Hanum Hanindita, S.Si. |
LorongKa.com - Rencana impor beras yang diajukan Bulog dilakukan karena kekurangan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Pemerintah yang sudah mengumumkan swasembada pangan selama 3 tahun, justru selama 6 bulan terakhir ini mengumumkan niat mengimpor beras. Impor beras dipilih sebagai jalan keluar karena rendahnya penyerapan beras oleh bulog dari petani. Awalnya kementan menjanjikan menyediakan beras ,tetapi ternyata janji tersebut tidak mampu dipenuhi.
Di sisi lain petani enggan menjual beras ke bulog karena harga beras yang sedang tinggi, sementara Bulog membeli dengan harga yang lebih rendah. Petani lebih memilih menjual beras langsung di sawah atau menyimpannya sendiri untuk dijual pada masa panen kedua atau saat menjelang lebaran demi menjaga ketersediaan beras karena memang stok beras sudah tidak ada sebab masa panen sudah usai.
Persoalan ini menunjukkan adanya kegagalan perencanaan beras cadangan dan buruknya koordinasi berbagai pihak terkait. Dikatakan demikian sebab pada awalnya pemerintah tidak berniat melakukan impor karena dirasa cadangan beras sudah cukup sampai akhir tahun ini. Ternyata pada pertengahan tahun harga beras melonjak tinggi, sekalipun pihak bulog mengaku sudah melakukan operasi pasar setelahnya.
Selain itu juga ada pengaruh kebijakan kapitalistik dalam pengelolaan pangan yang tidak berpihak kepada petani seperti kenaikan harga pupuk yang akhirnya membuat produksi beras berkurang. Kebijakan impor yang akan dipilih pun pastinya rentan dengan adanya permainan mafia beras di dalamnya, dan kental dengan nuansa korupsi.
Ironis sekali, negara agraris dengan lahan pertanian yang sangat luas dan iklim yang mendukung serta jumlah petani yang banyak malahan tidak mampu melakukan swasembada beras secara berkesinambungan dan tergantung dengan impor. Jawabannya karena penguasa tidak memihak rakyat dalam mewujudkan kedaulatan dan swasembada bahan pangan. Pemerintah justru berdiri memihak kepentingan pemodal atau pihak-pihak kapitalis. Wajar ini terjadi dalam negara yang menerapkan ideologi sekuler kapitalisme sehingga dalam pengambilan kebijakan-kebijakan memihak para pemilik modal. Merekalah yang diuntungkan, akhirnya rakyat kecil atau petani mendapat buntung. Penerapan ideologi sekuler kapitalis menyebabkan negeri ini tidak memiliki kemandirian dan ketahanan pangan.
Sulitnya Indonesia memiliki kemandirian pangan, karena selalu bergantung kepada keran impor. Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, sehingga harus mengandalkan impor. Hal ini menegaskan bahwa negeri agraris ini ketergantungan pada pangan impor. Hal ini sesungguhnya semakin menunjukkan tidak adanya keseriusan pemerintah untuk program kemandirian pangan. Lagi-lagi rakyat kecil yang jadi korban. Di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit, rakyat terus saja dibuat menderita dengan kebijakan pemerintah.
Berbeda bila Islam yang diterapkan sebagai sumber dalam mengeluarkan kebijakan. Islam memiliki visi misi yang jelas dalam mewujudkan pertahanan dan kemandirian pangan. Ini akan melindungi negara dari campur tangan korporasi atau pihak asing yang ingin mengendalikan, sebab seluruh aspek industri terutama di bidang pangan dibangun dengan prinsip kemandirian. Begitu pula dengan sektor-sektor industri lainnya yang saling bersinergi seperti pertanian, perikanan farmasi , teknologi dan lain-lain.
