Lorong Kata - Bila tulisan ini berada dihadapan anda saat ini, berarti anda pembaca luar biasa. Apa sebab? Untuk menghasilkan tulisan bisa diabadikan seperti ini, penulis membutuhkan tidak sedikit waktu, amunisi yang kuat, azzam yang dahsyat untuk mampu menorehkannya. Tidak semua orang memiliki talenta menulis, tepatnya. Namun bukan berarti tak punya kemampuan untuk menulis. Sebab secuil pemahaman yang dimiliki bila berniat diabadikan maka akan lahir sebuah tulisan meski berpayah-payah dalam menuangkannya.
Berbeda mereka yang terlahir sebagai penulis, memiliki talenta atau bahkan hobi menulis. Dalam sekali duduk, mereka yang dasarnya piawai menulis mampu menghasilkan sebuah tulisan yang amazing. Karya tulisan yang mampu menyihir, setiap untaian kata membius, penuh makna dan arti kehidupan, seolah tulisan itu mengandung mantra yang mampu mengubah idealisme pembaca. Walhasil tulisan yang di abadikannya mendorong sebuah perubahan besar, terlepas apakah sebuah idealisme mengarah kepada hal positif ataukah negatif.
Coba renungkan tokoh Hitler, Lenin, Karl Marx. Idealismenya akan keyakinan kebenaran pemikiran, mendorong Hitler memperjuangkan ide gagasanya secara militan. Semua bermula karena rasa cinta kepada ide-gagasan-nilai-nilai tertentu termasuk keyakinan dan menjadikan semua yang abstrak itu sebagai cita-cita tujuan. Walhasil idelaisme itu mewujudkan semangat menggelora bagi siapa saja yang meyakininya. Tentunya ini melalui tulisan idealisnya.
Senada juga para nabi dan Rasul, mereka adalah orang yang memiliki idealisme yang kuat, melalui mereka lahir jiwa-jiwa Imam besar yang hebat sepeninggalnya, semua bermula dari rasa cinta akan sebuah keyakinan kebenaran ide gagasan dan mewujudkannya dalam semangat menggelora. Dan kembali, hal itu lahir subur karena torehan tinta dan pena.
Tentunya dua hal diatas berbeda darimana rasa cinta bermula, visi misi keduanya, arah cara pandang berbeda dan tentunya idealisme penulis mempengaruhi pembaca. Bagiku, bila torehan tinta dan pena hendak kita arahkan untuk kebaikan semesta maka tulislah kebenaran yang semua berasal dari sang Pencipta. Berdirilah menjadi penulis di atas sebuah prinsip menulis sebuah idealisme kebenaran melahirkan semangat kebaikan.
Nah, tak dipungkiri olehku. Setiap membaca sebuah karya tulisan hebat seseorang tentang cara pandang kehidupan, kebenaran pemikiran Ilahi, petuah kebaikan hingga membuatku terbius dan mendorongku menitikkan air liur untuk mengikutinya. Hal ini pula yang membangkitkan semangat diriku untuk terlecut mengabadikan apa yang dibenak, dipahami dengan pena dan tinta. Apakah sama denganmu?
Anggapan menulis itu mudah, adalah langkah awal positif bagi seorang penulis pemula. Berpikir tinggal menuangkan isi kepala dan merangkaikan untaian kata saja. Ternyata bukan demikian kan? Untuk menjadi sebuah karya tidak sedikit waktu untuk berkutat lama membuka banyak hand out untuk dijadikan sumber amunisi. Sudah lama membaca, lama pula mencernanya, belum lagi mengaitkan satu dengan lainnya, mengambil benang merahnya, mengendapkannya lanjut merangkai dan menuangkannya.dan perlu kau tahu itu butuh waktu yang tidak sedikit kan?
Umumnya, kesalahan para penulis pemula terlalu idealis dalam awal menulis. Semua amunisi ditelan, padahal bukan sekadar banyaknya amunisi, tapi membutuhkan ilmu teknik peliterasian. Hal inipun belum bisa menghasilkan bila kurang kuatnya azzam untuk menulis. Sebab, bila amunisi sudah banyak terbenam dan ilmu peliterasian tergenggam di tangan namun tak ada azzam kuat untuk duduk menulis, sampai kapanpun karya menulis itu tak pernah dihasilkan. Kembali lagi kekuatan akidah yang harus terus memompa kenapa pemahaman ini perlu ditorehkan ke karya dalam tulisan.
