Iffah Muflihah. N, Pemerhati Sosial |
Meski Indonesia sedang menghadapi pandemik, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Plt. Dirjen PAUD Dasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad, menegaskan pihaknya tidak akan memundurkan kalender pendidikan ke bulan Januari. Salah satu alasannya, dimulainya Tahun Ajaran Baru berbeda dengan tanggal dimulainya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) untuk tatap muka.
"Tanggal 13 Juli adalah tahun pelajaran baru, tetapi bukan berarti kegiatan belajar mengajar tatap muka. Metode belajar akan tergantung perkembangan kondisi daerah masing-masing," jelas Hamid seperti dikutip dari laman Kemendikbud (28/5).
Sejalan dengan pernyataan tersebut, ternyata di Surabaya ada 127 anak berusia 0-14 tahun yang dinyatakan positif COVID-19. Fakta ini diungkapkan Koordinator Protokol Komunikasi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, M Fikser. (kumparan.com 07/06/2020)
Nyatanya kebijakan ini tidak didukung sepenuhnya oleh beberapa pihak karena langkah pembukaan sekolah dikhawatirkan dapat mengancam kesehatan anak bisa dilihat bahwa penyebaran virus belum menurun juga diperparah dengan fakta bahwa kasus Covid-19 pada anak di Indonesia cukup besar dibandingkan negara lain.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) terus mengkaji langkah pembukaan sekolah pada 13 Juli 2020. Retno mengungkapkan, dari data Kementerian Kesehatan terdapat sekira 831 anak yang terinfeksi Covid-19 (data 23 Mei 2020). Usia anak yang tertular itu berkisar 0-14 tahun.
"Penularan virus yang mewabah itu terjadi melalui kontak dari orang tua dan keluarga terdekat," ujar Retno dalam keterangan resminya, Rabu (27/5/2020).
Lebih lanjut, data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 129 anak meninggal dunia dengan status pasien dalam pengawasan (PDP). Yang menyedihkan, 14 anak meninggal dengan status positif Covid-19. Terdapat 3.400 anak yang dalam perawatan dengan berbagai penyakit. Dari jumlah itu, ada 584 orang terkonfirmasi positif dan 14 orang meninggal dunia. (okezone.com 07/06/2020)
Kebijakan ini memang perlu dipersiapkan dan dipikirkan secara matang karena menyangkut keselamatan guru, anak-anak, dan pegawai sekolah. Fakta membuktikan bahwa ketika perancis mulai membuka sekolah, ditemukan ada 70 kasus baru. Sementara di Korea selatan ada 79 kasus baru. Indonesiap pun dinilai belum siap dengan kebijakan pembukaan sekolah ini sebab berdasarkan laporan KPAI, baru ada 18 persen sekolah yang siap dengan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 sedangkan 80 persen lebih lainnya tidak siap.
Dan tentunya yang menjadi pertanyaan penting bila anak anak kembali bersekolah adalah bisakah anak-anak tertib memakai maskernya sepanjang waktu disekolah? Bisakah orang tua menjamin anak-anak akan disiplin mengganti masker tiap empat jam pemakaian atau setiap kotor dan basah? Bisakah kita memastikan anak akan tetap jaga jarak 1,5 meter saat jam istirahat karena mereka sedang excited ketemu satu sama lain?
Inilah bentuk kegagalan pemimpin negeri yang menjalankan pemerintahan, bahkan wacana dibukanya kembali sekolah merupakan salah satu pemulihan eklonomi yang direncanakan pemerintah menuju new normal life. Inilah watak rezim ruwaibidhah dimana orang orang bodoh yang mengurusi urusan rakyat. Imam as-Syathibi menjelaskan makna ruwaibidhah bahwa ruwaibidhah adalah "orang bodoh yang lemah, yang membicarakan urusan umum.
Dia bukan ahlinya untuk berbicara tentang urusan khalayak ramai, tetapi tetap saja dia menyatakannya" akibatnya kebijakan yang sering dikeluarklan oleh rezim saat ini sering terlihat inkonsisten, memkasakan bahkan tidak memberikan solusi yang tepat. Maka sosok pemimpin yang pantas berkuasa yang dibutuhkan oleh rakyat untuk mengusrusi setiap urusannya adalah sosok yang memiliki kapabilitas ri’ayah sehingga dia akan fokus mengurusi dan memeberikan solusi atas setiap kebutuhan dan permasalahan rakyatnya.
Jika rakyat dalam kesusahan menghadapi wabah seperti saat ini maka tentunya pemimpin akan hadir di garda tersepan, dia akan melakukan segala upaya maksimal untuk menyelamatkan rakyatnya dari wabah maka kebijakan yang ia keluarkan tentunya kebijakan yang menyegerakan penanganan wabah dan menghentikan penularan sebagaiamana sesuatu tuntunan syari'at. Yakni pemerintah akan bekerja keras dan serius untuk membatasi wabah penyakit di tempat kemunculannya sejak awal.
Negara pun wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya kebutuhan pangan rakyat di wilayah wabah tersebut, Negara juga harus mendirikan rumah sakit, laboratorium pengobatan & fasilitas lainnya untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat agar wabah segera berakhir, adapun orang-orang sehat di luar wilayah yang dikarantina tetap melanjutkan kerja mereka sehingga kehidupan sosial dan ekonomi tetap berjalan.
Penulis: Iffah Muflihah. N, Pemerhati Sosial.