Devi Rizki (Aktivis Dakwah dan Penulis Opini Lepas) |
Negara agraris seperti Indonesia pun tak luput dari pemasokan barang dari luar negeri. Pasalnya pemerintah justru makin tak dapat membendung derasnya impor kebutuhan pangan ke dalam negeri. Terutama impor bahan-bahan pangan yang menjadi sasaran empuk komoditas negeri.
Semisal pengelolaan swasembada garam Indonesia telah berhasil memproduksi garam sesuai kebutuhan dalam negeri. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves, Safri Burhanudin menjelaskan target produksi garam nasional pada 2020 adalah sekitar 3 sampai 4 juta ton. Indonesia dapat melakukan produksi sebebesar 3.5 juta, artinya Indonesia berhasil memenuhi target produksinya.
Kalau kita bicara swasembada, kita sudah swasembada, kita sudah capai target. Hanya saja sekarang kebutuhan produksinya meningkat," kata Safri dalam video conference. (CNBCIndonesia, 31/05/2020)
Belum lagi dalam komoditas lain seperti impor sayur-sayuran yang kian meningkat jumlahnya. Padahal Indonesia penyedia sayur-sayuran segar lagi sehat yang dihasilkan dari petani-petaninya. Namun usaha para petani lokal seringkali kurang direspon apik oleh pemerintah.
Direktur jendaral (Dirjen) Holtikultura Kementrian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto menyatakan beberapa jenis sayuran Indonesia bahkan bisa diekspor keluar karena keberadaan pasokannya melimpah. (Kompas.com, 25/05/2020)
Bahkan disisi lain, ada beberapa komoditi impor seperti bawang putih, masuk ke Indonesia tanpa memiliki izin Persetujuan Impor (PI). Kementerian Perdagangan telah melakukan relaksasi impor sementara untuk bawang putih dan bawang bombai. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana mencatat, impor bawang putih yang sudah masuk ke tanah air tanpa Persetujuan Impor (PI) mencapai 28 ribu ton.(Katadata.co.id, 23/04/2020)
Hal tersebut jelas terlihat bahwa importasi bawang putih dapat dilakukan dengan mudah. Siapapun dapat melakukan impor bawang putih. Dan bisa saja hal ini juga berlaku dengan komoditas barang impor yang lainnya.
Ada 29 bahan impor yang dilakukan Indonesia sejak 2013. Beras yang diimpor dari Thailand, Vietnam, India, Pakistan, Myanmar dan lainnya. Ada pula jagung yang berasal dari Brasil, India, Argentina. Kedelai dari Amerika, biji gandum dari Australia, tepung terigu dari Srilanka, India, gula pasir, dan masih banyak lainnya.
Mencermati hal tersebut, impor bahan pangan yang terlalu masif menjadi menghawatirkan. Pasalnya aktivitas ini malah bisa menjadi perangkap, akan timbul ketergantungan karena hampir semua pasokan pangan bersal dari impor. Ketahanan pangan dapat terancam jika negara terus mengeluarkan kebijakan yang mendorong kemudahan impor barang.
Sementara disisi lain, lahan-lahan pertanian justru diubah menjadi gedung-gedung perkantoran, perumahan, industri dan pariwisata. Keseimbangan alam terganggu, komoditas pangan terancam dan mengakibatkan nasib petani pun mulai terpinggirkan.
Para petanipun dibuat menjerit kala hasil pertaniannya tak dihargai dipasaran sendiri. Sudah seharusnya negara lebih memperhatikan petani-petani lokal dengan meningkatkan produktivitasnya agar tak kalah saing dengan produk luar. Jadi sebenarnya seberapa besar perhatian negara dalam melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan hasil pertanian negeri ini?
Islam sendiri menyikapi dengan istimewa dalam urusan ketahanan pangan bagi rakyatnya. Islam memandang pangan adalah salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara.
Dalam aturan Islam diberlakukan berbagai upaya merealisasikan produktivitas pangan melalui dalam negeri. Negara berperan penting dalam mamajukan petani-petani lokal sehingga hasil yang didapat nantinya dikembalikan kerakyat untuk bisa memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Dalam Islam, tanah-tanah mati, yaitu tanah yang tidak tampak adanya bekas-bekas tanah itu diproduktifkan, bisa dihidupkan oleh siapa saja baik dengan cara memagarinya dengan maksud untuk memproduktifkannya atau menanaminya dan tanah itu menjadi milik orang yang menghidupkannya itu.
Rasul bersabda, "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya." (HR. Tirmidzi, Abu Dawud).
Bila ada tanah yang terlantar selama lebih dari tiga tahun, maka hak kepemilikan tanah akan hilang. Dan diambil alih negara kemudian diserahkan kepada rakyat yang bisa mengelola lahan tersebut. Sehingga tidak ada lahan kosong yamg tidak ada kebermanfaatnya.
Dalam hal ekspor impor, Islam akan melihat dan memperhatikan sejauh mana kebutuhan pangan negara. Ekspor dilakukan bila pasokan pangan negara terpenuhi dan mengalami surplus. Adapun impor, hal ini berkaitan dengan kegiatan perdagangan luar negeri.
Begitu sempurnanya Islam mengatur serta mengurusi urusan yang berkaitan dengan umat. Karena sejatinya negara dalam Islam akan menjadi pelayan tebaik bagi rakyanya dan memastikan kebutuhan rakyatnya tercukupi dengan baik.
Penulis: Devi Rizki (Aktivis Dakwah dan Penulis Opini Lepas)