Pepi Kalima |
Selain banyaknya pengunjung, tidak sedikit juga yang kemudian membuat video-video yang berkaitan dengan Lathi. Mulai dari video reaction, video cover dance atau nyanyian bahkan yang baru-baru ini menjadi trending yaitu #lathichallenge.
#lathichallenge sendiri adalah ajang dimana para pembuatnya menunjukkan kreatifitas menggunakan lagu ini. Konsep ide, kemampuan mengedit dan make-up yang kemudian banyak tertuang melalui #lathichallenge itu sendiri.
Lagu yang menggabungkan konsep musik EDM (Musik dansa elektronik atau electronic dance music) dan etnik Jawa ditambah dengan lirik gabungan Bahasa Inggris dan Bahasa Jawa ini akhirnya sukses di kalangan penikmat musik dan pengguna internet pada umumnya. Tidak bisa dipungkiri untuk sekelas konten maker YouTube, video clip ini bisa dikatakan berada di atas rata-rata. Mulai dari konsep video, penyanyi, penari, proses pengambilan video, lighting hingga editing yang profesional, membuat video clip ini banyak diperbincangkan di berbagai kanal internet belakangan ini.
Namun, yang disayangkan adalah pesan atau makna yang sampai pada para penikmatnya tidak se-positif yang kita bayangkan. Kisah yang tersampaikan melalui video clip ini berupa seorang gadis yang terjerat “toxic relationship” yang kemudian membuat dia berubah, dari pribadi yang “lemah” menjadi “kuat” untuk melakukan balas dendam kepada pasangannya. Serta nuansa yang kental akan hal-hal yang berbau horor seperti kekuatan mistis atau supranatural. Sudah menjadi rahasia umum jika adat-adat Jawa kerap kali dikaitkan dengan hal-hal demikian. Mulai dari suara gamelan hingga tembang/nembang. Padahal jika kita mau belajar lebih dalam, justru kita akan menemukan hal yang sebaliknya. Banyak nasihat dan tutur baik yang kental dengan nuansa Islami disampaikan melalui adat Jawa. Dan tentunya setiap suku dan adat budaya memiliki khas sendiri dalam mensyiarkan Islam.
Lalu, ada apa dengan #lathichallenge? Mulai dari make-up cantik hingga mengerikan menyerupai setan sampai tarian gemulai banyak dipraktikkan para pembuatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan hastag #lathichallenge sendiri menjadi trending dan viral di TikTok.
Namun lagi-lagi, kreatifitas yang kemudian keluar dari batasan tentu sangat disayangkan. Tidak jarang yang ikut berpartisipasi ialah seorang muslimah berhijab. Mereka kemudian bermake-up dengan tabbaruj, menari berlenggak-lenggok gemulai di depan kamera, disusul dengan riasan dan gerakan-gerakan yang menyerupai setan tanparasa malu.
Bukankah dalam Islam sendiri Allah menganjurkan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat? Bahkan ia merupakan kewajiban bagi seorang Muslim, beramar ma’ruf nahi munkar. Sebagai seorang muslim, hendaknya kita lebih bisa memilah dan memilih mana yang bisa kita ikuti dan tidak. Kebiasaan latah membuat kita dengan mudahnya mengikuti trend agar menjadi viral dan terkenal tanpa memikirkan apa akibatnya. Bisa jadi kita justru turut andil dalam mengkampanyekan sesuatu yang salah, satanisme misalnya. Andai jika kreatifitas yang kita miliki digunakan dalam mensyiarkan Islam. Bukankah itu lebih mulia?
Dalam Islam, syari’at diatas segalannya. Adat, budaya semua harus selajan dengan syari’at. Jika tidak menyalahi tak mengapa, jika sudah di luar koridor syara’ maka tinggalkanlah. Itulah mengapa pentingnya kita memberi batasan atas apa yang akan kita lakukan. Baik itu adat, istiadat hingga kreatifitas kita dalam berkarya. Dengan begitu, hanya hal positiflah yang kita bagikan kepada ummat. Insyaa Allah.
Penulis: Pepi Kalima