Nusaibah Al Khanza (Pemerhati Kebijakan Publik) |
Itu lantaran peserta BPJS Kesehatan merasa kecewa akibat kenaikan tarif kepesertaan yang semula dibatalkan Mahkamah Agung (MA), justru malah dinaikkan lagi oleh Presiden pada awal Juli 2020 untuk Mandiri kelas I dan II serta awal 2021 untuk Mandiri kelas III. (CNN Indonesia, 14 Mei 2020)
Rasa lega bak menemukan oase di pasang pasir, semula dirasakan oleh masyarakat peserta BPJS akibat pembatalan kenaikan iuran. Namun kini, harapan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan murah dan berkualitas ternyata hanya fatamorgana.
Padahal kesehatan merupakan salah satu hak fundamental bagi seluruh rakyat yang merupakan tanggung jawab negara. Hak dasar yang seharusnya dipenuhi oleh negara selain hak pemenuhan pendidikan, sandang, pangan dan papan.
Begitulah akibat negara menerapkan sistem kapitalis liberal. Sehingga segala hal dihitung untung rugi, termasuk dalam hal kesehatan. Tak heran jika kesehatan justru dikomersilkan, meski dibalut atas nama jaminan kesehatan.
Seharusnya, yang namanya jaminan ya dijamin. Dan negara adalah pihak yang wajib sebagai penjamin. Sehingga sudah sepatutnya bahwa negara menyediakan layanan kesehatan yang maksimal dan tentu murah, bahkan gratis. Kalau dinamakan jaminan, tapi rakyat tetap terbebani iuran, apa bedanya dengan asuransi? Sama saja ini hanyalah kamuflase jaminan kesehatan, faktanya adalah asuransi kesehatan.
Apalagi, negara ini adalah negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam. Selayaknya juga berkaca pada aturan Islam dalam menerapkan setiap aturan di bidang kesehatan.
Dalam Islam, para pemimpin wajib memelihara kehidupan rakyatnya. Tentunya, dalam hal kesehatan rakyat juga wajib dijamin oleh negara. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
"Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 32)
Pelayanan kesehatan rakyat terbaik yang bisa diakses secara gratis, membutuhkan sistem pemerintahan dan kebijakan yang benar. Sebab, berkaitan dengan kebijakan-kebijakan lain. Misalnya, berkaitan dengan sistem ekonomi yakni dalam pemenuhan dana dan pengelolaan sumber dana.
Juga dibutuhkan aturan yang menanamkan kedisiplinan untuk menjalani pola hidup bersih dan sehat. Misalnya aturan tentang peredaran makanan atau minuman halal dan toyyib, larangan tentang seks bebas, larangan seks sesama jenis, dsb.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS al-Maidah [5]: 50).
Wallahu a'lam!
Penulis: Nusaibah Al Khanza (Pemerhati Kebijakan Publik)