Ingat menulis adalah kebutuhan. Sehingga tidak lagi berlindung dibalik berbagai alasan. Karena menulis bukan hobi, bakat ataupun talenta. Menulis adalah kebutuhan untuk mengikatkan pemahaman. Kita bisa bayangkan bila dominasi alasan di atas dilegalkan berujung pada banyak penundaan, bisa jadi kita tidak akan pintar seperti saat ini kan?
Pintar dan cerdasnya kita saat ini, karena keberhasilan sebuah pemikiran yang diabadikan lewat tulisan. Kita bisa memahami sesuatu karena buah ketekunan Sang Pemikir untuk menorehkannya dalam pena dan tinta menjadi sebuah maha karya enak dibaca, dikaji dan diamalkan. Meski Sang penulis telah tiada namun karyanya tetap melegenda. Bahkan mampu membalikkan pemahaman kearah kebaikan bagi siapapun yang membaca. Inilah hebatnya sebuah karya tulisan, bila demikian masihkah tetap bilang aku tak mau menulis?
Saat ini, sepertinya perlu ada gebrakan kesadaran menulis untuk dihadirkan di setiap kepala para pengemban dakwah Islam. Sebab kenapa?lihatlah berbagai medsos yang saat ini bergentayangan memenuhi gawai kita. Ide batil berserakan ditembakkan tanpa henti.
Mereka tak peduli seberapa banyak racun pemikiran rusak ditenggakkan kedalam otak muslim dibelahan manapun. Karena hanya satu tujuan mereka hancurkan Islam dengan pemikiran yang rusak dan merusakkan. Walhasil, ditengah banyaknya Al-Qur'an dibaca dan dan dihafalkan. Namun mengapa situasi terkini umat limbung memandang kehidupan. Ini tidak lain karena racun telah mengakar kuat ditancapkan lewat gagasan yang mereka tuangkan lewat tulisan.
Optimislah dalam menulis untuk kebaikan, seburuk apapun karyamu bila berisi sebuah petuah kebaikan maka Allah telah mencatat hasil jerih payahmu. Meski tak ada like share komen dari temanmu atau pujian untukmu, tetap bernilai pahala untukmu.
Atau sebaliknya bila tulisanmu menuai banyak puja tidak lantas membuatmu riya' karena sejatinya tetaplah dibalik tahumu ada ketidak tahuanmu, engkau tetaplah faqir ilmu, itu yang akan membuatmu selalu haus untuk mengisi bejana ilmu dan mengikatnya dengan karya tulismu. Memang betul orang yang beriman merekalah yang ingin selalu berbagi kebaikan bukan hanya disimpan untuk dirinya tapi dia ingin selalu menyebarkannya. Terlebih Khasanah Islam fitrahnya untuk ditebarkan bukan mengeram pada perpustakaan berjalan.
Penulis juga manusia, tak ayal dirinya bosan, kurang semangat, lagi bete, dalam bahasa lain futur melanda itu bisa saja terjadi pada siapapun. Sejenak rehat, mencari kesegaran untuk mengembalikan lagi energi bisa dengan berbagai hal positif yang dilakukan. Dan tak perlu berlama-lama dalam situasi ini yah. Kenapa? ingat musuh kita tak pernah berhenti memberondong kita dengan senjata mematikannya. dengan demikian, mintalah kepada Allah untuk menguatkan kita dalam urusan apapun termasuk menulis.Sebab Allah lah yang memudahkan segala urusan termasuk dalam urusan menulis untuk kebaikan dan urusan mengatasi segala kesulitan. Bila ini telah terpatri di dada para penulis, maka dia kembali dengan energi yang lebih baik dan amunisi terbaik.
Hal yang terpenting adalah gerakan pena harus kita sertakan ruh disaat menuangkannya sehingga hasil yang kita karyakan pun tak lepas dari upaya mendekatkan pembacanya kepada sang Pemilik Dunia. Yang pasti tebarnya pemikiran idealis dari kejernihan pemikiran anda akan suburkan jiwa ideologis yang menyelamatkan dunia.
