Erik Sri Widayati, S.Si
LorongKa.com - Perang Israel-Palestina telah berlangsung lebih dari 40 hari. Ribuan ton bom telah dijatuhkan di bumi Palestina. Korban jiwa 11 ribu lebih dari pihak Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak. Bangunannya hancur rata dengan tanah. Termasuk rumah sakit, sekolah dan fasilitas umum lainnya. Tiadanya fasilitas yang sangat penting seperti air, makanan, dan obat-obatan semakin menambah banyak korban.
Perang yang berlangsung saat ini antara Palestina melawan Israel, tidak Apple to Apple. Bagaimana mungkin dengan alasan memerangi sebuah kelompok Hamas, tapi sasarannya pemukiman sipil dan rumah sakit. Bahkan Israel didukung penuh oleh sebuah negara yaitu Amerika dan Inggris. Perang ini telah membuka mata dunia, betapa kejam dan brutal zionis yang telah membombardir Gaza hingga hancur lebur. Zionis bahkan menutup akses masuknya bantuan kemanusiaan berupa bantuan makanan dan medis.
Perang yang tidak berimbang ini telah menarik simpati dan empati masyarakat dunia, dan khususnya kaum muslimin. Bagi kaum muslim secara historis maupun akidah memiliki keterkaitan dengan muslim Palestina. Simpati dan empati kaum muslim terhadap kejadian ini beragam. Diantaranya adalah aksi boikot produk yang berafiliasi dengan Israel dan pendukungnya.
Namun ternyata aksi boikot ini dapat menimbulkan pro kontra di masyarakat. Sebagian masyarakat bersemangat menyambut fatwa MUI memboikot produk tersebut.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi efektivitas kampanye pemboikotan produk yang berafiliasi dengan Israel. Pertama, tingkat ketaatan masyarakat Muslim pada fatwa MUI. Ia menilai meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, belum tentu semua taat pada fatwa MUI. Kedua, pengetahuan yang terbatas terhadap produk-produk yang dimaksud. (VoA, 12/11/2023)
Namun ada juga yang responnya biasa-biasa saja, terkesan tak peduli dengan permasalahan negara lain, dan tidak mau terpengaruh oleh situasi. Bahkan ada juga yang berpendapat lain dalam menyikapi perang Israel-Palestina, berdalih agar bertindak rasional, tidak terprovokasi oleh berbagai informasi provokatif, hoaks menyesatkan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yang memanfaatkan.
Sekuat dan sebesar apapun aksi boikot jika hanya dilakukan oleh individu/kelompok ternyata dampaknya tidak akan terlalu kuat dirasakan untuk menggoncang hegemoni ekonomi Israel yang sudah menggurita menguasai pasar internasional. Inilah pentingnya peran negara untuk mengambil kendali dalam aksi boikot. Dampak boikotnya akan terasa lebih dalam dan kuat karena didukung penuh negara.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan Indonesia telah mengekspor produk ke Israel senilai US$ 140,57 juta atau Rp 2,18 triliun (kurs Rp15.500 per dolar AS) selama Januari hingga Oktober 2023. Sementara impor nonmigas Indonesia dari Israel pada Januari hingga Oktober 2023 paling banyak berasal mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya yakni sebesar US$ 5,03 juta.
Israel telah mengimpor sekitar 220.000 barel minyak mentah per hari sejak pertengahan Mei. Sebagian besar dari dua negara yang mengimpor minyak tersebut adalah mayoritas muslim, Kazakhstan dan Azerbaijan. Selain itu produksi gas alam Israel sepertiga dari total produksi, diekspor Israel ke Mesir dan Yordania.
Ini adalah sedikit fakta hubungan ekonomi Israel dengan negeri-negeri muslim. Tentu akan lebih efektif boikot dilakukan oleh negara. Jadi harus dihentikan seluruh bentuk kerjasama ekonomi negeri muslim di dunia dengan negara zionis tersebut.
Tentu ini tidak mudah butuh political will yang kuat dari seluruh penguasa negeri muslim. Sehingga yang mereka lakukan tidak hanya sekedar mengutuk kebiadaban Israel. Wallahu'alam bishowab.
Penulis: Erik Sri Widayati, S.Si