Ummu Saif |
Platform medsos seperti Instagram, YouTube, Facebook atau Twitter menjadi pilihan remaja untuk mengemis followers, subscribers, dan likes.
Konten unfaedah yang menjamur di kalangan remaja tentu membuat kita miris. Tingkah konyol cenderung memancing atensi lebih tinggi ketimbang konten-konten positif. Sulit rasanya menaruh harapan kepada remaja saat ini sebagai inspirator peradaban sebab tingkah lakunya sangat jauh dari generator pengdongkrak kejumudan.
Sungguh ancaman kapitalisme sangat kental dikalangan remaja, generasi muda kian tergerus moralnya mengikis habis aspek ruhiyah dalam diri mereka. YouTuber produk kapitalis kini siap melakukan apapun demi konten viral. Peluang untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi di era kemajuan teknologi digital semakin terbuka lebar. Jika video yang diunggah di Youtube disaksikan jutaan pasang mata, seseorang bisa mendapatkan penghasilan hingga miliaran rupiah per bulan. Inilah yang menjadi motivasi para YouTuber era kapitalis.
Hantaman kapitalisme pun melalui fun, food, film dan fashion adalah senjata ampuh yang menggerogoti pemikiran kaum muslim. Fun adalah berbagai kesenangan yang melalaikan membuat seseorang mengedepankan rasa bahagia tanpa kritis hingga timbul sikap pragmatis dan individualis. Hal ini bisa kita lihat pula bagaimana tingkah YouTuber kapitalis berbuat sesukanya tanpa menjadikan agama sebagai standar. Aksi pelecehan dan penghinaan menjadi wajar disajikan dalam konten mereka demi eksistensi diri.
Food yakni konsep halal dan toyyib yang terabaikan, kemudian film sebagai penyebar pola pikir frame of thingking yang jauh dari akidah dan syari’at islam dan fashion adalah mode yang terus diperbaharui oleh pasar, konsepnya sangat dekat dengan barat yang serba terbuka, menganalogikan kita sebagai “mahluk gaul” dan tidak ketinggalan jaman. Kesan stylist dengan rok mini dan baju ketat membuat wanita menjadi sasaran empuk dalam melakukan kejahatan seksual serta mesin pencetak rupiah bagi perusahaan, masyarakat seakan terhipnotis oleh gemerlapnya barat sehingga pakaian ala barat laris manis dipasaran.
4F inilah jurus kapitalis yang menjangkit seantero bumi, membuat remaja hanyut dalam romantika modernisasi. Inilah potret negeri mayoritas muslim yang menempatkan agama di ruang sempit dan digunakan saat tertentu saja. Kehidupan rakyat telah didominasi materi dan menjadi tolak ukur kebahagiaan.
Ketika Islam diterapkan, bermunculan pemuda yang sudah mampu memberikan fatwa. Iyash bin Mu’awiyah, Muhammad bin Idris as-Syafii, misalnya, sudah bisa memberikan fatwa saat usianya belum genap 15 tahun dan intelektual yang ada saat itu adalah polymath yakni mereka yang menguasai minimal tiga bidang ilmu secara mendalam, seperti ilmu syariah, ilmu sejarah dan matematika, atau bahkan juga ditambah geografi, kedokteran dan astronomi.
Para pemuda Islam unggul karena ia memeluk Islam secara kaffah, aqidah yang lurus dan taat kepada syariat Islam. Keluarga yang menjadi wadah pertama pembentukan generasi Islam melalui ayah dan ibu yan menanamkan pada anak-anak mereka bahwa umat Islam harus menjadi umat terbaik di tengah manusia. Para orangtua menggembleng anak-anak mereka dengan iman, mengokohkan ketundukan mereka pada aturan Allah serta menyemaikan bibit keberanian, pantang menyerah dan semangat untuk mengejar ridha Allah dalam perjuangannya.
Dalam Islam, Negara memikul tanggung jawab pendidikan putra-putri umat. Tujuan utama pendidikan adalah menetapkan politik pendidikan yang bisa membangun kepribadian Islami dengan aqliyah dan nafsiyah yang kuat. Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw.
Didukung pula dengan keterlibatan masyarakat sebagai bagian dari tatsqif jama’i juga berperan membentuk karakter generasi muda. Masyarakat amar makruf nahi munkar bekerja keras menjaga kualitas pendidikan yang ada. Hanya Islam yang mampu menjamin lahirnya generasi berkualitas, sistem inilah benteng pertahanan terbesar dari gempuran pemikiran dan paham asing yang begitu massif. Wallahu a’lam
Penulis: Ummu Saif