Bila ini sudah kita pahami maka benarlah menulis akan menjaring jariyah sampai ke surga. Aamiin
Penulis: Ulfa Ni'mah (Brebes, Pemerhati kebijakan publik)
Berbeda mereka yang terlahir sebagai penulis, memiliki talenta atau bahkan hobi menulis. Dalam sekali duduk, mereka yang dasarnya piawai menulis mampu menghasilkan sebuah tulisan yang amazing. Karya tulisan yang mampu menyihir, setiap untaian kata membius, penuh makna dan arti kehidupan, seolah tulisan itu mengandung mantra yang mampu mengubah idealisme pembaca. Walhasil tulisan yang di abadikannya mendorong sebuah perubahan besar, terlepas apakah sebuah idealisme mengarah kepada hal positif ataukah negatif.
Coba renungkan tokoh Hitler, Lenin, Karl Marx. Idealismenya akan keyakinan kebenaran pemikiran, mendorong Hitler memperjuangkan ide gagasanya secara militan. Semua bermula karena rasa cinta kepada ide-gagasan-nilai-nilai tertentu termasuk keyakinan dan menjadikan semua yang abstrak itu sebagai cita-cita tujuan. Walhasil idelaisme itu mewujudkan semangat menggelora bagi siapa saja yang meyakininya. Tentunya ini melalui tulisan idealisnya.
Senada juga para nabi dan Rasul, mereka adalah orang yang memiliki idealisme yang kuat, melalui mereka lahir jiwa-jiwa Imam besar yang hebat sepeninggalnya, semua bermula dari rasa cinta akan sebuah keyakinan kebenaran ide gagasan dan mewujudkannya dalam semangat menggelora. Dan kembali, hal itu lahir subur karena torehan tinta dan pena.
Tentunya dua hal diatas berbeda darimana rasa cinta bermula, visi misi keduanya, arah cara pandang berbeda dan tentunya idealisme penulis mempengaruhi pembaca. Bagiku, bila torehan tinta dan pena hendak kita arahkan untuk kebaikan semesta maka tulislah kebenaran yang semua berasal dari sang Pencipta. Berdirilah menjadi penulis di atas sebuah prinsip menulis sebuah idealisme kebenaran melahirkan semangat kebaikan.
Nah, tak dipungkiri olehku. Setiap membaca sebuah karya tulisan hebat seseorang tentang cara pandang kehidupan, kebenaran pemikiran Ilahi, petuah kebaikan hingga membuatku terbius dan mendorongku menitikkan air liur untuk mengikutinya. Hal ini pula yang membangkitkan semangat diriku untuk terlecut mengabadikan apa yang dibenak, dipahami dengan pena dan tinta. Apakah sama denganmu?
Anggapan menulis itu mudah, adalah langkah awal positif bagi seorang penulis pemula. Berpikir tinggal menuangkan isi kepala dan merangkaikan untaian kata saja. Ternyata bukan demikian kan? Untuk menjadi sebuah karya tidak sedikit waktu untuk berkutat lama membuka banyak hand out untuk dijadikan sumber amunisi. Sudah lama membaca, lama pula mencernanya, belum lagi mengaitkan satu dengan lainnya, mengambil benang merahnya, mengendapkannya lanjut merangkai dan menuangkannya.dan perlu kau tahu itu butuh waktu yang tidak sedikit kan?
Umumnya, kesalahan para penulis pemula terlalu idealis dalam awal menulis. Semua amunisi ditelan, padahal bukan sekadar banyaknya amunisi, tapi membutuhkan ilmu teknik peliterasian. Hal inipun belum bisa menghasilkan bila kurang kuatnya azzam untuk menulis. Sebab, bila amunisi sudah banyak terbenam dan ilmu peliterasian tergenggam di tangan namun tak ada azzam kuat untuk duduk menulis, sampai kapanpun karya menulis itu tak pernah dihasilkan. Kembali lagi kekuatan akidah yang harus terus memompa kenapa pemahaman ini perlu ditorehkan ke karya dalam tulisan.
