Shintami Wahyuningsih (Aktivis Muslimah) |
Memang bukan hanya Indonesia yang tergagap menghadapi pandemi ini, bahkan hampir seluruh negeri pun yang terjangkit virus corona ini dalam kondisi yang sama. Akibat ketidaksiapan dalam menghadapi pandemi ini muncullah berbagai persoalan yang sebenarnya sudah terjadi sebelum pandemi ini ada. Hanya saja dengan adanya pandemi semakin nampak jelas problem-problem yang terjadi di negeri ini.
Sejak diberlakukan karantina dibeberapa wilayah, maka terjadi banyak perubahan kondisi yang bisa disebut tidak normal karena memang perubahan yang terjadi begitu drastis. Diantaranya, ditutupnya perkantoran, sekolah-sekolah dan tempat-tempat umum seperti mall dan bandara yang berakibat banyaknya usaha-usaha kecil gulung tikar dan PHK kepada sebagian kariyawan. Dampak yang paling besar adalah ekonomi menjadi terguncang dan anjlok. Muncullah berbagai pemasalahan cabang seperti kemiskinan, kelaparan dan yang baru-baru ini terjadi meningkatnya KDRT.
Dilansir dari, Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap perempuan meningkat selama pandemi. Hal ini berdasarkan survei yang menjaring 2.285 responden sepanjang April-Mei 2020.
Sebanyak 80 persen responden perempuan dalam kelompok berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan mengatakan bahwa kekerasan yang mereka alami cenderung meningkat selama masa pandemi. Secara umum, survei online itu mencatat kekerasan psikologis dan ekonomi mendominasi bentuk KDRT.
Kasus kekerasan terhadap perempuan ini sebenarnya sudah terjadi sejak diterapkanya sistem Sekulerisme-Kapitalisme di negeri ini. Dengan penerapan sistem ekonomi kapitalis menjadikan peran perempuan berpindah alih dari ummun wa rabatul bait yaitu pengurus dan pendidik generasi, namun saat ini lebih banyak disibukan dengan karier dan mencari nafkah. Inilah awal konflik rumah tangga itu terjadi, berbagaimacam bentuk pelecehan dan kekerasan yang merendahkan harga diri dan kehormatan perempuanpun terus meningkat.
Tentunya sebagai perempuan memiliki fitrah yaitu dilindungi dan dinafkahi, bukan malah sebaliknya. Namun perlindungan itu hanya bisa didapat dari sistem yang mampu memuliakan perempuan dan menjaga kehormatanya sebagai seorang anak, saudara, istri dan ibu. Hanya sistem Islam yang mampu menghapuskan KDRT secara tuntas.
Dalam pandangan Islam semua manusia sama, yang membedakannya adalah takwa. Dan Islampun telah memberikan hak dan kewajiban kepada laki-laki dan perempuan sesuai dengan kodratnya, yang kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Dan semuanya telah tercantum dalam syariat Islam dengan menyertakan sanksi hukum yang bersifat tegas dan mampu memberikan rasa jera pada pelaku kekerasa. Termasuk dalam hal ini kekerasan terhadap perempuan.
Bukankah dalam kondisi pandemi yang memaksa kita tetap berada dirumah seharusnya menjadi ajang kebersamaan dengan keluarga, memunculkan rasa kasih sayang terhadap Istri dan anak-anak. Ini semua akan terwujud jika Islam yang menjadi rujukan. sehingga hanya ketentraman dan kedamaian yang ada dalam kehidupan berumah tangga. Waullahu’alam
Penulis: Shintami Wahyuningsih (Aktivis Muslimah)