Syahrir |
Kopi kadang kala juga sering dianggap sebagai minuman untuk begadang yang biasanya digunakan untuk para aktivis atau kalangan orang-orang yang suka diskusi sampai pagi dan bahkan orang-orang muda beranggapan bahwa begadang tanpa kopi rasanya tidaklah sempurna untuk menikmati indahnya ketenangan malam.
Rasanya yang memiliki perpaduan antara pahit dan manis, itu sangatlah membuat tenggorokan termanjakan olehnya ditambah lagi dengan nampak lincahnya asap tembakau yang menari-nari di udara seakan seolah-olah memaksa mulut untuk angkat bicara, "Tuhan untuk nikmatmu hari ini, terima kasih."
Menurut Mark Pendergrast dalam Uncommon Grounds, sejak awal mengenal kopi, para sufi asal Arab menggunakannya sebagai minuman yang membantu menyegarkan stamina dan menguatkan konsentrasi saat berdoa di tengah malam.
Sebuah riwayat menyebut Nabi Muhammad pernah mengakui efek kesegaran kopi dan menyebutnya mampu mengalahkan tenaga empat puluh lelaki dan memengaruhi empat puluh perempuan
Sejarah kopi di Indonesia sendiri itu tidak terlepas dari peran kolonialisme Belanda pada tahun 1696, Belanda pertama kali membawa masuk benih kopi arabika untuk ditanam di pulau Jawa.
Seiring berjalannya waktu dari zaman ke-zaman, kini berdasarkan sejumlah sumber, Indonesia berada di urutan ke empat dengan produksi penghasil kopi terbesar di dunia setelah Vietnam, Kolombia, dan Brazil.
Sedikit cerita, suatu waktu ada seorang anak muda mendatangi kedai kopi di sebuah kota kecil di pelosok negeri. Memesan kopi yang penjualnya sudah tau sebelumnya tentang bagaimana takaran kopi yang disukai anak muda itu.
Sebab, dia adalah termasuk salah satu pelanggan tetap yang setiap harinya selalu menyempatkan waktunya untuk singgah di kedai itu.
Dengan status sebagai seorang mahasiswa, aktivis yang sering kali menjadi perbincangan dan kerap jadi sorotan publik akibat pemikirannya yang luar biasa, itu sedikit memberikan tekanan dan membuat pemerintah ketakutan.
Jika ada pemerintah layaknya berandalan yang kerasukan dan rakus akan kekuasaan tentu akan menjadi musuh besar baginya.
Beban dan tanggung jawab seorang aktivis juga mungkin bisa dibilang cukup berat karena mereka harus siap memperjuangkan hak-hak masyarakat dan siap pula tersudutkan di lingkungan masyarakat.
Seperti masyarakat yang kurang berpendidikan misalnya dan menganggap mereka sebagai pemberontak ketika turun menyuarakan suara kebenaran di jalanan.
Kini, itu menjadi pertimbangan dalam hati anak muda itu, mungkinkah nantinya keamanan dan keadilan masih bisa berpihak untuknya?
Ataukah ia harus mengikut pada jejak para pejuang yang telah dibantai dan dibunuh hanya dengan waktu dalam kurung enam jam dan kemudian dikuburkan hanya dengan satu lubang?
Pemuda itu sembari meneguk kopinya secara perlahan dan merenungi peristiwa yang terjadi pada tahun 1965 atau biasa disebut G 30 S PKI.
Pertanyaan pemuda ini mungkin agak sama tentang gadis perempuan di dalam novel Dunia Sophie yang di tulis Jostein Gaarder, di mana di.dalam novel tersebut menceritakan tentang gadis perempuan yang mengalami kekeliruan tentang pertanyaan yang sama sekali belum bisa terpecahkan jawabannya.
Malam semakin larut, lampu jalanan di kota tetap memberikan penerangan demi sebuah ketenangan. Pemuda itu masih ada di warung kopi tersebut, menghabiskan waktunya hanya untuk bercengkrama dengan kopi.
Pahitnya kopi tak pernah bisa disembunyikan, beda dengan manusia yang kerap menipu dan penuh sandiwara.
"Tuhan. Doa saya semoga kelak perjuangan demi mendapatkan kebenaran itu akan tetap diberikan perlindungan olehmu", kata pemuda itu dalam hatinya sebelum tegukan terakhir kopinya.
Penulis: Syahir