Ai Siti Nuraeni (Ibu Rumah Tangga)
LorongKa.com - Tak kenal maka tak kebal. Jargon ini digunakan oleh gugus tugas penanganan Covid-19 dalam mensosialisasikan program vaksinasi kepada masyarakat luas sejak awal November 2020 lalu. Tujuan dari sosialisasi ini tidak lain untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya vaksin untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) agar pandemi segera bisa diselesaikan.
Dadang M. Nasser selaku Bupati Kabupaten Bandung meminta masyarakat untuk ikut menyukseskan program vaksinasi tersebut dan mengingatkan agar tidak termakan hoaks Covid-19. Karena vaksin yang digunakan sudah dinyatakan halal oleh MUI, akurasinya juga sudah diuji coba, sehingga BPOM sudah mengeluarkan izin edarnya meskipun berupa izin darurat.
Dalam acara vaksinasi di RS Unggul Karsa Medika di Kecamatan Margaasih, Dadang juga menegaskan bahwa gerakan vaksinasi adalah upaya pemerintah dalam melindungi masyarakat agar penyebaran Covid-19 bisa diatasi. Maka bagi masyarakat yang menolak divaksin, ia meminta agar memberikan alasan yang jelas. Karena jika masyarakat memenuhi standar tapi tidak mau divaksin akan ada denda. (RRI.co.id /14 Januari 2021).
Untuk merealisasikan program vaksinasi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Grace Mediana telah menyiapkan 80 titik lokasi yang bisa dipilih oleh tenaga kesehatan yang dikira lokasinya paling dekat dengan tempat tinggal atau tempat kerjanya. Grace pun memastikan 7.560 dosis vaksin yang telah sampai ke Kabupaten Bandung telah disimpan dengan aman di sebuah gudang yang dirahasiakan lokasinya. (news.detik.com/13 Januari 2021).
Kehadiran vaksin ditengah pandemi tidak bisa dipungkiri memberikan secercah harapan bagi masyarakat dunia agar situasi buruk bisa berakhir. Sayangnya tidak semua warga dunia menyambut baik kehadirannyai, bahkan masih banyak dari mereka yang merasa enggan untuk mendapatkan vaksin meskipun diberikan secara gratis.
Banyak faktor yang melatarbelakangi keengganan masyarakat untuk divaksin, diantaranya seperti keraguan akan efektivitas vaksin, kekhawatiran pada efek jangka pendek dan panjang, serta dipengaruhi arus hoaks di media sosial dari kelompok anti-vaksin.
Adanya kelompok masyarakat yang menolak divaksin menunjukkan bahwa pemerintah telah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya. Rakyat sudah lelah dengan kebijakan awal pemerintah dalam menangani pandemi yang terkadang berubah-ubah, maka saat pandemi semakin menyebar pemerintah kelabakan dan rakyat sudah tidak mau mengikuti aturan penguasa lagi yang kini sudah serius.
Pandemi Covid-19 adalah masalah global yang tidak boleh dianggap remeh, karena terbukti telah merenggut jutaan nyawa, melumpuhkan perekonomian dunia dan menjadi pemicu munculnya masalah-masalah yang lain. Perlu penanganan yang cepat, tepat dan tidak main-main. Penerapan protokol kesehatan yang bersifat individu seperti memakai masker, rajin mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak saja tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan pandemi, melainkan diperlukan peran dari negara.
Penguasa memiliki peran yang besar dalam menangani pandemi karena kedudukannya sebagai pembuat kebijakan yang akan diberlakukan pada seluruh warga negaranya. Negara juga bertanggung jawab menyediakan obat, vaksin hingga peralatan kesehatan dan sarana lain yang dibutuhkan untuk mengobati rakyat yang terinfeksi serta mencegah rakyat lain yang sehat tertular.
Sayangnya kas negara tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan itu sehingga keputusan untuk mengambil utang luar negeri diambil kembali sekalipun utang sudah menggunung. Pemerintah juga mulai menyasar dana zakat, sedekah hingga wakaf untuk dijadikan uang tambahan dalam mencukupi kebutuhan negara dimasa pandemi. Namun anehnya sumber daya alam (SDA) Indonesia yang sangat melimpah tidak dimanfaatkan dan malah diserahkan pengelolaannya pada pihak swasta asing.
Semua kebijakan diambil karena Indonesia masih mengambil sistem kapitalisme dalam setiap sendi kehidupan. Akibatnya kesejahteraan hanya dirasakan segelintir orang dan mayoritas masyarakat sisanya harus berjibaku berjuang sendiri untuk mencari sesuap nasi. Miris memang, negeri yang dikenal kaya akan sumber daya alam ini seakan tidak punya dana pribadi yang cukup untuk menyediakan obat dan vaksin bagi seluruh warga, mencukupi kebutuhan pokok, memberikan pelayanan tes swab gratis dan berbagai sarana lain yang diperlukan saat pandemi.
Kondisi ini seratus delapan puluh derajat berbanding terbalik dari sebuah pemerintahan yang menerapkan sistem Islam. Aturannya yang sempurna mampu memecahkan seluruh problematika manusia dengan cepat, tepat dan efektif termasuk permasalahan pandemi.
Sejak awal adanya pandemi, negara yang berpijak pada hukum Islam akan memberlakukan lockdown lalu memisahkan warga yang sakit dan sehat. Kebutuhan warganya akan disuplai selama karantina wilayah ini agar masyarakat tercukupi kebutuhannya kala menjalani isolasi mandiri. Negara juga akan mengerahkan semua ahli dan memberi mereka dana penelitian yang cukup agar bisa menemukan obat serta vaksin untuk menangani wabah. Maka mutu dari obat dan vaksin yang dihasilkan bisa diketahui oleh negara karena prosesnya diawasi sendiri.
Setelah itu lembaga penerangan akan mempublikasikan tata cara penanganan wabah pada masyarakat dengan sejelas-jelasnya sehingga tidak ada celah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab menyebar hoaks. Dengan segala sikap serius ini kepercayaan masyarakat akan mudah diraih dan rakyat akan dengan sukarela membantu negara dalam menyukseskan segala program penanganan wabah termasuk vaksinasi. Dengan begitu tercipta kekompakan antara masyarakat umum, para ahli dan pemerintah dalam menangani wabah ini.
Perbedaan sikap dari negara pengemban kapitalis dengan Islam adalah para pengemban kapitalis hanya mementingkan tercapainya materi dalam setiap kebijakannya meski harus mengorbankan nasib rakyat. Sedangkan dalam Islam pemerintah bertindak sebagai raa'iin atau pengurus dari urusan rakyatnya yang didasari keimanan dan ketundukan pada perintah Allah Swt. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang artinya:
"Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. " (H.R Muslim).
Maka tidak aneh jika pemimpin dalam daulah Islam itu akan senantiasa memutar otak dan bekerja sepenuh hati dalam melayani rakyatnya. Kepemimpinan seperti inilah yang akan dirindukan rakyat dan diikuti setiap kebijakannya. Kepemimpinan semacam ini pernah terwujud dimasa Rasulullah, para Khulafaur Rasyidin serta Khalifah setelahnya. Meski sudah hampir satu abad kita diatur oleh kapitalisme bukan tidak mungkin untuk menciptakan kembali kepemimpinan Islam yang bisa kita wujudkan kembali dalam bentuk daulah khilafah Islam yang sesuai dengan metode kenabian. Dan sekaranglah waktu yang tepat untuk memperjuangkannya. Wallahu a'lam bish shawaab.
Penulis: Ai Siti Nuraeni (Ibu Rumah Tangga)