hanya angin lalu.
Berbeda dengan Islam. Islam memandang bahwa negara adalah pelayan, sehingga pemimpin yang diberi amanah kekuasaan memiliki kewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyatnya. Semua yang menjadi kebutuhan dasar rakyat harus diwujudkan. Tidak hanya disediakan namun juga dijamin kualitasnya bahkan bila perlu diberikan secara cuma-cuma oleh Negara.
Begitupun urusan kesehatan. Dalam Islam, kesehatan juga dipandang sebagai kebutuhan pokok publik, Muslim maupun non-Muslim. Karena itu, Islam telah meletakkan dinding yang tebal antara kesehatan dan kapitalisasi serta eksploitasi kesehatan. Dalam Islam, negara (Khilafah) bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara. Rasulullah saw. bersabda,
“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Tugas ini tidak boleh dilalaikan negara sedikitpun karena akan mengakibatkan kemadaratan, yang tentu diharamkan dalam Islam.
Kesehatan Gratis untuk Semua
Upaya kuratif direalisasikan di atas prinsip-prinsip etik kedokteran yang tinggi. Ini menjadi faktor penting agar setiap pasien memperoleh pelayanan penuh, rasa aman, nyaman, dipelihara jiwa dan kehormatannya sebagai sebaik-baiknya makhluk ciptaan Allah SWT. Di antara prinsip etik kedokteran tersebut adalah larangan menggunakan metode pengobatan yang membahayakan akidah, martabat, jiwa dan fisik pasien; izin praktik hanya diberikan kepada dokter yang memiliki kompetensi keilmuan kedokteran dan berakhlak mulia; obat dan bahan obat hanyalah yang halal dan baik saja; larangan menggunakan lambang-lambang yang mengandung unsur kemusyrikan dan kekufuran.
Layanan kesehatan berkualitas dijamin ketersediaannya. Semunya digratiskan oleh negara bagi seluruh warga negara yang membutuhkannya, tanpa membedakan ras, warna kulit, status sosial dan agama, dengan pembiayaan bersumber dari Baitul Mal. Hal ini terlihat dari apa yang dilakukan Rasulullah saw. kepada delapan orang dari Urainah yang menderita gangguan limpa. Saat itu mereka datang ke Madinah untuk menyatakan keislamannya. Mereka dirawat di kawasan pengembalaan ternak kepunyaan Baitul Mal, di Dzil Jildr arah Quba’. Selama dirawat mereka diberi susu dari peternakan milik Baitul Mal. Demikian pula yang terlihat dari tindakan Khalifah Umar bin al-Khaththab. Beliau mengalokasikan anggaran dari Baitul Mal untuk mengatasi wabah penyakit Lepra di Syam.
Begitulah salah satu contoh pengurusan Negara Islam pada rakyatnya. Sejarah mencatatnya dalam tinta emas. Islam adalah sebuah sistem yang agung yang mampu memuliakan manusia. Lebih tinggi dari sistem manapun juga. Allahu a'lam bishiwab.
Penulis: Lina Revolt (Komunitas Emak-Emak Idealis)