Masalah dalam negeri dinilai jadi penyebab ekonomi melambat. Pemerintah diminta fokus mengatasi persoalan di dalam negeri untuk mendongkrak kembali pertumbuhan ekonomi nasional yang melambat dalam beberapa tahun terakhir. Demikian penjelasan dari Dewan Penasehat Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Bambang Haryo Sukartono (www.vivanews.com/10/2/2020).
Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai pertumbuhan ekonomi 5,02 persen patut disyukuri alias jangan kufur nikmat. Menurutnya capaian Indonesia masih lebih baik dibanding negara-negara lain (m.detik.com/finance/9/2/2020).
Masih menurut sumber yang sama, menurut Direktur eksekutif Riset Core Indonesia, Piter Abdulah, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi 5 persen hanya bisa menyerap tenaga kerja kisaran 1.250.000 jiwa setiap tahun dengan asumsi setiap pertumbuhan ekonomi 1 persen bisa menciptakan lapangan kerja sekitar 250.000. Artinya jika pertumbuhan ekonomi dibiarkan di kisaran 5 persen , ada sekitar 1.750.000 pengangguran baru setiap tahun.
Meski berbagai alasan yang dianggap sebagai penyebab ekonomi stagnan, namun kufur nikmat bukanlah istilah yang tepat disampaikan oleh seorang kepala negara, dimana dia sedang mengemban amanah seluruh rakyat yang berada di bawah tanggung jawabnya. Kufur nikmat adalah terminologi Islam yang tidak boleh semaunya digunakan untuk menutupi kegagalan , apalagi digunakan sebagai cara untuk meredam gejolak publik terhadap kegagalan kinerja pemerintah, dalam hal ini kegagalan pembangunan bidang ekonomi.
Fakta ekonomi stagnan baik karena pengaruh ekonomi global yang berdampak pada ekonomi dalam negeri, maupun seabreg problem dalam negeri , misalnya fluktuasi bahan pokok , korupsi, kerusakan infrastruktur dan sebagainya, pada dasarnya adalah akibat diberlakukannya sistem kapitalis.
Indonesia tidak perlu mengalami stagnansi ekonomi bila ada perubahan kebijakan. Dalam hal ini Islam memberi solusi dengan sistem ekonomi Islam yang dijalankan oleh pemerintah yang mengurusi rakyat.
Sistem ekonomi Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam sebuah negara semata, tanpa memperhatikan terjamin tidaknya setiap orang untuk menikmati kehidupan tersebut. Juga bukan hanya bertujuan untuk mengupayakan kemakmuran individu dengan membiarkan mereka sebebas-bebasnya untuk memperoleh kemakmuran tersebut dengan cara apapun, tanpa memperhatikan terjamin tidaknya hak hidup setiap orang. Akan tetapi semata-mata bertujuan memecahkan masalah utama yang dihadapi setiap orang sebagai manusia yang hidup sesuai dengan interaksi-interaksi tertentu, mendorong setiap orang untuk meningkatkan taraf hidupnya sekaligus mengupayakan kemakmuran bagi dirinya di dalam gaya hidup tertentu.
Di dalam sistem Islam penguasa justru merasa bersyukur ketika ada koreksi terhadap kinerjanya. Karena koreksi dan masukan dari rakyat bisa membantu dia untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangannya. Karena harus disadari bahwa setiap manusia, meskipun dia seorang pemimpin negara tidak lepas dari sifat manusianya yang mempunyai kelemahan dan keterbatasan. Sementara dia harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya baik kepada rakyat yang dipimpinnya, maupun kelak kehadirat Allah SWT. Wallahu 'a'lam bishowab.
Penulis: Sumiatun