Cita-cita kaum minoritas ini, kini menjadi nyata. LGBTQ terus melebarkan sayapnya demi mengeksiskan dirinya dan menyebarkan virusnya ke berbagai penjuru dunia. Nyata saja kini LGBTQ menjadi trand dunia terutama para anak muda. Hal ini terejawantahkan dari menjamurnya akun-akun atau grub LGBT yang menodai dunia maya. Dukungan berbagai negara dan perusahaan besar yang santer mengucurkan dananya kepada kaum ini pun semakin banyak.
Dilansir dari detik.com sebuah badan PBB, United Nations Development Programme (UNDP) mengucurkan dana sebesar US$ 8 juta (sekitar Rp 108 miliar) untuk mendukung komunitas ini. Tak hanya itu dukungan juga datang dari 200 perusahaan AS termasuk Amazon, Google Alphabet Inc, dan Bank of America (wartaekonomi.co.id).
Pendanaan paling sistematis dan luas disediakan oleh sebuah organisasi Belanda bernama Hivos, bahkan terkadang bersumber dari pemerintah negeri Belanda. Kemudian Ford Foundation bergabung dengan Hivos dalam menyediakan sumber pendanaan bagi organisasi-organisasi LGBT.
Perayaan Pride Mount tahun 2020 yang dibatalkan karena pandemi Covid 19, tetap mendapat dukungan secara online dari perusahaan-perusahaan besar. Sebut saja Unilever Global yang mengubah logo perusahaannya mengikuti identitas warna kebanggaan komunitas LGBTQ, hingga viral terkait wacana boikot Unilever oleh masyarakat Indonesia. Hal ini memperlihatkan bahwa kaum LGBT semakin kuat dan tersistemis dalam menyebarkan virusnya ke seluruh penjuru dunia.
Dunia dengan paham liberalismenya sungguh meniscayakan penyakit LGBT ini semakin menyebar luas bahkan mendapatkan wadah yang bagus untuk tumbuh subur. Dalam paham liberalisme perilaku ini bukanlah suatu penyimpangan, tidak masalah karena termasuk salah satu kebebasan berekspresi. Mereka tidak dihukum karena apa yang mereka lakukan bukan kriminalitas. Mereka babas berbuat apa saja, bebas menyebarkan virusnya ke siapa saja karena dianggap sebagai HAM, bahkan wajib didanai sebesar-besarnya.
Disisi lain ancaman penyakit menular seksual pun terutama HIV/AIDS tak ayal menjadi problematika yang semakin mewabah, kerusakan moral kekerasan dan problem domino lainnya tak dipikirkan oleh para pendukungnya. Bahkan kerusakan ini mengancam generasi muda kita yang dipundkanyalah masa depan dunia ditentukan.
Sungguh akan terjadi kerusakan yang besar jika kita membiarkannya. Terutama jika kita sebagai seorang muslim maka hal ini sama saja dengan menghalalkan adzab Allah, na'udzubillahi min dzalik. Ideologi kapitalis yang meniscayakan paham liberalis terbukti menjadi wadah dimana LGBT ini tumbuh subur dan beranak pinak. Berbeda dengan Islam. Islam datang tidak hanya sebagai agama, tapi juga sebagai aturan yang kompleks dan mengatur seluruh aspek kehidupan.
Islam melarang keras perilaku LGBT ini karena dianggap sebagai hal menyimpang dan tidak sesuai dengan fitrah manusia. RasulullahSAW bersabda: "Allah telah melaknat siap saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth," (HR Ahmad). Islam memiliki solusi preventif (pencegahan) ataupun kuratif (terapi/pengobatan) dalam memberantas LGBT ini.
Solusi prefentif dilakukan dari berbagai lapisan masyarakat mulai dari negara, masyarakat, keluarga hingga perseorangan. Negara wajib membina warga negaranya untuk selalu meningkatkan iman dan taqwanya sehingga rakyat akan terhindar dari perbuatan maksiat seperti LGBT ini. Selain itu negara akan memahamkan rakyatnya bahwa standar perbuatan seorang manusia bukanlah manfaat atau kebebasan, melainkan halal haram. Hal ini dilakukan dengan memfasilitasi rakyatnya baik tua maupun muda untuk senantiasa menuntut ilmu dengan menggratiskan pendidikan.
Masyarakat dalam Islam bukanlah masyarakat yang individualis dan egois, karena Islam mewajibkan setiap masyarakat untuk senantiasa beramar ma'ruf nahi mungkar. Maka sangat sulit paham LGBT ini menyebar di masyarakat Islam dengan karakter masyarakat seperti itu.
Pun di ranah keluarga yang disinilah awal mula pendidikan terhadap anak bermula. Keluarga merupakan benteng pertama penjagaan anak terhadap virus LGBT ini. Penanaman aqidah Islam yang kuat serta seperangkat hukum syara' tentang makhrom dan tarbiyah jinziah termasuk didalamnya batasan aurat dan pemisahan tempat tidur, semua ini merupakan benteng kokoh anak terhadap virus ini.
Negara juga wajib menghilangkan segala bentuk rangsangan atau pemantik perilaku menyimpang ini, mulai dari memberantas pornografi, membatasi konten-konten yang membuka aurat, termasuk melarang opini tentang LGBT yang tersebar di media sosial.
Secara kuratif Islam memiliki sanksi tegas dan membuat efek jera bagi pelaku dannmasyarakat secara global. Yakni hukuman mati bagi pelakunya yang disaksikan oleh masyarakat secara luas. Sebagaimana Hadits riwayat Ibn Abbas: "Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelakunya (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi)," (HR Abu Dawud, Ibn Majah, At Tirmidzi, Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi)
Apabila pelaku belum sampai tataran berhubungan seksual, maka tidakan pencegahan serta terapi oleh ahli akan difasilitasi oleh negara. Karena LGBT dalam ilmu medis merupakan penyakit psikologis yang bisa diterapi dan disembuhkan.
Begitulah solusi yang ditawarkan dalam Islam, hal ini tentu saja disokong oleh sistem politik, ekonomi, sosial yang komperhensif dan memuliakan manusia karena datang dari pencipta manusia yakni Allah SWT. Wallahualambissawab.
Penulis: Shita Ummu Bisyarah