Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)
LorongKa.com - Hari ini tanggal 16 Nopember 2020 diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional. Pertanyaannya, apakah sikap toleransi betul-betul terwujud dalam kehidupan saat ini?
Di tengah-tengah gembar-gembor toleransi, justru yang terjadi di lapangan praktek-praktek intoleransi masih menjadi trend bahkan di dunia barat yang notabenenya tempat lahirnya sistem Demokrasi. Kasus penistaan kepada Nabi Muhammad Saw yang di legitimasi oleh Perancis mencoreng muka kampanye hari toleransi. Bahkan di saat kaum muslimin di seluruh belahan dunia bangkit membela kehormatan Nabinya, justru dengan entengnya kaum radikalis Islam yang dijadikan kambing hitam.
Bukankah semua kaum muslimin sudah membaca hadits bahwa tidak sempurna iman seorang muslim hingga Nabi Saw dicintainya melebihi dirinya, bapaknya dan seluruh manusia? Bukankah ulama kaum muslimin juga sudah bersepakat bahwa sangsi terhadap penista Islam termasuk penista Nabi Saw adalah hukuman mati? Hal ini misalnya dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Ash-Sharimul Maslul ala Syatimir Rasul (Pedang Terhunus Atas Penista Rasul). Begitu pula Al-Qadhi Fudhail bin Iyadz dalam kitabnya Asy-Syifa. Jadi apakah makna toleransi itu adalah kebebasan untuk menghina Islam dan menistakan Nabi Muhammad Saw?
Di tengah kemarahan kaum muslimin dengan seruan boikotnya terhadap produk Perancis, anehnya beberapa negara Eropa memberikan dukungan kepada Perancis. Seolah kasus penistaan terhadap Islam dan Nabi Saw bukanlah sesuatu yang besar. Kembali Greet Wilders melakukan penistaan dengan melangsir kartun Nabi Muhammad Saw.
Jadi antara kampanye toleransi dengan aturan hukum yang dipakai untuk mewujudkan toleransi ada gap yang besar. Harapannya toleran, akan tetapi Kapitalisme termasuk Komunisme justru menjadi mesin yang menghasilkan intoleransi itu sendiri.
Kapitalisme yang menempatkan modal sebagai penggerak semua bidang, telah menjadikan hanya sekitar 1% yang menguasai aset kekayaan alam. Tidak perlu kita pungkiri. Bukankah gerakan Occupy Wall Street sudah membuktikannya. Lihatlah poster "We Are 99" yang hanya menjelaskan pada kita akan ketimpangan ekonomi yang akut. Begitu pula hak konsesi hutan menjadi alasan mendasar bagi terulangnya kasus karhutla yang beberapa kali terjadi di Indonesia.
Apakah dengan doktrin freedom bagi individu mampu mewujudkan doktrin toleransi? Apakah kasus Ras Apartheid dengan pahlawannya yakni Nelson Mandela itu terjadi dari dunia Islam? Sekali-kali tidak. Bahkan di AS, baru-baru ini tercoreng oleh aksi rasis yang menyebabkan terbunuhnya George Flyiod yang berkulit hitam. Begitu pula, manakah toleransi ketika kaum muslimin di Palestina, Suriah, Uighur, dan yang lainnya dibantai dan menderita?
Setali tiga uang dengan Kapitalisme, Komunisme dengan dokrin Materialisme Historisnya yang bersemboyan Masyarakat tanpa kelas, hanya melahirkan pertentangan dengan fitrah manusia. Bagaimana mungkin bisa terwujud sebuah tatanan masyarakat yang didoktrin dengan menghilangkan ghorizah baqo dan bahkan naluri tadayyunnya? Memang mustahil. Akhirnya mau tidak mau, jalan revolusi adalah metode yang ditempuh guna mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Semakin menumpuk dosa intoleran yang dilakukannya.
Oleh karena itu sangat urgen menemukan rumusan konsepsi aturan yang mampu mewujudkan toleransi yang bermartabat. Ideologi Islam yang sempurna telah memberikan panduan lengkap dalam hal toleransi.
Asas mendasar toleransi dalam Islam adalah pandangan bahwa semua manusia memiliki hak-hak mendasar yang harus diperhatikan. Untuk selanjutnya, rumusan konsepsi dilaksanakan guna terwujudnya hak-hak mendasar manusia. Adapun hak-hak mendasar tersebut adalah hak untuk terjaga agama, harta, jiwa, kehormatan dan negaranya.
Islam menghormati setiap orang memeluk agama yang diyakininya. Hal ini ditegaskan dengan larangan mencela peribadatan orang lain. Hanya saja tatkala seseorang sudah memeluk Islam maka murtad adalah kejahatan besar yang diberi sangsi dengan hukumab mati. Ini adalah hak Islam untuk mengatur umatnya sendiri.
Tentunya termasuk bagian dari penjagaan terhadap ajaran Islam yang mulia. Juga Islam memberi sangsi yang tegas terhadap penistaan terhadap ajarannya. Secara rasional, setiap orang tidak akan rela keyakinan dan agamanya dinista dan dinodai oleh siapapun dalam bentuk apapun.
Dalam ekonomi, toleransi kesejahteraan Islam itu bisa dirujuk pada Surat al-hasyr ayat 7 yang menyebutkan bahwa hendaknya harta tidak berputar di seputar orang kaya saja. Artinya di dalam harta orang kaya, ada hak fakir dan miskin serta orang-orang yang membutuhkannya. Zakat, infaq dan shodaqoh menjadi ajaran yang mewujudkan toleransi ekonomi tersebut. Bahkan kekayaan alam yang melimpah dijadikan sebagai aset umum yang dikelola negara. Agar nasib masyarakat umum tidak berada di bawah belas kasih orang-orang kaya.
Demikianlah sekelumit mengenai konsepsi toleransi dalam bingkai aturan Islam. Kembali ke judul artikel ini, Hari Toleransi Internasional, Akankah Toleran? Tentu saja menjadi tugas bersama kaum muslimin untuk memasarkan konsepsi Islam yang akan mampu mewujudkan toleransi yang bermartabat. Sebuah toleransi yang menempatkan manusia berada dalam tatanan kehidupan yang beradab, terwujud di dalamnya keadilan dan ketenangan.
Penulis: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)