Kamu boleh mengakhiri luka-lukamu dengan meninggalkan.
Kita menyantap habis kebahagiaan atau aku yang serakah. Sebab yakinku kita tidak akan menemukan akhir kata yang tepat untuk akhir.
Sebab di matamu seluruhnya adalah binar mata senja. Megah hingga di ujung pelupuk matamu, ratusan barisan rapi lentik matamu acap kali kuhitung dan jumlahnya sama dengan keyakinan untukmu.
Aku bahkan akan menyerah jika harus menghitung tawamu, tidak ada alat untuk tahu bahagiamu. Sebab hanya perasa dan kalbu ia yang menjadikan keyakinan hingga ragu aku hanya mengenal kata tanpa pernah memaknai di hadapanmu kekasih.
Luka-luka persoalan cemburu yang menyakiti, persoalan beku hujan dinaungan hingga arahku terpeleset jatuh di retak garis-garis telapak tanganmu ia tidak pernah sampai ke nadimu sampai kamu berucap Aku yang Dingin tandasmu!
Hingga mereda hujan dan aku mendapati cemburumu, dan kamu meminta untuk menjalani hidup di jalan lain, menyusuri bekas hujan yang sunyi, aroma anyir jalanan, dan merindu tanpa aku.
Aku menggenggam tanganmu dalam kenanganku, mencium pipimu dalam datar air kopi dan lupa memberi gula sebab aku mengingat manisnya mencintaimu, manisnya memilikimu.
Luka-luka dalam perpisahan akhir yang tidak tepat untuk kisah yang kesemuanya manis!
_017
Penulis: Ahmad Hidayat