Sitra Ali, Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar
LorongKa.com - Masalah narkoba seolah tiada matinya, usai satu kasus, muncul lagi kasus berikutnya. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan jumlah kejahatan tindak pidana narkoba sepanjang 2022 sebanyak 39.709 perkara. Angka ini mengalami penurunan 611 perkara atau 1,5 persen apbila dibandingkan dengan tahun 2021 sebanyak 40.320 perkara. Jumlah penyelesaian kasus sepanjang 2022 sebanyak 33.169 perkara. Angka ini mengalami penurunan 4.313 perkara atau 11,5 persen jika dibandingkan dengan tahun 2021 sebanyak 37.482 perkara.
Dalam pengungkapan penyidik menyita barang bukti ganja 78,2 ton, pohon ganja 416.100 batang, heroin 0,26 Kg, kokain 55 Kg, ekstasi 1 juta butir, shabu 6,3 ton dan tembakau gorilla 27 Kg. Ia menambahkan total barang bukti yang diamankan sepanjang 2022 adalah senilai Rp 11 triliun dan menyelamatkan 104 juta jiwa. Tidak hanya itu, ia juga melakukan pelacakan aset milik para pelaku narkoba sepanjang 2022. Hasilnya, ada aliran uang terkait narkoba bernilai fantastis. (Republik.co.id, 31/12/2022).
Data di atas menujukkan bahwa dari tahun ke tahun negeri ini mengalami peningkatan dalam masalah narkoba. Indonesia menjadi wilayah tersibuk di Asia Tenggara dalam aspek perdagangan internasional. Kejahatan tradisonal menjadikan Indoensia sebagai target peredaran narkoba. Ancaman penyelundupan narkoba di Indonesia ini tidak lepas dari keberadaan sindikat narkoba di the golden triangle (segitiga emas) meliputi Thailand, Laos, dan Myanmar.
Data dari BNN, tampak jelas peningkatan penyalahgunaan narkoba terdapat 3.764 kasus narkoba dengan perincian 5.637 tersangka kasus narkoba dan 22.224 pengalahgunaan narkoba. (BNN, 2019), pada tahun 2021 hingga pertengahan 2022, BNN mengungkap 55.392 kasus pidana narkoba dan 71.994 orang tersangka dengan barang bukti narkoba berupa 42,71 ton sabu-sabu, 71,33 ton ganja; 1.630.102,69 butir ekstasi; 186,4 kg kokain. Jika dilihat dari tingkatan pengadarannya narkoba negeri ini, cakupan penggunanya pun akan meluas. Dahulu berputar di kalangan artis, pekerja dunia hiburan, kini merambah ke seluruh kalangan. Penyalaghunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2022 telah mencapai 1,8% atau sekitar 3,4 juta orang penduduk Indonesia pada usia 15-64 tahun.
Mengapa kasus narkoba makin meningkat dan cakupan penggunanya semakin meluas, bahkan dijadikan sebagai bisnis yang mengiurkan?
Untuk harga pasar Indonesia sendiri tinggi. Di Cina satu gram dijual seharga RP 20 ribu, di Iran RP 50 ribu, dan di Indonesia sendiri mencapai RP 1,5 juta/gram. Kepala BNN pernah menyatakan, beli sekilo sabu-sabu dari Cina, harganya 200 juta. Di Indonesia bisa di jual sampai 2 miliar. (BNN). Bisnis ini sangat mengiurkan hitungannya bukan semiliar dua miliar, melainkan triliunan. Dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta, Indonesia menjadi pasar besar peredaran narkoba, memungkin masuknya barang dari luar perkara mudah bagi bandar narkoba.
Sayangnya, berbagai upaya pemberantasan peredaran narkoba ini seolah menemui jalan buntu. Kenapa, coba kita lihat pasal 115 ayat (1), setiap yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika golongan 1, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan dengan denda paling sedikit RP 800.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Bahkan kalau dilihat hukuman ini pun bisa berkurang. Inilah hukum buatan manusia yaitu sekulerisme. Hukum yang diterapkan oleh penegak hukum buat pengedar narkoba tidaklah mampu membawa pada efek jera bagi pelaku. Sistem sekuler kapitalisme pemisahan agama dari kehidupan. Peraturan, sanksi dan keadilan seolah tidak berdaya apabila berhadapan dengan uang, selama negeri ini masih bersandar pada sistem kapitalisme jangan berharap bahwa narkoba akan hilang.
Berbeda dengan sistem Islam, Islam mengharamkan alat/obat perusak yang dikategorikan sebagai barang haram yang berdampak kerusakan baik kerusakan fisik maupun pskologis, termasuk narkoba. Dalam sistem Islam, diketahui siapa saja yang saling tolong-menolong dalam maksiatan, termasuk hal menyebar, menjual, dan pengguna akan diberikan sanksi berat termasuk dalam hal narkoba. Adapun sanksi yang diterapakan dalam sistem Islam bagi pelaku kemaksitan mampu membawa efek jera bagi pelaku maupun bagi yang lain.
Pertama, bagi bandar narkoba, hukumannya adalah dibunuh, karena perbuatannya menyebarkan obat terlarang ke dalam negara. Hal ini juga akan menyebabkan kerusakan yang besar dan menjadi masalah serius bagi seluruh umat. Kedua, bagi penjual, pembeli, peracik, pengedar dan yang menyimpan narkoba, hukumannya dengan diberi sanksi jilid (cambuk), dipenjara dan membayar denda.
Sanksi ini akan tegas dilaksanakan oleh negara tanpa melihat siapa pelakunya, baik ia pemilik modal atau rakyat biasa. Sanksi yang telah ditetapkan ini tidak akan berubah, tidak terbeli dan tidak akan dapat dinegosiasi. Aturan yang ditetapkan oleh Islam adalah aturan yang datang dari Sang Pencipta, oleh karenanya menentang atau menolaknya sama saja dengan menolak apa yang telah diputuskan oleh Sang Pencipta. Para pemimpin pun tidak akan takluk dengan segala janji manis yang akan diberikan sebagai kompensasi agar hukuman itu tidak dijatuhkan oleh pelaku karena bagi pemimpin ketakutan dan ketundukan pada hukum syariat adalah sebagai bukti keimanan kepada Allah.
Maka dari itu untuk menghentikan bandar, pengedar, dan pengguna narkoba merajalela di negeri ini adalah dengan mengganti sistem kapitalisme yang rusak ini dengan sistem yang baik, yakni sistem Islam, sistem Islam akan mampu melahirkan individu dan masyarakat yang bermental takwa sekaligus melahirkan pemimpin yang amanah dalam mengurusi umat sesuai dengan syariat Ilahi. Negara sebagai periayah umat dan bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan umat. Pelaksanaan hukum, sanksi bagi bandar, pengedar dan pengguna narkoba hanya bisa diterapkan tatkala sistem negara melaksanakan Syariat Islam secara menyeluruh.
Penulis: Sitra Ali.