Notification

×

Iklan

Iklan

Artikel Terhangat

Tag Terpopuler

Sistem Islam Penjamin Kesehatan Warganya, Mampukah?

Selasa, 16 Juli 2024 | 10:12 WIB Last Updated 2024-07-16T02:12:23Z

Vinda Puri Orcianda

LorongKa.com - 
Dokter sebagai salah satu komponen paling utama pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu layanan kesehatan yang akan diberikan.


Kualitas pendidikan dan jam terbang sang  dokter juga menjadi tolak ukur keberhasilan pelayanan yang diberikan oleh seorang dokter. Apalagi bila didukung oleh peran pemerintah dalam memfasilitasi kebutuhan sarana dan prasarana yang juga mendukung kinerja seorang dokter bahkan seluruh tenaga kesehatan. 


Sampai kini terdapat 92 fakultas di Indonesia yang setiap tahunnya, mencetak para dokter yang siap akan terjun di masyarakat, demi memajukan taraf kesehatan masyarakat Indonesia.Namun Indonesia melalui Kemenkes berencana untuk melakukan Impor tenaga dokter asing di Indonesia.


Ironi yang selalu di alami oleh negara tercinta ini, dimana Indonesia sendiri juga banyak memiliki dokter yang juga tidak kalah kualitasnya jika di bandingkan dengan dokter yang di datangkan dari luar.


Bahkan keputusan Kemenkes ini berbuntut terhadap pemecatan seorang Dekan FK Unair (Universitas Airlangga), Prof. Budi Santoso. Beliau menolak untuk menerima rencana dari pemerintah yang akan mendatangkan tenaga kerja dokter asing ke Indonesia. (www.cnnindonesia.com, 4/7/24)


Menanggapi kekisruhan yang terjadi akibat pencopotan Prof. Budi Santoso sebagai Dekan fakultas kedokteran UNAIR, Kemenkes menyebutkan bahwa alasan dokter-dokter asing datang ke Indonesia bukan berniat untuk bersaing pasar dengan dokter lokal.


Menkes Budi Gunadi Sadikin menjelaskan hampir 80 tahun Indonesia merdeka, namun Indonesia masih kekurangan tenaga spesialis, dan yang paling banyak kosong adalah dokter gigi. Dan ada banyak lagi posisi tenaga kesehatan yang kosong di berbagai Puskesmas  Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK). (www.antaranews.com, 2/7/24)


Begitulah kenyataan yang terjadi di Indonesia, dimana pemerintah selalu tunduk pada keputusan dunia. Keputusan para pemimpin pun akan tersandera dengan kebijakan yang di inginkan oleh para oligarki pemegang modal terkuat.


Dengan begitu, kemaslahatan masyarakat pun akan tergadaikan hanya demi kepentingan kelompok tertentu. Padahal Indonesia ini memiliki potensi sumber daya manusia yang amat banyak, bila dilihat dari jumlah penduduk dengan rata-rata usia produktif sebanyak 174-180 juta pada 2020 sampai 2024 merupakan angka terbanyak di Asia Tenggara. Namun segala potensi ini tidak di maksimalkan oleh pihak pemerintah, melalui pendidikan yang terbaik.


Ditambah dengan tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa S1 fakultas kedokteran. Karena secara umum ketika kita melihat tingkat favorit dari sebuah fakultas, maka kedokteran menempati peringkat teratas sebagai jurusan terfavorit. Maka sudah barang tentu UKT di fakultas ini akan mahal, ditambah dengan uang pangkal awal yang lebih fantastis harganya. Hal inilah yang termasuk dalam salah satu penyebab kurangnya tenaga dokter di Indonesia.


Pemerintah bukannya fokus untuk mencetak dokter terbaik di Indonesia, dengan menurunkan biaya persekolahan yang terjangkau dan mempermudah proses pendidikan dokter, akan tetapi malah mengesahkan UU Kesehatan yang notabene nya akan banyak berujung merugikan profesi dokter di Indonesia.


Maka keputusan pemerintah untuk memberikan izin praktek bagi dokter dari luar, bukanlah menjadi sebuah solusi bagi ketidaktersediaan tenaga dokter yang memadai di Indonesia. Malah lebih memperlihatkan lemahnya perhatian pemerintah, kepada kualitas kesehatan bangsa Indonesia.


Saat ini sudah menjadi rahasia umum tentunya ketika bidang kesehatan ini, mengalami pergeseran menjadi bagian dari industrialisasi dan kepentingan ekonomi. Sehingga mutu dari pelayanan kesehatan yang seyogianya tidak akan pernah tercipta, karena negara hanya berperan sebagai regulator saja.


Ini semua terjadi karena penerapan sistem kapitalis yang merusak tatanan pengaturan kesehatan, dimana spiritnya harusnya melayani dan memberikan kualitas kesehatan terbaik demi terciptanya kualitas masyarakat sehat dan bermutu, menjadi spirit kepentingan ekonomi.


Karena pada dasarnya kapitalisme ini di bangun di atas konsep kepemilikan pribadi, motif keuntungan, dan persaingan pasar. Tujuan dari sistem kapitalis ini sendiri adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi sang pemilik modal. Sehingga kepentingan masyarakat dapat dengan mudah tergadaikan bila menggunakan sistem bobrok dan rusak tersebut.


