Ikbal Tehuayo
LorongKa.com - Perhelatan akbar sepak bola empat tahunan, piala dunia 2022 Qatar yang megah memanjakan mata itu telah menguap seiring bergugurnya waktu, ia pergi ke alam sejarah.
Sebanyak 32 negara yang ikut serta dalam kompetisi itu telah berupaya semampunya untuk mencetak satu bintang pada jerseynya, tapi fakta punya pilihan, skuad La Albiceleste ( julukan timnas Argentina ) yang keluar sebagai champion.
Berdasarkan data kompas.com per 16 Desember 2022 harga tiket termahal final mencapai 24 juta. Meski mahalnya tiket, Stadion Lusail tetap dipadati 88.966 penonton, dan FIFA mengklaim 1,5 miliar orang menyaksikan final piala dunia Qatar yang mempertemukan Argentina dan Perancis.
Setelah menaklukan Perancis pada jalur adu penalti dengan skor 4-2, seluruh fens Argentina di seluruh pelosok bumi memancarkan suka citanya pada semesta dengan berbagai ragam ekspresi, sebab penantian panjang selama 36 tahun terbayar lunas.
Prestasi luar biasa yang ditunjukan Argentina pada dunia tak lepas dari sang mega bintangnya, Lionel Andres Messi yang merupakan otak dari segala serangan.
Di usia yang tak muda lagi, ia melengkapi karirnya dengan tropi piala dunia, yang secara tak langsung menunjukan kalau dirinya adalah raja dalam sepak bola abad ini.
Sebelum mengangkat tropi piala dunia setelah menaklukan perancis, Messi tampak mengenakan sebuah kain, yang disematkan oleh Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani. Secara simbolis dunia Qatar telah mengakui bahwa eks pemain Barcelona ini dilahirkan untuk menjadi raja sepok bola dunia.
Debut pertama Messi di timnas Argentina senior pada 2006 lalu, artinya Messi membutuhkan kesabaran penuh duri dan sedih selama 16 tahun untuk sampai pada kejayaan 2022 di Qatar.
Jejak kekalahan yang perna ia rasakan di piala dunia, mulai dari tahun 2006 ditaklukan Jerman dengan skor 4-2 melalui adu pinalti di babak perempat final. Tahun 2010 dihantam Jerman dengan skor memalukan 4-0, babak perempat final. Tahun 2014 mencapai final, namun nasibnya sial dicungkil habis oleh Jerman dengan skor tipis 1-0, dan terakhir pada tahun 2018 disikat oleh Perancis pada babak 16 besar dengan skor 4-3.
Tak hanya di piala duni, ia juga merasakan pahitnya saat digagalkan Chile di Copa Amerika pada 2012 dan 2016, ini membuatnya hampir putus asa dan ingin pensiun dari timnas Argentina saat itu.
Sakitnya kekalahan yang dirasakan Messi pada 2016 lalu saat timnas Argentina gagal menaklukan Chile, ia pun berkata, "Timnas bukan untuk saya. Bagi saya, timnas sudah berakhir. Saya sudah lakukan semampu saya, menyakitkan tidak menjadi juara."
Kekecewaan Messi adalah hal yang wajar sebagai manusia biasa, namun dibalik tumpukan sakit itu membuat ia pelan-pelan melangkah dan membuktikan siapa dirinya pada piala dunia Qatar tahun lalu.
Messi dengan kejeniusannya mengolah si kulit bundar di atas lapangan hijau membuat dirinya di kagumi legenda-legenda besar sepak bola dunia, seperti David Beckham, Marco Van Basten, Ronaldinho, Ronaldo Nazario, Wayne Rooney, Paul Scholes, Zlatan Ibrahimovic, Thiery Henry hingga Diego Maradona.
Tak hanya itu, ia juga diberi gelar dengan sebutan musang oleh rekan-rekan se timnya di timnas Argentina, yang artinya kecil tapi berbahaya. GOAT atau Greatest of All Time (terbaik sepanjang masa) juga dilekatkan padanya, kemudia Messiah atau juru selamat pun menjadi gelar yang dihadiahkan untuknya.
Pahit manis perjalanan La Pulga ( julukan Messi ) merupakan pelajaran besar yang perlu disedot dan mengambil setiap tetesan hikmahnya, sehingga bisa diimplementasikan dalam kehidupan sepak bola atau profesi lainnya.
Sudah patutnya harus diakui berdasarkan fakta yang telah terjadi, sebagai kebesaran hati, bahwa prestasi Messi belum ada yang setara dengannya.
Aneka benci segunung himalaya kau lemparkan padanya, pena semesta tak akan mencoret namanya yang telah tercatat abadi pada lembaran-lembaran sejarah sepak bola dunia, bahwa ia merupakan raja sepak bola di bawah kolong langit biru nan cekung ini.
Penulis: Ikbal Tehuayo