"Iya, kalau dari atas. Kalau dari bawah ya, biasa aja," kataku.
Tiba-tiba jadi teringat saat melihat foto-foto aktivitas seseorang di media sosial kadang memang membuat kita takjub pada kondisi orang lain. Sehingga tak jarang menimbulkan rasa iri dalam hati.
"Enak ya, jadi kamu. Punya suami sholih dan mapan. Beruntung sekali."
"Seneng ya bisa kerja kayak kamu. Bisa sering jalan-jalan ke luar negeri. Aku mah jalan-jalannya ke dapur melulu."
Aku juga sering merasa iri dengan sahabat-sahabat sholihku. Diantaranya ada seorang ibu dengan 3 putra dan 2 putrinya. Bagaimana tidak iri? Dia sosok ibu yang cerdas. Meski anak-anaknya tidak ada yang sekolah formal, tapi dia mampu menanamkan kedisiplinan dan kesholihan pada mereka. Anak-anaknya tetap belajar dalam homeschooling yang diadakannya sendiri.
Hebatnya lagi, mereka bersemangat menjadi para penghafal Al Qur'an. Saat tinggal di suatu tempat, masyarakat selalu mengenalnya. Beragam kesulitannya selalu diselesaikan Allah SWT. Bayangkan, dalam belitan utang yang menggunung, ternyata selalu ada orang-orang yang berbaik hati memutihkannya. Dan itu terjadi berulang kali.
Sementara, dia merasa biasa-biasa saja. Justru dia merasa sangat bermasalah dalam hidupnya. Sampai-sampai ketika teman-temannya melakukan uji "siapakah aku?" di beranda facebook masing-masing, dia merasa tidak percaya diri.
"Aku nggak maulah ikut-ikutan nanya, siapa aku? Nanti si A bilang, kamu masalah. Si B bilang, kamu masalah."
Ah, rumput tetangga memang selalu terlihat lebih indah. Tapi itu kan bukan milik kita. Jadi untuk apa dipikirkan. Bukankah Allah SWT sudah berfirman,
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (TQS. Ibrahim : 7)
Menghitung-hitung nikmat yang diberikan Allah pada orang lain, kemudian membandingkan dengan kehidupan kita akan membuat rasa syukur itu lenyap dari hati kita. Jika rasa syukur itu lenyap, maka kebahagiaan enggan hadir dalam kehidupan kita. Jadilah kita orang paling sengsara di dunia. Belum lagi balasan azab dari Allah SWT menanti kita.
Jadi, jalani saja bagian hidup kita dengan penuh rasa syukur. Selalu memandang ke bawah untuk urusan dunia. Membuka mata bahwa sebenarnya masih banyak orang yang tidak seberuntung kita. Jalani saja proses terbaik menyusun keping-keping kehidupan kita. Insya Allah semua akan indah pada waktunya.
Penulis: Retno Puspitasari, Pemerhati Masalah Sosial.