Farizah Atiqah
LorongKa.com - Seiring berkembangnya zaman, teknologi pun semakin berkembang dan meningkat. Berbagai fasilitas serta fitur-fitur menarik yang dibuat untuk memudahkan masyarakat semakin banyak bermunculan. Salah satunya metode pembayaran baru yang disebut fitur paylater atau Buy Now Pay Later (BNPL). Fitur ini menyediakan layanan bagi sebagian orang yang ingin membeli barang sebelum mereka memiliki uang, pembayaran bisa dilakukan belakangan layaknya menggunakan kartu kredit. Fitur ini berhasil menarik minat masyarakat karena dapat memudahkan dalam membeli barang idaman secara cepat dan instan meskipun uang yang dimiliki masih belum tercukupi.
Tidak seperti instrumen peminjaman lain, BNPL hanya membutuhkan identitas dan persetujuan ketentuan dari calon pengguna. Hal tersebut menyebabkan masyarakat yang baru saja mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (berusia 17 Tahun) sudah dapat mengajukan pinjaman. Maka dari itu pengguna BNPL mayoritas berusia 17 – 35 tahun dari generasi Milenial dan Gen Z, sedangkan usia di atas 35 tahun perlahan juga meningkat.
Berdasarkan riset KataData Insight Center, dari 5.204 responden yang di survei, sebanyak 16,5 persen adalah gen Y atau milenial yang banyak menggunakan fitur PayLater. Sementara dari gen Z jumlahnya berkisar di angka 9,7 persen.
Kemudahan pengajuan yang diberikan BNPL memungkinkan bagi beberapa orang yang tidak dapat mengajukan kartu kredit bisa menikmati peminjaman dalam pembelian barang favoritnya dengan mudah, bahkan kemudahan itu membuat beberapa orang tergiur untuk menggunakan BNPL dua atau lebih pada aplikasi online yang berbeda.
Di balik banyaknya kemudahan yang didapatkan dalam memanfaatkan BNPL ini, ternyata banyak juga dampak buruk yang bisa ditimbulkan. Mengingat pengguna dari BNPL ini mayoritas dari gen Z yang rata-rata masih di usia yang cukup muda dan cenderung memiliki pengetahuan finansial (financial literacy) yang kurang. Banyak yang dibutakan oleh sistem paylater ini hingga akhirnya dapat menyebabkan pengguna masuk ke dalam lingkaran utang atau jebakan finansial (financial trap). Sudah ada banyak kasus di mana pengguna fitur paylater yang gagal bayar akibat “kebablasan” karena diiming-iming dengan pembayaran kecil-kecil dan bisa dilakukan nanti saja. Itu membuat kita berpikir bahwa masalah itu bisa dipikirkan nanti saja.
Situasi semacam ini lama kelamaan akan menjerat kita dalam hidup hedonis. Konsumerisme dan hedonisme yang melanda generasi muda telah dimanfaatkan oleh rentenir gaya baru untuk menjerat mangsa. Kemudahan akses untuk pinjam uang, membuka peluang untuk memenuhi keinginan demi gaya hidup ala Barat. Impian hidup dengan kemewahan, sepuasnya membeli barang yang diinginkan dan tidak mempertimbangkan lagi bahwa ini untuk kebutuhan atau hanya untuk memuaskan keinginan saja. Hal-hal inilah yang menjadi awal mula para generasi muda hidup hedon. Apalagi negara memfasilitasi jeratan haram dengan berbagai dalih, seperti terdaftar di OJK, bunga rendah, tanpa syarat adanya penghasilan dan lainnya, sehingga dianggap sebagai hal biasa bahkan sangat memudahkan. Padahal nyatanya jeratan menggurita membahayakan masa depannya.
Hal ini tak akan terjadi dalam Islam. Dengan sistem hidup sesuai dengan Islam, pemuda akan terhindar dari jebakan yang membahayakan ini. Pemuda terjamin hidupnya juga pendidikannya, aman dari godaan gaya hidup barat dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas untuk menghantarkannya menjadi insan mulia. Sistem kapitalisme yang diterapkan di berbagai negeri muslim hari ini telah menjadikan para pemuda muslim menempatkan standar kebahagiaan pada materi semata. Mereka berlomba-lomba untuk membeli barang branded atau trendy demi mewujudkan keinginannya dalam mengejar standar kehidupan kapitalis. Tanpa peduli cara yang ditempuh untuk mendapatkannya halal ataukah haram.
Oleh karena itu sistem kapitalisme yang hanya mencetak generasi hedon dan konsumtif adalah persoalan utamanya. Budaya konsumtif yang berujung pada praktik riba ini sebenarnya sangat mudah diberantas dengan sistem yang shahih. Jawabannya dengan menerapkan Islam secara kaffaf, sistem pemerintahan Islam. Sistem ini akan mengkondisikan masyarakatnya agar beriman dan bertakwa. Melalui sistem pendidikan islam yang berbasis akidah Islam, individu akan dididik agar memiliki kepribadian islam sehingga pola pikir dan pola sikapnya islami. Individu dan masyarakatnya akan dibina berdasarkan gaya hidup yang diridhai Allah SWT. Mereka akan memiliki gaya hidup bersahaja, membeli barang sesuai kebutuhan dan tidak menumpuk barang yang diinginkan hanya untuk memenuhi keinginan semata. Mereka juga tidak akan berperilaku konsumtif apalagi hanya sekedar berfoya-foya demi eksis. Karena mereka memahami kelak segalanya akan dipertanggung jawabkan.
Sistem pemerintahan Islam juga akan menerapkan sistem ekonomi islam yang mampu melindungi masyarakat dari praktik riba. Sistem ini akan menjauhkan segala hal-hal yang berbau ribawi sehingga masyarakat tidak akan melakukan riba karena dijauhkan serta tidak difasilitasi oleh negara. Kebutuhan pokok yang meliputi sandang, pangan, dan papan akan dijamin oleh negara secara tidak langsung. Misalnya dengan membuka lapangan pekerjaan bagi laki-laki yang memiliki kewajiban untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Insya Allah masyarakat akan mampu hidup sejahtera dan tidak terlibat praktik ribawa. Tidak ada lagi generasi yang termakan jebakan yang membahayakan seperti paylater. Pemuda terjamin hidupnya, aman dari godaan gaya hidup Barat dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas untuk menjadi insan mulia.
Penulis: Farizah Tika, aktivis mahasiswa, saat ini sedang menempuh pendidikan di UIN Alauddin Makassar.