Alif Hajman |
Jari ini mulai aktif menulis, memberanikan diri untuk meminta indentitas lengkapnya. Beberapa jam kemudian muncul respon darinya. Ia merespon sesuai harapanku. Gembira tiada tanding rasanya dijawan lugas dan sempurna.
Wii? Itu menjadi kata yang pertma kali muncul di inbox sebagai awal mula perkenalan kami.
Waktu terus berjalan mengikuti irama perkenalan kita, seolah mendukung upaya sepasang manusia saling menyapa.
canda tawa dan rasa penasaran bermuculan dalam benak. Hingga rasa penasaran itu dileburkan dalam satu pertemuan di suatu tempat.
Malam di mana kondisi tubuhnya lagi kurang sehat tapi dia memaksakan diri untuk hadir di tempat yang telah disepakati.
Meja dan kursi kayu yang disempurnakan dengn rangka besi, membentuk tempat duduk yang tampil sempurna dan menyenangkan.
Percakapan terlewatkan dengan secangkir kopi dan juice yang menambah gairah untuk saling berargumentasi dalam hidup yang akan dijalani. Sebelum beranjak pulang ke rumah masing-masing, kami sempatkan untuk dokumentasi.
Kebiasaan masih seperti biasa di tahun 2022 ini. Pulang ke tempat di mna orang tua dan suadara beristirahat, dengan pertnyaan yang tak pernah berubah. Saat terbangun. "Kamu sekarang kerja apa? Rumah hanya kau jadikan tempat pulang saat ingin tidur saja" kata yang terus menggema di pagi hari.
Aku selalu bungkam dengan semua itu, tetapi dalam hati sangat yakin, "Tunggu aku sukses secepatnya" bisikku memendam.
Kembali ke perempuan yang sedari awal aku ceritakan. Aku mengakui salah satu kehebatannya saat ia memberanikan diri untuk menggadaikan perhiasan yang ia dapatkan dari nenek kesayangnya.
Ia berani melakukan itu dengan niat merubah kehidupnya jadi lebih baik dalam bisang ekonomi. Membangun usaha sambil tetap bekerja di salah satu instansi pemerintahan, sungguh merepotkan tapi ia tetap melakukannya.
Aku berharap ia sukses dengan segala kerja keras serta kegigihannya untuk hidup mandiri.
Penulis: Alif Hajman