Ulianafia
LorongKa.com - Kondisi sulit seperti wabah covid-19 yang melanda hari ini memang bisa memunculkan berbagai masalah dan konflik. Selain, pola kehidupan yang harus berubah namun juga tidak kekerasan pun bisa bertambah. Apalagi di kehidupan sistem kapitalisme sekuler liberal ini.
Lihat saja, bagaimana pasien covid yang dianiaya warga hingga banyak belur. Kemudian tim pemakaman jenazah pasien Covid di Jember, dilempari, dipukul hingga dibanting oleh salah satu keluarga korban (kompas.com).
Tentu, ini hanyalah sedikit gambaran wajah asli dari masyarakat kapitalis sekuler liberal yang berkuasa hampir seabad ini. Kapitalisme yang menjadikan manusia menghambakan kepada kepuasan semata. Sebagaimana pencetus kapitalisme sendiri Adam Smith, yang mengatakan bahwa keinginan(nafsu) manusia itu tidak terbatas. Dan ia bernilai positif. Karena dengannya akan mendorong manusia untuk kemajuan dalam kehidupan.
Sedangkan sekuler sebagai asas kapitalisme sendiri akan membentuk manusia yang jauh dari tuhannya, yaitu menjauhkan agama dari kehidupan. Masyarakat yang demikian tidak mengenal jati diri, berburu gaya hidup, popularitas, kedudukan dan jabatan dengan mengabaikan perintah dan larangan agama.
Agama dianggap sebagai penghambat kehidupan dan kemajuan. Jadilah agama haram untuk dijadikan sandaran dalam kehidupan. Agama hanya boleh pada ranah ritual belaka.
Padahal ini hanya terjadi pada agama non islam. Sedangkan, dalam agama islam sebaiknya yaitu wajib menjadikan agama sebagai petunjuk seluruh aspek kehidupan. Barulah umat muslim akan mampu merasakan kejayaan dan keagungan dalam kehidupan.
Masyarakat sekuler akan cenderung liar dalam pemenuhan keinginan hidupnya. Mereka akan berusaha sekuat-kuatnya dengan menghalalkan segala cara untuk memenuhi nafsunya yang jauh dari tujuan hidup sesunggguhnya. Serampangan dan gegabah dalam menjalani hidup demi pemenuhan kepuasan semata adalah tabiat nafsu manusia.
Selanjutnya, liberialisme menimbulkan sifat serba bebas. Dimana Hak Asasi Manusia (HAM) dijadikan payung hukumnya. Apapun dan bagaimanapun tingkah polah manusia, selagi ia tidak menganggu kepentingan yang lain (dalam versi kapitalis) maka harus dilindungi. Bertabrakan dengan nilai-nilai agama bukan masalah seperti, berpakain terbuka atau bahkan telanjang, pacaran, zina, menghambur-hamburkan uang serta kebebasan menguasai sumber kekayaan alam dan semisalnya.
Namun sekarang ditengah pandemi yang hampir dua tahun lebih ini. Dimana penanganan dan solusi yang diambil dipenuhi berbagai kepentingan. Sehingga, bukan penyelesaian yang didapat melainkan keruwetan dan semakin kompleksnya masalah yang ditimbulkan. Baik kemiskinan, kekerasan baik dalam keluarga, medis, maupun antar warga, kebodohan karena pendidikan yang tidak efektif, sampai pada kematian yang tinggi.
Inilah akibat paten dari watak kapitalisme sendiri, karena untung rugi menjadi poin utama yang tidak bisa diduakan. Jadilah, pandemi bukanlah prioritas utama bagi negara, sedang rakyat terus dalam penderitaan yang semakin bertambah tanpa ada perlindungan yang berarti dari negara.
Sedang di sisi lain ada masyarakat yang berkemampuan namun harus menjalani kehidupan yang serba terbatas, tidak bisa melakukan segala keinginannya secara bebas dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Jadilah perasaan sempit, terkunkung, amarah, stres, tidak mampu berfikir jernih akan memenuhi sanubarinya.
Hal ini tiada lain karena masyarakat terbiasa dalam kehidupan yang mengagung-agungkan kebebasan. Sebagaimana kebebasan yang telah dicekokkan kepada umat semenjak keruntuhan islam yang hampir seabad lamanya. Sehingga sekali ada kondisi yang mengharuskan memenuhi banyak aturan, mereka tidak akan mampu berfikir lapang. Dimana ego telah menguasai akal. Jadilah, tindakan yang dilakukan akan berhujung pelampiasan pada ketidakterimaannya pada kondisi yang terjadi. Sekalipun, mengancam keselamatan diri sendiri maupun orang lain.
Akan berbeda halnya dengan Islam. Dimana umat dibentuk mengenal Tuhan Penciptanya, mengetahui tujuan hidupnya serta keterikatan pada syari'at Islam diseluruh aktivitasnya. Dengan kehidupan yang diwarnai ketaatan yang totalitas untuk mencapai tujuan hidup, maka akan menjadikan mereka lebih mudah dalam menjalankan berbagai aturan untuk penanganan wabah seperti hari ini. Sebab, umat islam tidak bersandar pada kesenangan dan kepuasan semata melainkan pada murka dan ridho Allah. Jika, aturan itu diketahui untuk kemaslahatan maka dapatlah dengan mudah mereka jalankan. Tanpa harus dipenuhi berbagai pertentangan dan kerusuhan. Yang tentu didukung oleh perlindungan yang penuh dari negara, baik untuk kebutuhan sehari-hari, kesehatan dan juga pendidikan
Islam sebagai agama universal memiliki solusi atas setiap persoalan kehidupan. Baik dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, sampai pada keamanan. Negara ada dan berdiri untuk masyarakat. Bekerja untuk menjamin terpenuhinya semua kebutuhan masyarakatnya, tanpa terkecuali baik muslim maupun non muslim.
Pemahaman yang benar akan kehidupan dan tujuan hidup serta keberadaan negara sebagai perisai dan junnah bagi rakyat akan menjadikan umat muslim selalu dalam kebaikan. Umat tidak akan mudah terlemahkan hanya karena suatu perubahan kondisi tertentu. Sebagaimana sabda Rosulullah saw, "Jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya".
Penulis: Ulianafia.