Industrialisasi kesehatan yang di lakukan pemerintah hari ini sudah menjadi rahasia umum di masyarakat, hal ini karena lahan kesehatan adalah termasuk dalam ladang bagi para pemilik modal untuk mencari keuntungan semata.


Apalagi Indonesia sejak bergabung dan ikut serta dalam keanggotaan nya di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang notabene nya juga tergabung di dalam GATS (General Agreement on Trade in Services) juga memiliki perjanjian-perjanjian  untuk memperluas sektor liberalisasi sektor jasa seperti, sektor bisnis, kontruksi, pendidikan, transportasi, komunikasi, keuangan, distribusi, lingkungan, pariwisata, olahraga, budaya, bahkan juga sektor kesehatan.


Karena kebijakan inilah maka bidang kesehatan semakin di liberalisasikan, termasuk akan dihadirkannya tenaga dokter  WNA, bukti dari perpanjangan tangan dari liberalisasi dan hal tersebutlah yang membuat banyak tenaga dokter di Indonesia banyak yang turut menolak kebijakan tersebut.


Dengan adanya kebijakan yang berpihak pada oligarki, jelas merugikan anak bangsa sendiri. Nyata adanya kebobrokan dari sistem kapitalis yang sudah mengakar di bangsa ini. Liberalisasi bidang kesehatan tengah berjalan dengan pongah menunggu kehancurannya sendiri, Inilah sebuah ironi dari bangsa ini dengan sistem kapitalismenya.


Sungguh hal ini menjadi perbedaaan yang sangat signifikan dari penerapan sistem Islam. Yang mana dalam sistem Islam, aspek kesehatan jelas di pandang sebagai kebutuhan publik, yang harus di kelola sebagai kepentingan fasilitas umum oleh negara.


Negara memiliki mekanisme pengelolaan dana khusus untuk mengatasi permasalahan kesehatan publik. Jika permasalahan kesehatan masyarakat tidak tertangani dengan serius, akan dapat dipastikan segala stabilitas kualitas manusianya pun akan terjadi gangguan.


Islam memandang kesehatan haruslah benar-benar bersih dari aspek bisnis. Maka dari itu negara wajib menyediakan segala fasilitas dan infrastrukturnya, mulai dari ini rumah sakit, klinik, tenaga kesehatan, dokter, dan segala fasilitas pendukungnya yang terbaik.


Tersebab negara atau pemerintah dalam sistem Islam memiliki fungsi sebagai ra'in q (pengurus), maka pemerintah wajib mengurusi segala urusan dan kepentingan masyarakat di bawah naungannya. Seperti hadist Rasulullah SAW sebagai berikut : 


“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR Al-Bukhari).


Dalam kitab Muqaddimah ad-Dustur, Syekh Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan bahwa pada masa nabi Muhammad SAW memimpin kota Madinah dalam kedudukan beliau sebagai seorang kepala negara. Rasulullah pernah mendatangkan seorang dokter untuk mengobati seorang warga Madinah, yakni Ubay.


Nabi SAW mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir. Beliaupun  menjadikan dokter tersebut sebagai dokter umum bagi seluruh warganya. 


Dari periwayatan tersebut dapat disimpulkan bahwa Rasulullah SAW sebagai kepala negara, menjamin ketersediaan tenaga kesehatan bagi masyarakatnya. Dan pelayanan tersebut juga disediakan secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada warga yang tanpa memungut biaya sepeserpun.


Riwayat diatas menjadi bukti bahwa dalam sistem Islam negara bertanggung jawab memberikan jaminan kesehatan gratis bagi masyarakatnya. Rakyat tidak boleh terbebani dengan biaya, apalagi dipaksa untuk mengeluarkan uang demi mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik.


Karena dalam Islam, jaminan kesehatan bagi rakyat yang disediakan oleh pemerintah memiliki tiga prinsip. Yaitu yang pertama, jaminan kesehatan berlaku umum tanpa diskriminasi. Ini dimaksudkan pemberlakuan fasilitas kesehatan tidak memandang agama yang di peluk seorang warga atau tingkat harta yang mereka miliki. Kedua, tidak dipungut biaya sepeserpun. Ketiga, negara wajib memberikan kemudahan akses pelayanan fasilitas kesehatan yang terbaik, yang disediakan oleh negara.


Negara pun akan menyediakan semua fasilitas ini dengan biaya yang didapatkan dari hasil pos kepemilikan negara berupa sumber daya alam. Dimana sumber daya itu di kelola keseluruhan oleh negara, dengan hasil yang akan digunakan untuk fasilitas umum yang salah satunya yaitu bidang kesehatan.


Beginilah Islam mengatur perpolitikan di bidang kesehatan yang akan menjamin keseluruhan warganya, bukan hanya kesehatan fisik, namun juga termasuk kesehatan mental masyarakatnya. Yang kesemua hal tersebut hanya akan terjadi dengan menggunakan sistem Islam. Sistem yang hadir langsung diajarkan oleh Rasulullah SAW dengan bimbingan langsung oleh Allah SWT sang pemilik semesta.


Wallahu'alam bishawwab.


Penulis: Vinda Puri Orcianda

×
Berita Terbaru Update