Riska Fadliah Angraini, mahasiswi Hubungan internasional universitas Hasanuddin.
LorongKa.com - Pernyataan menteri pendidikan dan kebudayaan nadiem Makarim menuai banyak respon masyarakat, lantaran menyatakan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan tersier atau dengan kata lain bukanlah kebutuhan yang wajib dipenuhi. Lantas pernyataan menteri pendidikan dan kebudayaan tersebut mendapatkan banyak kecaman dari berbagai pihak mulai dari kalangan mahasiswa, lembaga sosial, hingga masyarakat luas.
Pernyataan ini sejalan dengan fenomena kenaikan UKT di berbagai kampus bahkan di kalangan kampus negeri. Masyarakat mengaitkan fenomena kenaikan UKT dan pernyataan nadiem Makarim dengan skeptis yang terus terjadi di masyarakat mengenai skala prioritas pendidikan yang hanya akan didapatkan bagi mereka yang memiliki harta dan kuasa.
Pada dasarnya hak pendidikan telah tertuang dalam undang-undang dasar 1945, ditegaskan bahwa pendidikan ialah hak segala bangsa, bahkan dalam undang-undang juga dijelaskan mengenai salah satu tujuan negara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih jelasnya dalam undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga negara berhak menerima pengajaran/pendidikan.
Ini beririsan dengan pernyataan menteri pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan adalah kebutuhan tersier yang tidak wajib untuk dipenuhi. Sejalan dengan hal tersebut kenaikan biaya sekolah hingga UKT yang makin mencekik anak bangsa. Jika ditarik lebih dalam maka adanya fenomena kenaikan UKT lahir dari rusaknya sistem pendidikan hari ini, melalui sistem PTNBH pemerintah terlepas tangan dari pendidikan, menghilangkan peran pemerintah dalam menangani berbagai masalah da kebutuhan pendidikan. Maka tidak heran, hari ini pendidikan kian mencekik dan sulit untuk didapatkan secara merata.
Hal ini lantaran posisi universitas yang harus mampu membiayai pengelolaan kampus secara mandiri dengan kondisi yang terbatas, sehingga menjadikan salah satu sumber penghasilan dari kampus adalah melalui UKT.
Fenomena ini disebut juga sebagai komersialisasi pendidikan, di mana pendidikan dijadikan sebagai ladang bisnis yang mana tujuannya juga untuk membiayai pembangunan eksistensi masing-masing kampus. Masing-masing kampus akan sibuk untuk memikirkan bagaimana mencapai gengsi dan posisinya, dan tidak lagi mengutamakan tujuan dasar pendidikan yaitu untuk mencerdaskan generasi.
Pada akhirnya pendidikan hanya akan dirasakan bagi mereka yang memiliki kekuasaan dan kekayaan. Berbagai fenomena ini lahir dari sistem negara hari ini yang mengadopsi kehidupan sekuler, di mana adanya pemisahan kehidupan dengan akidah kehidupan(agama). Padahal kewajiban akan pendidikan juga telah disebutkan dalam hadis rasulullah. Bahkan sebelum itu Al-Quran juga telah menjabarkannya. Hilangnya peran agama dalam kehidupan setelah menghilangkan kesadaran negara akan penting da wajibnya pendidikan.
Dalam Islam pendidikan merupakan kewajiban bagi setiap warga negara yang akan dipenuhi oleh negara. Kesadaran akan kewajiban menuntut ilmu ditanamkan secara mendalam dalam setiap elemen masyarakat, mulai pada tingkat individu, masyarakat, hingga negara. Ketika ketiga elemen tersebut masyarakat telah sadar akan hal ini maka pemenuhan pendidikan akan berjalan dengan sempurna.
Dalam sistem pemerintahan islam, pendidikan merupakan kebutuhan yang wajib untuk dipenuhi atau difasilitasi oleh negara secara gratis sehingga tidak heran pada masa kejayaan Islam berbagai ilmuwan dan para intelektual yang lahir memiliki pengaruh yang besar pada dunia bahkan hingga hari ini.
Salah satu sumber pemasukan negara dalam pemerintahan Islam ialah melalui pengelolaan SDA yang di tangani langsung oleh pemerintah, sehingga pada taraf biaya hidup para penuntut ilmu pun di tanggung oleh negara. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan dalam sistem Islam yaitu untuk melahirkan para intelektual yang taat, dan berkapasitas keilmuan bukan untuk memenuhi kebutuhan industri saja.
Penulis: Riska fadliah angraini