Dokumen pribadi Mia Annisa |
Pasalnya penggarapan RUU Minerba menjadi UU terbilang ngebut dan kilat, hanya memakan waktu selama 3 bulan dari Februari hingga Mei. Sebetulnya RUU Minerba ini salah satu program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2020 yang diusulkan oleh DPR RI. RUU ini masuk dalam status carry over dari DPR pasa periode sebelumnya. (https://tirto.id/)
Undang-undang ini juga menuai polemik selain perpanjangan kontrak karya (KK)/ perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) tetapi juga menganulir peran BUMN dan BUMD dalam proses tersebut. Sekalipun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, yang mewakili presiden dalam rapat paripurna, berdalih, perubahan UU Minerba diperlukan untuk menjawab permasalahan pengelolaan pertambangan minerba saat ini dan masa mendatang.
Mengkritisi sikap pemerintah yang diam-diam mengesahkan RUU Minerba menjadi UU di tengah pandemi tentu sangat tak elok. Alih-alih memikirkan nasib rakyat yang tak jelas kapan pandemi akan berakhir. Pemerintah malah sibuk mengakomodir kepentingan para korporat untuk menyerahkan kembali kekayaan tambangnya dikeruk salam kurun waktu 10 tahun ke depan.
Pengesahan ini tentunya jelas membawa angin segar bagi para pengusaha tambang. Sebab negara memberikan kemudahan izin kelanjutan perpanjangan operasi perusahaan tambang, setelah memenuhi persyaratan, ada sekitar 7 PKB2B di Indonesia yang kontraknya akan habis pada tahun 2020-2022 nanti. Perusahaan-perusahaan tersebut bisa mengajukan IUPK sebanyak dua kali selama 10 tahun.
Artinya dengan adanya undang-undang ini para pengusaha tambang semakin diberikan hak istimewanya untuk mengeksploitasi sektor hilir. Semula wilayah pertambangan rakyat seluas 25 hektare menjadi 100 hektare dari kedalaman 25 meter menjadi 100 meter. Berapa keuntungan yang sudah didapatkan mereka ? Untuk PT. Bukit Asam misalnya, pada triwulan III tahun 2019 perusahaan ini membukukan pendapatan usaha mereka sebesar 16,3 triliun Rupiah. Tentunya pendapatan ini tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang menyebabkan kerugian bagi rakyat, karena polusi udara, tercemarinya air dan tanah serta lubang menganga yang membahayakan bagi warga sekitar pertambangan.
Inilah dampak dari penerapan sistem ekonomi neoliberalisme yang diemban negara saat ini, sehingga sumber daya alam diserahkan kepada swasta untuk dikeruk dan bagi hasil dengan para penguasa licik. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara diperuntukkan untuk rakyat dengan mudah dikuasai para oligarki tambang.
Islam memiliki pandangan berbeda karena kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Seperti sabda Rasulullah : “Kaum muslimin berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal, air, padang rumput dan api.” (HR. Ibnu Majah). Maka berdasarkan hadist ini kepemilikan umum terkhusus tambang batubara yang jumlahnya terbatas wajib dikelola oleh negara dan haram dimiliki segelintir elit. Kemudian hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Hasil tambang pemasukan untuk pengelolaannya bisa dari sektor seperlima fa’i dan kharaj yang hasilnya untuk keperluan rakyat misalnya menjamin kebutuhan sehari-hari rakyat selama lockdown disaat pandemi, memberikan pelayanan kesehatan secara murah bahkan gratis, biaya pendidikan serta pelayanan umum lainnya. Rakus dan tamaknya para korporat serta penguasa dalam hajat pengelolaan sumber daya alam hanya bisa dihentikan dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Wallahu'alam.
Penulis: Mia Annisa (Pemerhati Sosial dan Ekonomi)