Sekali lagi terbukti bahwa kebijakan negara cacat. Negara terlihat abai dalam mengatasi permasalahan ini. Semua kebijakan ini sesungguhnya lahir dari sistem kufur kapitalisme yang sarat dengan kebebasan, termasuk di dalamnya kebebasan dalam melahirkan aturan. Dalam sistem ini, aspek manfaat dan keuntungan menjadi prioritas, sehingga mengesampingkan hak dan keadilan bagi umat, Pemerintah harus melepaskan diri dari ketergantungan impor. Umum Kita ketahui, ketergantungan terhadap impor akan membuka celah para mafia untuk merekayasa kenaikan harga tersebut, sekaligus merubah secara total pengaturan mekanisme pasar yang ada.
Kebutuhan atas makanan adalah hal utama untuk manusia. Oleh karenanya pertanian sangatlah penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Islam memiliki sistem pengelolaan terbaik yang akan menjamin ketersediaan cadangan pangan dan melindungi petani beras sehingga dapat berproduksi optimal. Aturan ini berasal dari Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur kehidupan. Aturan ini termasuk di dalamnya adalah mengenai pengaturan distribusi bahan pangan. Bahan pangan adalah salah satu kebutuhan mendasar masyarakat dan menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya.
Kunci dari penyelesaian ini adalah penerapan sistem ekonomi Islam. Pertama islam mengatur tentang mekanisme pasar. Salah satu penyebab kenaikan harga adalah penimbunan yang dilakukan pihak-pihak tertentu, sehingga harga pangan melonjak. Islam melarang praktek penimbunan. Rasul saw bersabda (artinya): “Siapa saja yang melakukan penimbunan, dia telah berbuat salah.” (HR. Muslim, 3012). Abu Umamah al-Bahili berkata (artinya): “Rasulullah saw melarang penimbunan makanan.” (HR. Al-Hakim, 2122; Al-Baihaqi, 10765).
Mekanisme pasar akan melarang dan menghilangkan semua distorsi pasar seperti penimbunan, penaikan atau penurunan harga yang tidak wajar untuk merusak pasar; meminimalkan informasi asimetris dengan menyediakan dan meng-up-date informasi tentang pasar, stok, perkembangan harga, dsb; pelaksanaan fungsi qadhi hisbah (hakim ketertiban publik) secara aktif dan efektif dalam memonitor transaksi di pasar; dan sebagainya. (Yahya Abdurrahman, Takrifat: Tas’îr, Jurnal Al-Wa’ie, 2012).
Jika pedagang menimbun, ia dipaksa untuk mengeluarkan barang dan memasukkannya ke pasar. Jika efeknya besar, maka pelakunya juga bisa dijatuhi sanksi tambahan sesuai syariat. Di samping itu Islam tidak membenarkan adanya intervensi terhadap harga. Rasul bersabda (artinya): “Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum Muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak.” (HR. Ahmad, 19426; Al-Hakim, 2128; Al-Baihaqi, 16875). Adanya asosiasi importir, pedagang, dan yang semisalnya, jika itu menghasilkan kesepakatan harga, maka itu termasuk intervensi dan dilarang. (Abu Muhtadi, mediaumat.com, 7/10/2013).
Pemerintah juga akan memperhatikan kesejahteraan petani dalam negeri. Petani akan difasilitasi benih yang bagus, pupuk yang baik, dan alat-alat pertanian yang memadai untuk memproduksi bahan pangan yang bisa mencukupi seluruh kebutuhan rakyat dan tentunya dibeli dengan harga yang layak sehingga ketersediaan bahan pangan terus terjaga.
Dana yang dianggarkan untuk menjamin ketersediaan pangan dalam negeri akan disiapkan secara khusus, matang dan penuh perhitungan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Seluruh pejabat terkait akan senantiasa berkoordinasi dengan baik sehingga tidak ada salah perhitungan dalam ketersediaan pangan yang mencukupi.
Demikianlah secara ringkas solusi Islam dalam mengatasi kesulitan pengadaan bahan pangan. Kestabilan harga pangan dan ekonomi pun akan terjamin. Solusi di atas akan berjalan ketika diterapkan dalam bentuk kebijakan negara dan dijalankan dalam sistem pemerintahan islam di bawah naungan Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Maka sudah selayaknya umat islam bersama menyadari itu dan bersegera berjuang dalam penegakannya. Wallah a’lam bi ash-shawab.
Penulis: Hanum Hanindita, S.Si .