Muflihana, S.Pd (Aktivis Muslimah Makassar) |
Sekali lagi, manuver nyeleneh oleh pemerintah negeri +62 demi kepentingan ekonomi kembali menimpa masyarakat. PSBB yang telah ditetapkan sebagai solusi demi mencegah penyebaran wabah Covid-19 kembali diralat akan dilonggarkan demi kestabilan ekonomi. Sekali lagi masyarakat disodorkan wajah asli sistem hari ini yang senantiasa berpihak pada kepentingan kapitalis a.k.a para pengusaha.
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan salah satu Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat, Syahrul Aidi Maazat. Beliau mencurigai rencana ini hanya untuk menyelamatkan dompet segelintir pebisnis.
“Kami mempunyai kekhawatiran ada segelintir pebisnis tertentu yang resah dengan jatuhnya bidang usahanya dan mengakibatkan mereka di jurang kebangkrutan dan mendesak pemerintah untuk melonggarkan PSBB,” kata Syahrul lewat keterangan tertulis, Ahad, 3 Mei 2020 dilansir dari nasional.tempo.co.
Kecurigaan ini mendapatkan persetujuan secara tidak langsung sebagaimana pernyataan Mahfud MD "Ekonomi tidak boleh macet, tidak boleh mati. Oleh sebab itu Presiden mengatakan ekonomi harus tetap bergerak, tapi tetap di dalam kerangka protokol kesehatan itu. Itulah yang disebut relaksasi," kata dia.
Sungguh miris menjadi bagian dari masyarakat negeri +62 dikala pengurus masyarakat seakan-akan bermain dengan keselamatan jutaan jiwa masyarakatnya. Wacana pelonggaran yang dinilai terlalu dini untuk diwacanakan hanya karena banyaknya keluhan sulitnya akses menjadi tamparan besar.
Fakta ini menandakan Negara belum sepenuhnya memaksimalkan pengurusan pemenuhan kebutuhan serta edukasi terkait berlapang dada melewati musibah ini dengan berbagai kesulitannya. Serta tidak masuk akal menjadikan keluhan masyarakat terkait keluhan sulitnya akses menjadi pijakan pelonggaran PSBB. Di lain sisi angka pertambahan penderita Covid-19 masih tergolong tinggi.
Asas keadilan dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan menjelaskan bahwa keselamatan menjadi hal yang harus diutamakan. Dengan demikian akan memungkinkan pelanggaran terhadap Undang- Undang kembali terjadi demi kepentingan segelintir pebisnis. Maka menjadi hal tidak patut demi kelancaran bisnis sgelintir pebisnis Negara mengabaikan keselamatan rakyatnya.
Sungguh sulit mendapatkan penjaminan keselamatan dan kesejahteraan dalam kungkungan system kapitalistik yang hanya mementingkan roda perekonomian semata. Sangat berbeda halnya dengan bagaimana usaha maksimal islam dalam mengurusi rakyatnya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh KH. Hafidz Abdurrahman, MA yang dilansir dari mediaumat.news bahwa wabah adalah musibah. Musibah yang menimpa siapapun, termasuk orang yang beriman dan yang tidak. Yang membedakan adalah cara menyikapinya.
Bagi orang beriman, yang meyakini, bahwa semua wabah ini adalah makhluk Allah, tentara Allah, maka sikap pertama adalah menguatkan keimanan kepada Allah. Dengan berserah diri kepada-Nya. Introspeksi, bertaubat hingga terus meningkatkan hubungan dengan Allah.
Di sisi lain, karena Allah memerintahkan ikhtiar, maka memaksimalkan ikhtiar. Nabi menyatakan, “Jika kamu melihat bumi tempat wabah, maka jangan memasukinya. Jika kamu berada di sana, maka jangan keluar darinya.”ini seperti kebijakan lockdown”.
Umar bin Khatthab meminta masukan ‘Amru bin Ash, sarannya memisahkan interaksi. Maka, tak lama kemudian wabah itu selesai. Dalam kasus di Amwash, ‘Umar mendirikan pusat pengobatan di luar wilayah itu. Membawa mereka yang terinfeksi virus itu berobat di sana.
Model pencegahan yang diterapkan dalam islam menjadi sangat berefek dalam penanganan wabah. Dikarenakan seluruh system di dalamnya mendukung kebijakan. Tidak hanya rakyat yang diminta untuk tetap tinggal di tempatnya namun Negara menjamin kebutuhan dasar hidup mereka. Umat yang mempunyai pemahaman, standarisasi dan keyakinan yang sama dengan negara, mudah diatur.
Krisis dan pandemi sudah terjadi dalam sejarah kehidupan umat manusia, termasuk era kejayaan Islam. Tapi, semua berhasil dilalui oleh kaum Muslim, dan dalam kondisi krisis, umat berdiri menjadi pengasuh, penjaga dan penopang utama kekuasaan negara.
Karena selama ini, negara mengurus urusan mereka. Memberikan apa yang menjadi haknya. Sandang, papan, pangan, pendidikan, keamanan dan kesehatan dengan sempurna. Karena nya masyarakat akan sulit untuk mengeluh jika masih bisa bertahan. Sebab masyarakat yakin bahwa negara dalam menetapkan kebijakan lebih menomorsatukan kepentingan mereka.
Penulis: Muflihana, S.Pd (Aktivis Muslimah Makassar)