Wahibah
LorongKa.com - Imam Syafii pernah ditanya oleh para sahabat di sekitarnya, perihal apa yang menjadikan beliau ini sangat berambisi mengejar ilmu, padahal sedari kecil sudah hafal Quran, bahkan kitab Al Muwatho' karya guru Imam Malik pun sudah tuntas dikaji. Beliau menjawab," ilmu itu bagaikan seorang anak perempuan yang dimiliki oleh ibunya, namun ternyata dia itu hilang.'
Sebagai ibu, perasaan seperti itu tentu sudah sering kita alami. Satu misal anak- anak tadi hanya pamit bersepeda, tapi kok sampai lewat magrib belum juga kembali ke rumah. Gundah penuh harap- harap cemas gerangan apa yang terjadi. Maka kemanapun akan terus dicari, walau gelap menghalangi pencarian.
Imam Syafii, Imam Madzab termashyur yang hidup di abad 2 H (150H-205H), merupakan generasi ketiga dari masa kenabian. Iman dan kecintaan beliau pada syariat Allah Swt sungguh luar biasa. Usai belajar di Madinah bersama Imam Malik, beliau tempuh jarak ribuan kilometer ke Bagdad, menemui para murid Imam Abu Hanifah. Abu Hanifah yang mendapat gelar ahlul ro'yi telah wafat pada tahun yang sama dengan masa kelahiran İmam Syafii. Maka para murid beliaulah, yang berperan mengajarkan warisan İlmu dari İmam Abu Hanifah.
Imam Syafii terus bekerja keras mengembangkan bekal ilmu yang beliau miliki. Melalui pengkajian yang dalam dan sangat berhati- hati, di tangan beliau lahirlah kemudian ilmu Ushul Fiqh yang pertama. Karya beliau ini dinilai oleh semua kalangan sebagai satu- satunya kitab Ushul Fiqh yang paling sistematis dibanding karya para imam sebelumnya. Ar Risalah salah satu judul kitab beliau yang fenoma, telah menjadi rujukan isthimbat hukum para Aliim di dunia.
Sosok para bintang ilmu, yang secara kurun memang masih dekat sambungan sanadnya dengan Rasulullah. Para 'Aliim yang masih tsiqoh dan tawadhu' menjaga diri dari kerusakan nafsu dunia.
Rasulullah Saw, dari Abdullah bin Mas’ud ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Khairun naasi qarnii tsummal ladziina yaluunaHum tsummal ladziina yaluunaHum” yang artinya “Sebaik – baik manusia adalah pada zamanku, kemudian zaman berikutnya, kemudian zaman berikutnya” (HR. Bukhari no. 3651 dan Muslim no. 2533).
Inilah keteladanan. Ilmu yang beliau miliki bagaikan taburan bintang- bintang yang menyinari gelapnya angkasa. Karya yang beliau persembahkan, telah memposisikan umat Islam untuk merujuk dan selalu terikat dengan syariat Allah Swt.
Apa yang bisa kita ambil hikmahnya, kalau bukan sebuah kesimpulan bahwa Ilmu itu, diatas segalanya. Melalui ilmu, kita akhirnya mengerti hakekat beriman. Melalui ilmu kita faham apa yang harus kita lakukan.
Ya Ilmu, ibarat pohon yang tumbuh subur hijau rimbun daunnya. Dan ibadah, itulah buah yang menyehatkan akal dan badan kita. Sampai- sampai Imam Hambali pun pernah berkata," andai aku disuruh membeli dunia seisinya ini dengan selembar daun, niscaya tak akan pernah kulakukan." Karena apa, tak lain karena cintanya beliau pada ilmu, itu saja.
"Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." ( Al Mujadilah:11).
Hal ini, bukan tak mungkin bagi siapapun untuk mencontohnya. Berbekal azzam yang kuat, ikhtiar nyata, kita atau anak generasi kita, pasti bisa mengambil teladan tersebut. Di sini kita semakin faham pentingnya ilmu yang akan menghantarkan sikap taqwa dan terikat dengan syariatNya. Semua itu, akan membuka jendela- jendela dunia dari gulita kegelapan. Harapan terwujud generasi dan bangsa yang berkepribadian akan menjadi kenyataan.
Penulis: Wahibah.