Ingat menulis adalah kebutuhan. Sehingga tidak lagi berlindung dibalik berbagai alasan. Karena menulis bukan hobi, bakat ataupun talenta. Menulis adalah kebutuhan untuk mengikatkan pemahaman. Kita bisa bayangkan bila dominasi alasan di atas dilegalkan berujung pada banyak penundaan, bisa jadi kita tidak akan pintar seperti saat ini kan?
Pintar dan cerdasnya kita saat ini, karena keberhasilan sebuah pemikiran yang diabadikan lewat tulisan. Kita bisa memahami sesuatu karena buah ketekunan Sang Pemikir untuk menorehkannya dalam pena dan tinta menjadi sebuah maha karya enak dibaca, dikaji dan diamalkan. Meski Sang penulis telah tiada namun karyanya tetap melegenda. Bahkan mampu membalikkan pemahaman kearah kebaikan bagi siapapun yang membaca. Inilah hebatnya sebuah karya tulisan, bila demikian masihkah tetap bilang aku tak mau menulis?
Saat ini, sepertinya perlu ada gebrakan kesadaran menulis untuk dihadirkan di setiap kepala para pengemban dakwah Islam. Sebab kenapa?lihatlah berbagai medsos yang saat ini bergentayangan memenuhi gawai kita. Ide batil berserakan ditembakkan tanpa henti.
Mereka tak peduli seberapa banyak racun pemikiran rusak ditenggakkan kedalam otak muslim dibelahan manapun. Karena hanya satu tujuan mereka hancurkan Islam dengan pemikiran yang rusak dan merusakkan. Walhasil, ditengah banyaknya Al-Qur'an dibaca dan dan dihafalkan. Namun mengapa situasi terkini umat limbung memandang kehidupan. Ini tidak lain karena racun telah mengakar kuat ditancapkan lewat gagasan yang mereka tuangkan lewat tulisan.
Optimislah dalam menulis untuk kebaikan, seburuk apapun karyamu bila berisi sebuah petuah kebaikan maka Allah telah mencatat hasil jerih payahmu. Meski tak ada like share komen dari temanmu atau pujian untukmu, tetap bernilai pahala untukmu.
Atau sebaliknya bila tulisanmu menuai banyak puja tidak lantas membuatmu riya' karena sejatinya tetaplah dibalik tahumu ada ketidak tahuanmu, engkau tetaplah faqir ilmu, itu yang akan membuatmu selalu haus untuk mengisi bejana ilmu dan mengikatnya dengan karya tulismu. Memang betul orang yang beriman merekalah yang ingin selalu berbagi kebaikan bukan hanya disimpan untuk dirinya tapi dia ingin selalu menyebarkannya. Terlebih Khasanah Islam fitrahnya untuk ditebarkan bukan mengeram pada perpustakaan berjalan.
Penulis juga manusia, tak ayal dirinya bosan, kurang semangat, lagi bete, dalam bahasa lain futur melanda itu bisa saja terjadi pada siapapun. Sejenak rehat, mencari kesegaran untuk mengembalikan lagi energi bisa dengan berbagai hal positif yang dilakukan. Dan tak perlu berlama-lama dalam situasi ini yah. Kenapa? ingat musuh kita tak pernah berhenti memberondong kita dengan senjata mematikannya. dengan demikian, mintalah kepada Allah untuk menguatkan kita dalam urusan apapun termasuk menulis.Sebab Allah lah yang memudahkan segala urusan termasuk dalam urusan menulis untuk kebaikan dan urusan mengatasi segala kesulitan. Bila ini telah terpatri di dada para penulis, maka dia kembali dengan energi yang lebih baik dan amunisi terbaik.
Hal yang terpenting adalah gerakan pena harus kita sertakan ruh disaat menuangkannya sehingga hasil yang kita karyakan pun tak lepas dari upaya mendekatkan pembacanya kepada sang Pemilik Dunia. Yang pasti tebarnya pemikiran idealis dari kejernihan pemikiran anda akan suburkan jiwa ideologis yang menyelamatkan dunia.
Bila ini sudah kita pahami maka benarlah menulis akan menjaring jariyah sampai ke surga. Aamiin
Penulis: Ulfa Ni'mah (Brebes, Pemerhati kebijakan publik)