Latipah El-Syahidah (Pendidik dan Aktivis Muslimah)
LorongKa.com - "Masuk sekolah di tempat ibu ngajar nyogok berapa?" tanya seorang ibu pada Saya (penulis) selaku pendidik di sekolah.
Momen kelulusan tentulah menjadi hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para anak yang akan melanjutkan ke jenjang tinggi berikutnya. Namun akan menjadi momok menakutkan bagi orang tua karena ada ketakutan akan masa depan anaknya kelak.
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk sekolah negeri dimulai pada 19 Juni 2024. Kegiatan tersebut dimulai serentak sesuai jadwal yang sudah dikeluarkan oleh Kemendikbud.
Banyak para orang tua mendatangi sekolah negeri sebelum tanggal yang ditentukan karena takut anaknya tidak bisa masuk ke sekolah tujuan. Kekhawatiran para orang tua bukanlah tanpa alasan karena sistem yang diberlakukan adalah sistem zonasi untuk jenjang SMP/ MTs dan SMA/ SMK/ MA bagi sekolah negeri.
Sejak tahun 2017 sistem yang digunakan pendidikan Indonesia menggunakan sistem zonasi. Menurut Mendikbud, sistem ini lebih menekankan pada jarak/radius antara rumah siswa dengan sekolah.Tujuannya untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional.
Koordinator Nasional (Koornas) Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menilai kecurangan pada penerimaan peserta didik baru atau PPDB akan terus berulang di tahun-tahun berikutnya, lantaran tidak ada perubahan sistem sejak 2021 (TEMPO.CO, 21/6/2024).
Kisruh praktik jual beli kursi di sekolah dalam PPDB Sistem Zonasi sudah terdengar desas-desusnya. Banyak pengaduan perihal kasus tersebut namun Pemerintah seolah-olah sudah memberikan terobosan apik dengan adanya zonasi pendidikan tersebut. Padahal banyak lubang-lubang kesalahan besar pada sistem tersebut.
“Ada jual beli kursi, numpang Kartu Keluarga untuk memanipulasi jalur donasi, sertifikat yang abal-abal untuk jalur prestasi, ada titipan dari dinas dan sebagainya, serta pemalsuan kemiskinan karena ada jalur afirmasi,” kata Ubaid Matraji di Gedung Merah Putih KPK.
Saya adalah salah satu pendidik di sekolah negeri di daerah Tangerang. Hal yang membuat saya tercengang ketika musim PPDB adalah ada pertanyaan terlontar oleh seorang ibu yang mempersiapkan anaknya masuk sekolah negeri tahun depan. "Masuk sekolah di tempat ibu ngajar nyogok berapa ya?," tanya seorang ibu. Betapa kagetnya saya ditanyakan nominal langsung oleh salah satu warga. Betapa lumrahnya sogok menyogok hari ini sampai orang-orang mau mempersiapkan materi yang tidak sedikit untuk aktivitas hina tersebut.
Tindakan suap-menyuap, sogok-menyogok, gratifikasi dan sebagainya dalam Islam diistilahkan "risywah" adalah haram.
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (TQS Al-Baqarah: 188)
"Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap" (HR Khamsah kecuali an-Nasa'i dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi).
Tidak ada perdebatan lagi terkait dengan ayat dan hadits di atas karena sudah jelas hukumnya yakni haram. Apalagi risywah tersebut ada dalam instansi pendidikan yang seharusnya melahirkan generasi penerus yang bertaqwa malah sebaliknya. Na'uzubillah
Pendidikan yang Dikomersilkan
Pendidikan dalam sistem Kapitalisme sudah bisa ditebak arahnya kemana. Bermuara pada keuntungan-keuntungan besar para pemilik kepentingan. Tentu yang dirugikan adalah kita sebagai umat Islam.
Sejatinya pendidikan adalah gudang solusi bagi problematika mulai dari negara sampai pribadi. Islam menempatkan pendidikan pada awal manusia dilahirkan sampai ia diwafatkan. Sebagaimana hadits Nabi shalallahu 'alayhi wa salam "Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat". Betapa pentingnya manusia akan ilmu.
*Sistem Pendidikan dalam Islam*
Pendidikan dalam pandangan Islam sangatlah penting keberadaannya. Sebab pendidikan merupakan pondasi seseorang untuk menunjang taraf hidup dan posisinya di hadapan Allah serta manusia lainnya.
Zonasi hanya ada pada sistem yang menzalimi masyarakat. Islam tidak akan memandang jarak lokasi rumah, jalur afirmasi, dan lainnya.
Pendidikan Islam akan menyamaratakan kualitas hingga fasilitas yang disediakan sekolah. Sehingga tidak ada lagi para orang tua menganakemaskan sekolah negeri dan menganaktirikan sekolah swasta. Semua akan sama ketika Islam menjadi poros pendidikan.
Alasan para orang tua saat ini berharap besar pada sekolah negeri adalah tidak adanya pungutan biaya apapun sehingga dapat meminimalisir pengeluaran rumah tangga yang kian hari kian melambung. Membebaskan biaya pendidikan adalah salah satu keistimewaan Islam jika tegak kelak. Sejatinya pendidikan adalah bentuk kewajiban pemerintah kepada masyarakatnya.
Terakhir, pendidikan Islam akan berfokus pada pola pikir, pola sikap, serta membangun kepribadian yang seluruhnya berlandaskan Islam. Sehingga tidak lagi terjadi adanya generasi penerus risywah dalam daulah Islam karena pendidikan sudah diawali dengan niat yang benar dan dijalani dengan hati yang lapang dengan tidak ada lagi kekhawatiran ekonomi dan sebagainya.
Penulis: Latipah El-Syahidah