Nah seperti itulah yang kita sebut sebagai tarbiyah.
Lalu, kenapa sih kita harus tarbiyah?
Pertama mengapa seseorang harus tarbiyah adalah karena hukum menuntut ilmu agama adalah wajib bagi setiap muslim/muslimah sedangkan tarbiyah itu sendiri merupakan salah satu metode dalam menuntut ilmu agama.
Kedua, karena tarbiyah merupakan metode menuntut ilmu agama yang dicontohkan oleh Rasulullah. Pada zaman Rasulullah, Beliau mentarbiyahi para sahabat di rumah Arkam bin Abu Arkam. Di sanalah para sahabat berkumpul dan mendapat ilmu agama secara bertahap dari Rasulullah. Jadi jelas, bahwa proses tarbiyah atau liqa-liqa menuntut ilmu agama bukanlah sebuah bid’ah (untuk membantah sebagian orang yang menolak tarbiyah dengan alasan bid’ah).
Ketiga, ilmu agama yang didapat melalui tarbiyah begitu runut, dari yang dasar sampai hal-hal yang rumit. Dengan begitu ilmu agama yang disampaikan akan mudah dipahami oleh seseorang. Layaknya sebuah sekolah, tentu murid kelas 1 tidak bisa langsung disuguhi materi murid kelas 5 bukan? Semua butuh proses, untuk sampai ke materi kelas 5, anak-anak harus kelas 1 dulu, kemudian kelas 2, lalu kelas 3, lalu kelas 4, dan akhirnya barulah kelas 5. Begitulah gambaran proses tarbiyah.
Keempat, rasa ukhuwah yang tinggi. Karena jumlah peserta tarbiyah dalam satu liqa (kelompok) tidak banyak, maka tentulah keakraban itu mudah terjalin. Setiap peserta liqa dengan mudah saling mengenal secara baik. Tidak sekedar mengenal nama, alamat, tapi juga mengenal secara personal, hobinya apa?, karakternya bagaimana?, kekurangan dan kelebihannya apa?.
Jika rasa ukhuwah sudah terbentuk, maka dengan sendirinya diantara peserta tarbiyah akan tumbuh rasa kasih sayang dan cinta. Mereka mudah untuk saling membantu, menyemangati, dan menasehati. Begitu pula yang akan terjadi antara peserta (mutarabbi) dengan yang memberikan materi (murobbi/murobbiyah).
Nah, Dua alasan terakhir inilah yang membedakan antara tarbiyah (liqa) dengan sebuah kajian. Sebelumnya telah kami tuliskan bahwa ilmu agama yang diperoleh melalui tarbiyah begitu runut, sementara kajian tidak demikian. Ilmu yang di dapat dari sebuah kajian tidak (selalu) runut antara pertemuan sebelumnya dengan pertemuan berikutnya. Temanya bebas, tidak continue.
Antara peserta kajian tidak bisa saling mengenal secara personal karena jumlah mereka yang banyak. Ibarat sekelompok orang yang menonton sebuah pertunjukan di lapangan, setelah pertunjukkannya selesai, maka penontonnya bubar tanpa tahu dan mengenal siapa penonton lainnya. Rasa ukhuwah kurang terjalin sehingga cinta dan kasih sayang pun tidak terasa kuat dan dalam.
Pun dengan pemberi materi. Ketika kita mengikuti kajian, kita hanya bisa bertanya satu dua pertanyaan. Beda halnya dengan tarbiyah, saat tarbiyah kita bisa bertanya sepuasnya bahkan bisa saja keluar dari tema materi yang diberikan saat itu. Seseorang juga dengan gampangnya mencurahkan unek-uneknya dan meminta solusi kepada murabbi/murabbiyah. Suasananya pun jauh lebih santai dan akrab di banding dengan kajian yang lebih terkesan formal.
Mengapa Rasulullah dahulu memberikan sebuah tarbiyah bukan kajian?
Karena beliau tidak ingin sekedar menghasilkan orang-orang yang ilmunya banyak. Beliau ingin menghasilkan orang-orang yang selain ilmunya banyak, pemahaman agamanya bagus, juga ingin menghasilkan orang-orang yang rasa ukhuwah dan kecintaan kepada saudaranya sesama muslim terjalin dengan erat. Beliau ingin seseorang tersebut benar-benar terbentuk karakternya, karakter islami, karakter rabbani, karakter qur’ani. Naahhh makanya, ikhwani wa akhwati fillah, satu nasehatku jangan pernah tinggalkan tarbiyah apapun yang terjadi. Allahu A'lam.
Penulis: Nurul Durotul Jannah