Muh Hawis
CERPEN, Lorongka.com--- Sebelum jauh melangkah dan tersesat, aku lebih dulu bertanya pada diri sendiri Apakah tetap berada pada jalur awal dengan harapan yang sama? Atau memulai harapan baru.
Tapi seringkali terlintas di benak, jangan terlalu berharap nanti kecewa. Banyak orang mengatakan hal demikian, percaya tidak percaya kenyataan selalu menjadi pembenaran yang paling baik untuk diterima.
Memang benar kekecewaan terbesar manusia adalah berharap kepada manusia itu sendiri. Mungkin saja berbalik arah, pun arah baru adalah jalan terbaik menuju tenang setelah tubuh, pikiran dan hati tak sejalan.
Entah kau memang layaknya dunia, tempat segalanya tumbuh begitupun dengan perasaan. Tapi ada hal yang rumit yaitu semakin dikejar semakin jauh, katanya begitulah dunia pun kau.
Kerap kali hati berbisik lirih, cobalah sekali saja untuk seperti semula. Tapi lagi-lagi upaya yang terus menerus dilakukan sama saja, selalu berakhir sia-sia.
Lantas siapa yang salah? Apakah euforia perasaan atau kau yang biasa saja tentang hal itu. Tentu tak bisa disimpulkan sebab keduanya berhak atas itu.
Barangkali perasan yang kutanam, dan tiap hari kupupuk dengan senyum dan doa-doa panjang berharap tumbuh dan mekar di hatimu seketika layu sebelum berkembang.
Jauh- jauh hari sebelum kecewa menyapa, banyak hal yang telah dibayangkan entah itu meraih gelar sarjana, pekerjaan yang telah ditekuni, dan menikahimu adalah hayalan yang paling indah. Dan memang benar pekerjaan paling mengasyikkan adalah berkhayal.
Kemudian untuk bertemu dan menyapamu saja mungkin tak semudah kemarin, yang sudah menjadi kegiatan rutin untuk mengabarimu, meski kau tak menginginkan itu.
Tapi rasa percaya diri ini sangatlah tinggi untuk tetap berkabar, sebab ketika masing-masing ego ditinggikan kita hanyalah sepasang atau bisa saja sepihak rindu yang berantakan.
Bahkan kau pernah menjadi halusinasi yang membuat malam dan tidurku enggan untuk berdamai. Dan esok mungkin hanya lewat malam saja kau dapat kutemui, sebab pada malam harilah rindu kerap menyapa, dan jika bukan pada rindu di mana lagi kau akan kutemui.
Kasih sayang cahaya cinta yang kerap memenerangiku atau kau juga merasakannya?
Entahlah tapi cahaya itu telah redup bahkan sudah hilang. Rasanya sekarang aku tak menginkan cahaya serupa, tapi aku juga takut kegelapan. Kasih sayang yang selalu di berikan, bahkan sekalipun tak berbalas menjadi sebuah hal yang semakin memperdalam rasa kecewa, seperti yang di katakan Aristoteles “Kebanyakan orang lebih memilih memberi kasih sayang daripada mendapatkan kasih sayang.”
Apakah sedih berkepanjangan akan pecah setelah kecewa yang mendalam?
Barangkali merawat luka lebih baik menuju kesehatan hati yang entah kapan bisa menemukan balasan bahagian atas kecewa yang diterima.
Begitulah hidup, selalu ada tragedi. Seperti yang dikatakan Socrates “Kehidupan hanya mengandung dua tragedi. Pertama, tidak mendapatkan keinginan hatimu; yang kedua adalah mendapatkannya.”
Semoga kecewa hari ini menjadi jalan menuju bahagia yang telah dipersiapkan di depan sana, semoga, kuucap Aamiin di dalam hati.
Penulis: Muh. Hawis (Mahasiswa)