LorongKa.com - Perih tak berdarah. Satu dari lima balita mengalami stunting. Miris, negeri yang katanya tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman, tapi malah kejadian stunting yang notabene penyebab utamanya karena kekurangan gizi, tergeketaj didepan mata. Padahal dihamparan laut terdapat berjuta biota di dalamnya dan beribu jenis tumbuhan yang bisa jadi santapan.
Kehawatiran akan tingkat stunting bukan baru saja terjadi saat ini. Sejak 2013, WHO sudah merilis data stunting di Indonesia mencapai 35.6% anak usia dibawah 6 tahun dan 35.5% anak usia 6-12 tahun. Selain itu, pada tahun 2018, Kementrian Keuangan mencatat sekitar 9 juta anak usia di bawah 5 tahun mederita stunting di Indonesia. Dan ditahun 2022, Indonesia menduduki peringkat 5 dunia tingkat stunting tertinggi.
Fakta tersebut tentu membuat pemerintah bergegas mengatasinya. “Prevalensi stunting tahun 2022 harus turun setidaknya 3%”., begitu kata K.H Ma’ruf Amin saat memimpin rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) (11/05/22).
Untuk mencapai target itu, pemerintah menggandeng asing melalui program CSR (Corporate Social Responsibility), dalam melakukan intervensi penurunan stunting. Misalnya pemberian bantuan pada daerah disekitar industry bagi masyarakat yang diiduga stunting.
Lantas apakah menggandeng swasta adalah solusi? Seperti yang dinyatakan oleh Dr. Erlanda Fikri S.K.M., M.Kes, dosen Kesehatan Lingkungan, Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes (Bandung), bahwa kejadian stunting yang terjadi adalah suatu fenomena gunung es, “…program-program Pemerintah mungkin hanya menyentuh puncak dari fenomena itu, bukan akar masalahnya, dan program-program mungkin tanpa monitoring dan evaluasi berkala dan ketat".
Terkait mengenai kebutuhan gizi, tentu tak bisa lepas dari bagaimana pemenuhan kebutuhan setiap orang, bukan sebatas komunal semata. Penyelesaiannya bukan hanya sekedar pemberian bantuan nutrisi pada anak yang dicurigai mengalami stanting, tapi perlu kepastian bahwa kebutuhan pangan dan sanitasi setiap individu terjamin.
Bukan kah aneh, Ketika katanya pemerintah serius menyatakan ingin bergegas memperbaiki kondisi stanting, tapi malah harga bahan pokok dinaikkan, BBM melonjak tak karuan. Mana sempat setiap masyarakat memikirkan kebutuhan nutrisi anak dan ibunya saat hamil, jikalau untuk bisa makan sesuap makanan hari esok saja belum pasti. Wallahu a’lam bidzhawab.
Penulis: Alya Amaliah (Mahasiswa Pascasarjana IPB)