LorongKa.com - Istilah childfree belakangan menjadi topik hangat yang ramai diperbincangkan warganet di berbagai platform media sosial. Topik itu terangkat ketika salah satu selebgram perempuan mengungkapkan keputusannya bersama pasangan untuk tidak memiliki anak atau childfree.
Childfree, dalam dictionary.cambridge.org, childfree merupakan istilah yang dipakai untuk merujuk orang yang memilih tidak mempunyai anak, atau tempat atau situasi tanpa anak. Marriage is okey but have children is no.
Berbagai alasan klasik melakukan childfree adalah karena faktor finansial. Kerja keras siang malam harus dilakukan orang tua sehingga pengawasan tehadap anak terabaikan. Jadilah anak-anak tumbuh kurang sayang, suka ber-ulah, membuat lingkungan kecewa.
Sisi lain ada juga yang beralasan ingin hidup tenang, bermesra terus dengan pasangan. Dari pengamatan sekitar, punya anak itu repotnya luar biasa. Anak baru satu masih belum ada pengalaman, tryal eror. Anak kedua, ketiga semakin bertambah saja kerepotan mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. İni merupakan penderitaan bagi kaum ibu, sampai tak ada waktu lagi untuk mengurus dirinya. Kesehatan terabaikan, penampilan tampak asal, wajah lelah kuyu kecapaian.
Bahkan masih banyak alasan yang terkesan dipaksakan seperti menambah anak berarti ikut andil membebani bumi dengan polusi, menciptakan kerusakan, kriminalitas diantara sesama manusia.
Gagasan Fasad, Buah Nafsu Akal Manusia
Begitulah, gempuran ide childfree ditengarai tak lebih propaganda kaum feminis yang bernafaskan sekularisme. Kilah mereka adalah untuk memerdekakan kaum hawa, dari kekangan diskriminasi nilai adat serta agama. Padahal pilihan punya anak atau tidak itu ada ditangan seorang wanita. My body is my authority .Tubuh perempuan adalah miliknya sendiri, tak boleh ada campur tangan orang lain.
Tak jarang ide dari para propagandis ini gayung bersambut dengan pendapat para pakar ilmu jiwa. Yang mengisyaratkan
ada atau tidaknya keinginan memiliki anak harus dikembalikan pada kesiapan mental, diskusi matang dengan pasangan.
Sekilas, ide childfree tampak keren dan cukup milenial. Tak ada beban berat, hidup serba praktis dan sekilas selalu bahagia. Padahal jika dikritisi, saat ide ini berhasil menyebar ke semua kalangan apa yang bakal terjadi kalau bukan loss generation. Bumi akan kehilangan penduduknya, secara perlahan. Kepunahan akan mengancam peradapan. Lalu, siapa yang akan memimpin dunia? Padahal sudah menjadi ketetapanNya, Dia hendak menjadikan para manusia pilihan sebagai Khalifatullahi fil ardhy untuk mengemban tugas kerisalahan yang mulia.
İslam Memberikan Pencerahan
Pada hakekatnya segala peristiwa yang dilakukan oleh manusia baik itu berupa kebaikan maupun keburukan tak terlepas dari pemahaman atau hasil berpikir seseorang. Berkaitan dengan hal ini, tentu dibutuhkan sebuah dimensi yang berperan sebagai landasan atau asas berpikir.
Demikian juga dengan childfree, berawal dari ide atau gagasan kemudian teraktualisasi dalam sebuah perbuatan. İslam meletakkan qoidah kulliyah terkait perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Al af'aalu ibad taqoyyud bi ahkamu asyar'i. Artinya, manusia dalam kedudukannya sebagai hamba Allah segala perbuatan nya tidak ada yang bebas tanpa kendali. Melainkan terikat dengan hukum syara' yang bersifat taklifi yaitu wajib, sunnah, makruh, mubah, haram. Menikah merupakan perintah agama, termasuk tugas melangsungkan adanya keturunan.
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”
Prinsip ' my body is my outhority' tubuhku sepenuhnya adalah milikku, pemikiran itu fasad karena terbukti realitanya tidak benar. Tidak ada manusia yang tiba- tiba lahir di dunia memiliki kelengkapan organ tubuh, hingga bisa menjalankan berbagai aktivitas tanpa peran Pencipta. Semua itu milik Allah, dari sejak mulai lahir di dunia, Allah Swt telah memberikan potensi an na'uq yang secara makna memiliki perasaan cinta untuk melestarikan keturunan. Potensi ini bersifat baku, tak bisa diingkari oleh siapapun. Gambaran ini bisa terlihat saat seorang ibu yang baru melahirkan dengan serta merta ia rengkuh dengan belaian cinta. Badan yang masih menanggung sakit luar biasa, luluh sirna terkalahkan oleh lengkingan tangis dan senyum bayi mungil. MemberikanASI terbaik, menggendong dan merawat penuh belaian cinta.
Bagi seorang laki- laki, setelah panggilannya berubah menjadi ' ayah' maka dengan semangat tanpa kenal lelah, berjuang untuk menghidupi anak istrinya. Bagi ayah ibu, sedikitpun tak ada rasa terpaksa. Semua mengalir menjadi sebuah tanggung jawab seiring kedewasaan cara berpikir keduanya.
İnilah sunatullah, mekanisme dari naluri cinta yang unik luar biasa. Tak jauh beda seperti tubuh ini saat perlu air dan makanan. Pada batas tertentu tetap tak bisa dialihkan kecuali dengan asupan. Demikian pula hasrat mencari dan beribadah kepada Allah Swt, adalah sebuah kebutuhan bagi hamba agar menemukan titik ketenangan.
Maka, saat semua itu diingkari, dialihkan sudah bisa dipastikan childfree akan menyebabkan persoalan atau bentuk kegoncangan lain di tengah masyarakat. Secara individu, mereka akan kehilangan pelanjut keturunan, serta tempat bergayut di masa tua. Meskipun berkilah ada perawatan panti- panti jompo, namun tetap tak akam bisa menebus kehangatan hidup ditengah- tengah anak cucu mereka.
Belum lagi ancaman peradapan, loss generation. Jumlah manusia- manusia yang beriman akan semakin berkurang karena telah termakan opini negatif childfree. Hal ini sangat bertolak belakang dengan maksud Allah untuk menjadikan para manusia pilihan sebagai khalifatullahi fil ardhi. Sebagai wakil Allah untuk menerapkan tuntunan syariat. Lebih dari itu untuk mempersiapkan segala daya kekuatan untuk mewujudkan bisyarah kedua Rosulullah merebut kemenangan atas kota Roma. İni tentu membutuhkan jumlah kaum Muslim yang nyaris tak terbatas jumlahnya termasuk kualitas iman menuju sempurna.
Hanya dengan sistem kehidupan Islam, yang berasaskan aqidah İslam berpayung syariat Allah Swt, akan meniscayakan terwujudnya keserasian hidup bagi masyarakat. Sistem yang shahih akan melahirkan pemimpin mulia yang siap mengurus rakyat atas kebutuhannya. Menyingkirkan segala penghalang, termasuk serangan- serangan busuk pemikiran dari musuh Islam.
Propaganda childfree tak akan ada lagi kecuali bagi individu sindiq yang jumlahnya tak seberapa.
Atas semua itu, Rasul pun tersenyum bahagia menunjukkan kemenangan atas jumlah umatnya yang terbanyak di hadapan para Nabi yang lain.
“Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat,” Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik. Wa Allahu alam.
Penulis: Wahibah.