Notification

×

Iklan

Iklan

Artikel Terhangat

Tag Terpopuler

Ketimpangan Sampah Makanan dan Kemiskinan

Minggu, 04 Agustus 2024 | 14:12 WIB Last Updated 2024-08-04T06:12:56Z

Azizah (ASN Penyuluh Pertanian di Dinas Pertanian Kabupaten Barito Utara, Kalteng)

LorongKa.com - 
Saat ini, kehidupan kita tidak terlepas dari perkembangan zaman. Perkembangan zaman saat ini menjadikan kehidupan kita juga ikut menyesuaikan dan beriringan dengan hal tersebut. Perkembangan ini akhirnya menjadikan kehidupan kita mengikuti sesuatu yang terbaru (trend) atau dikenal dengan kata viral. Keadaan saat ini individu masyarakat terlebih generasi muda sangat mengikuti sesuatu yang viral, termasuk pada gaya hidup, pakaian, dan makanan. Dampak dari gaya hidup generasi muda saat ini yang selalu mengikuti sesuatu yang baru (FOMO), termasuk pada perihal makanan. 


Timbulan sampah nasional pada tahun 2023 mencapai 26,20 juta ton. Jumlah itu lebih rendah dari timbulan sampah nasional pada tahun sebelumnya yang sebesar 37,73 juta ton (Tirto.id). Bappenas memperkirakan pangan yang hilang dan terbuang di kedua subsektor ini dapat digunakan untuk memberi makan 61-125 juta orang. Jumlah itu setara dengan 29-47% penduduk Indonesia (CNBC Indonesia, 03 Juli 2024).Total emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari timbulan sampah sisa makanan mencapai 1.072,9 metrik ton (MT) CO2. Hal ini juga berefek pada perekonomian Negara dimana akibat susut dan sisa makanan (food loss and waste) negara mengalami kerugian mencapai Rp213 triliun-Rp551 triliun per tahun. Angka ini setara dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.


Hal ini sangat berbanding terbalik dengan persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen, yang menunjukkan bahwa di antara banyaknya makanan yang terbuang ternyata masih banyak orang yang masih kesulitan makan. Gaya hidup masyarakat seperti ini tidak lepas dari sistem kapitalisme yang menjadikan asas hidup individu banyak mengikuti yang sedang viral (FOMO) dan banyak berlandaskan pada materi yang menjadi tujuan hidupnya. Sehingga atas gaya hidup ini banyak anak muda yang membeli makanan yang sedang ramai (viral) demi pemenuhan eksistensi dan gaya hidup semata.


Individu dibentuk untuk mensyukuri nikmat Allah


“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” (QS Al-Baqarah: 152).


Ali Ashshabuni dalam Shafwaat al-Tafaasir menyatakan,


“(Ingatlah kalian kepada-Ku) yakni ingatlah kalian kepada-Ku dengan ibadah dan taat, niscaya Aku akan mengingat kalian dengan cara memberi pahala dan ampunan. (Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku), bermakna, “Bersyukurlah kalian atas nikmat-nikmat yang telah Aku berikan kepadamu dan jangan mengingkarinya dengan melakukan dosa dan maksiat.”


Berdasarkan ayat tersebut, setiap individu muslim memerintahkan hambanya untuk mengingat dan bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya. Bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita sebagai manusia yang beriman adalah merupakan kewajiban. Apabila seorang hamba tidak bersyukur atau kufur nikmat maka orang tersebut ke dalam golongan orang-orang yang sombong. Tanda syukur kita atas nikmat yang telah diberikan Allah berupa makanan ataupun materi yang lain adalah dengan cara memperhatikan cara perolehannya dipastikan halal dan mengkonsumsi yang halal lagi baik dan tidak berlebihan apalagi terbuang menjadi tumpukan sampah. Sebagaimana terdapat dalam ayat berikut:


“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS Al-Baqarah: 172).


Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-A’raf [7]: 31).


Akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur, atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah. Karena kebanyakan manusia tidak menggunakan akalnya dengan benar, sehingga memilih hal-hal yang merugikan dirinya di dunia dan akhirat. Banyak yang mengkonsumsi sesuatu bukan karena baik untuk kesehatan tetapi hanya mementingkan makanan/ minuman viral yang menimbulkan masalah kesehatan seperti menyebabkan gagal ginjal. Kasus terbaru yaitu Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta mengungkapkan ada 60 anak yang menjalani terapi penyakit gagal ginjal di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (DetikNews, 03 Agustus 2024). Hal ini sesuai dengan dengan firman Allah:


“Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas umat manusia, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukurinya.” (QS Yunus: 60).


Negara mengatur pengelolaan makanan dan distribusinya


Pemerintah dalam dalam sistem sekuler kapitalis kerap melakukan impor beras bersamaan dengan momen panen raya di dalam negeri hingga akhirnya stok beras menumpuk di gudang. Pemerintah mengabaikan masalah distribusi pangan sehingga banyaknya produk di gudang tidak mencerminkan kondisi masyarakat yang tercukupi. Banyak masyarakat yang bahkan kelaparan karena tidak mampu untuk membeli bahan makanan. 


Masalah kemiskinan dan kelaparan di dalam sistem kapitalisme tidak kunjung selesai. Semua hal dalam sistem kapitalisme dipertimbangkan untung ruginya. Bagi masyarakat yang tidak dapat membeli akan kekurangan, bagi yang dapat membeli maka akan kecukupan dan bagi yang kaya raya maka akan membeli sesuka hati (berlebihan) sehingga menimbulkan sampah. Barang yang tidak terbeli masyarakat akan kadaluarsa (expired) dan berakhir menjadi sampah. 


Ketika menggunakan syari’at Islam, masalah sampah akan terselesaikan. Khilafah akan menanamkan kepribadian Islam melalui kurikulum pendidikan sehingga zuhud menjadi gaya hidup masyarakat. Khilafah membuat regulasi, misalnya keharusan menghabiskan makanan di rumah makan atau membungkusnya jika tersisa sehingga perilaku membuang-buang makanan bisa ditekan dan jauh berkurang. 


Khilafah juga akan mengawasi industri agar tidak ada praktik membuang-buang makanan. Di dalam Khilafah, makanan diproduksi secukupnya, sesuai dengan kebutuhan pasar yang dihitung secara cermat. Jika ada industri atau pelaku usaha yang terbukti membuang-buang makanan, Khilafah akan memberikan sanksi tegas. Selanjutnya, Khilafah akan segera mendistribusikan bahan makanan pada warga yang membutuhkan hingga tidak ada lagi rakyat yang miskin dan tidak bisa makan.


Pada saat yang sama, Khilafah menyediakan dana yang besar dari baitulmal, untuk memastikan tiap-tiap rakyat bisa makan secara layak. Khilafah akan memfasilitasi warga yang memiliki kelebihan makanan untuk menyedekahkannya pada orang-orang yang membutuhkan. Praktik ini pernah terjadi pada masa Khilafah Utsmaniyah. 


Saat itu, khalifah memberikan teladan pada rakyatnya dengan tidak berlebih-lebihan dalam jamuan kenegaraan. Jauh pada masa sebelumnya, hal semacam ini juga pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ketika beliau menolak makan daging karena rakyatnya sedang mengalami krisis pangan. Dengan semua mekanisme syar’i ini persoalan susut dan sisa makanan akan terselesaikan secara tuntas, Insyaallah. 


×
Berita Terbaru Update