LorongKa.com - Kejadian memalukan sekaligus memilukan terjadi pada aparat pertahanan dan keamanan kita. Ramai pemberitaan tentang kendaraan taktis (rantis) yang dimiliki oleh Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia (Koopssus TNI) meraung-raung di Petamburan persis di depan gang markas Front Pembela Islam (FPI). Seolah sedang melawan musuh negara, dengan dikawal polisi militer (POM), sejumlah prajurit tampak gagah menunjukkan kehebatannya. Lebih mencengangkan lagi, berbagai media mengabarkan adanya penurunan baliho yang melibatkan TNI. Alih alih mendapatkan pujian dari masyarakat, justru kejadian ini menimbulkan riak tawa para nitizen karena dianggap hanya menakut nakuti warga sipil dalam hal ini FPI.
Menurut Pengamat militer Fahmi Alfansi Pane, tugas TNI adalah menghadapi bahaya yang sudah jelas jelas mengancam pertahanan NKRI, seperti terorisme, separatisme dan beragam ancaman hibrida (campuran). Sehingga bukan ranah tentara untuk mengurusi FPI. Lebih jauh beliau mengungkapkan bahwa "Terorisme yang bergerak di wilayah tertentu masih berlangsung hingga hari ini, seperti di Poso dan Papua. Meski beberapa hari lalu dua terduga teroris telah diselesaikan operasi gabungan TNI dan Polri," ujarnya. (Republika 20 November 2020).
Pernyataan yang terkesan melecehkan prajurit datang dari juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom. Menurutnya, TNI hanya berani melawan warga sipil dan tidak berani melawan TPNPB-OPM. "Paradise Papua milik TPBNB-OPM, jadi tidak mungkin TNI mampu. Karena ada tiga faktor mendukung TPNPB, yaitu TPNPB mendapat dukungan dari semua makhluk ciptaan Tuhan yang hidup di Bumi Paradise Island of Papua, dan juga TPNPB mendapat dukungan dari semua pejuang dan rakyat orang asli Papua yang mau merdeka," tuturnya menjelaskan. (Republika, 21 November 2020).
Begitulah aksi blunder yang dilakukan sejumlah prajurit Hankam. Tugas utamanya terhantam oleh elit kekuasaan. Sangat disayangkan apabila pasukan elit Hankam saat ini justru tidak berfungsi sebagaimana mestinya, malah digunakan sebagai alat untuk mengintimidasi rakyat. Pasukan yang dibanggakan sebagai pembela negara dan sebagai penjaga stabilitas keamanan negara justru tercoreng oleh aksi yang sepatutnya tidak perlu dilakukan.
Inilah keadaan pasukan elit di sistem negara yang tak elit. Pasukan elit seringkali terseret menjadi alat kekuasaan, bukan lagi menjadi alat untuk mempertahan kedaulatan dan keamanan negara. Prajurit yang sudah terlatih dengan segala kemampuannya, seharusnya lebih fokus terhadap tugas utamanya dan berlepas dari dukung mendukung rezim yang berkuasa. Alih-alih menunjukkan kekuatan di Laut China Selatan untuk mengusir kapal China yang melanggar batas teritorial negara, malah pamer kekuatan di Petamburan.
Berbeda dengan perlakuan sistem negara Islam terhadap pasukan elit ini. Daulah Islam menempatkan prajurit sebagai bagian penting perlindungan kedaulatan dan perluasan pengayoman Islam terhadap umat manusia melalui jihad. Keberadaannya merupakan pilar tegaknya negara. Al Jaisiy atau tentara mempunyai tugas yang mulia dalam Islam. Pertama adalah jihad fi sabilillah, baik dalam konteks mempertahankan wilayah negara dari serangan musuh, maupun menyerang negeri-negeri kufur (futuhat) untuk melenyapkan penghalang dakwah. Tugas kedua adalah menyebarkan Islam dengan dakwah fikriyyah di tengah penduduk negeri-negeri yang telah dibebaskan. Sedangkan tugas yang ketiga adalah mempertahankan eksistensi negara dari ahlul bughât.
Dengan tugas dan fungsinya yang begitu mulia, maka militer jauh dari kepentingan kelompok, partai ataupun pihak-pihak tertentu. Mereka bekerja untuk sistem Islam yang mulia, bukan kelompok, perorangan ataupun kroni. Maka dari itu, untuk menjalankan tugasnya, keimanan adalah pondasi yang harus diperkuat oleh seorang prajurit. Ditambah lagi karakter yang harus dimiliki seperti keikhlasan, akhlak yang baik, tawadhu, jujur, amanah, berwibawa dan tegas. Inilah prajurit sejati yang kita rindukan saat ini.
Penulis: Hessy Elviyah (Founder Kajian Muslimah MQ Lovers Bekasi)