Yayat, Kader Gerak Misi dan HMI Cabang Gowa Raya. |
(Yayat, 22 Juli 2021)
LorongKa.com - Dalam lingkup negara Indonesia, sebagian wilayah atau daerah masih dikabarkan sebagai zona merah penyebaran Corona virus. Maka kekuasaan atau pemerintah seolah memberikan solutif atas penanganan masalah (Penyebaran Corona Virus) dalam hal melakukan pembatasan terhadap aktivitas sosial kolektif khususnya di lingkup negara kesatuan republik Indonesia.
Pembatasan tersebut di beri nama PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). PPKM diterapkan oelh pemerintah sejak awal tahun 2021sebagai representatif kepedulian pemerintah terhadap sosial kolektif. Namun coba kita analisa secara seksama terkait dengan kebijakan pemerintah tersebut dengan fakta-fakta lapangan karena seringkali terjadi mis komunikasi antara kebijakan dan fakta di lapangan.
Sebelum PPKM hadir sejumlah istilah di munculkan semisal PSBB, SOCIAL DISTANCE, DLL. Namun jika kita reflektif istilah-istilah tersebut secara esensial tidak jauh beda dengan PPKM yang saat ini di berlakukan oleh pemerintah bahkan bisa di katakan sama saja antara PPKM dengan istilah-istilah sebelumnya. Pada tulisan sebelumnya ,di terangkan bahwa PSBB adalah sebagai Komedi belaka saja karena fakta lapangan yang memberikan gambaran terkait dengan statement tersebut.
Nah, begitupula dengan pemberlakuan PPKM saat ini, saya anggap bahwa PPKM hanyalah sebagai orkestrasi pemerintah untuk bagaimana mengembalikan elektabilitasnya karena pada dasarnya sudah banyak issue-issue tentang mosi tidak percaya masyarakat terhadap pemerintah itu sendiri. Namun pada kenyataannya, pemerintah yang ingin mengembalikan elektabilitasnya di tengah masyarakat dengan instrumen PPKM, amat sangat ironis karena hanya memunculkan ambiguitas Masyarakat untuk memandang kinerja pemerintah saat ini di tegah pandemi Corona virus.
Pemerintah menggaungkan kepada khalayak kolektif, bahwa kita mesti Septi terhadap penyebaran virus tersebut, jaga jarak, dilarang berkerumun, dan segala macamnya. Sedangkan sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan bahwa kerumunan tersebut masih amat banyak kita saksikan baik di pasar tradisional, Mall, Mini Market Dll. Yah, Pemerintah memberikan batasan waktu - Jam terhadap aktivitas sosial terkhusus pula pada Rana Pasar dll. Nah, pertanyaan besar yang muncul adalah bahwa apakah persoalan penyebaran Corona Virus telah Ditentukan Jamnya atau Bagaimana? Karena fakta lapangan menerangkan hal demikian, bahwa pagi hingga sore hari aktivitas sosial kolektif berjalan normal seperti halnya tak ada apa-apa yang terjadi.
Dengan hal tersebut, tentu banyak yang beranggapan bahwa pandemi ini hanyalah konspirasi belaka, Kebijakan pemerintah (PPKM) hanyalah lelucon - Komedi dan pihak yang di tugaskan untuk menerapkan kebijakan selaku Komedian saja. Namun, saya anggap itu hanya sebagai dugaan sosial terhadap kinerja pemerintah dan bukan sesuatu yang mesti di salahkan karena praduga tak bersalah tersebut di benarkan dalam hukum di negara Indonesia.
Dengan kejadian yang diterangkan di atas, saya anggap bahwa Negara kita adalah Negara Lucu. Dilain sisi pula, kejadian itu, satu persatu menggaungkan issue tentang mosi tidak percaya hingga pada issue Presiden harus turun Tahta. Jika kita melihat issue yang berkembang, itu adalah representatif dari keresahan masyarakat yang resah atas kinerja dari Presiden RI beserta kebijakan-kebijakan yang di keluarkan.
Baiklah, Pastinya ada yang beranggapan bahwa yang mesti di kecam dan disoroti adalah bawahan dari presiden tersebut. Yah, tapi Bagaimana dengan posisi atasan yang selaku nahkoda kapal?, Tentunya akan kembali pada Presiden selaku orang nomer satu dalam suatu negara. Gaungan issue terkait dengan Presiden harus turun Tahta adalah hal yang amat sexy serta sudah lumrah menjadi konsumsi publik. Kita coba sedikit refleksi atas jejak historis gerakan di tahun 1965 hingga 1998. Banyaknya persoalan di dalam tatanan kehidupan masyarakat menjadi dasar hadirnya letupan gerakan skala besar di berbagai wilayah di Indonesia.
Nah, dalam kondisi sekarang, hal yang pernah terjadi sebelumnya berpotensi terjadi kembali yaitu aksi demonstrasi skala besar terkait dengan issue presiden harus turun tahta dan atau lengser dari jabatannya karena kecemasan besar masyarakat saat ini amat sangat jelas, terangnya lagi di dalam aturan main pemerintah (PPKM) akan menjadi landasan daripada gerakan tersebut. Pasalnya, jika kita melirik pada dinamika gerakan di tengah kebijakan pemerintah (PPKM), beberapa waktu lalu di salah satu wilayah di Indonesia yaitu Ambon, hadir gerakan besar yang membawa Issue tentang PPKM, di bubarkan oleh aparat kepolisian yang notabene adalah instrumen kekuasaan dengan alibi yang kurang rasional salah satunya adalah pelarangan untuk berkumpul - berkerumun. Hal tersebut memperkuat dugaan bahwa kehadiran PPKm adalah sebagai representatif dari upaya pembungkaman demokrasi di negara Indonesia.
Terlepas daripada itu, semestinya pemerintah memaparkan secara transparansi di khalayak umum terkait dengan eksistensi dari Corona Virus tersebut serta sebelum merekonstruksi kebijakan untuk di terapkan, semestinya pemerintah memperjelas terkait dengan bagaimna dan apakah sembako tersalurkan secara merata atau tidak.
Bukan hanya itu, pemerintah juga mesti tegas untuk penerapan kebijakan karena ketakutannya saya adalah jangan sampai terdapat social Diskriminatif yang memicu lahirnya suatu konflik. Jika hal tersebut memang tidak di tunaikan oleh pemerintah maka benar dugaannya saya bahwa presiden selaku orang nomer satu di Indonesia tidak layak untuk memimpin dan atau mesti lengser dari tahta kekuasaan. Belum lagi, aksi demonstrasi skala besar di beberapa wilah di Indonesia juga akan hadir akibat daripada negara yang saya anggap lucu saat ini.
Penulis : Yayat (Kader Gerak Misi Dan HmI Cab.Gowa Raya)