Rifqi Septian Dewantara, asal Balikpapan, Kalimantan Timur. Alumnus Karya-karyanya tersebar di sejumlah media online dan buku antologi bersama. Kini bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara. |
Rifqi Septian Dewantara
Langit di kepalaku telah lapang dan benar-benar abu, ketika puisi menyentuh banyak raga; tetapi tidak raga kau
Di tengah jalan; aku adalah puluhan cahaya. Entah pagi, siang, sore, malam, atau bagian hari-hari lain kau. Memeluh tubuhku, mendekap rindu kau
Di persimpangan jalan kau adalah titik-titik kehidupan
Yang mendiami tubuh lesuhku
Menjadikannya begitu berani keluar dari pikiranku
Melepas jauh dari kematian kata
Dan perpisahan adalah hal paling tidak menarik dari sebuah perjumpaan
Seperti penghujan kepada kemarau ataupun sebaliknya
Seorang peramal cuaca mengatakan akan terjadi musim penghujan di wajahku. Tetapi setelah semua dibaca dan diramalkan, yang ada hanya kemarau panjang yang kering di tubuh puisi ini
Kehidupan mulai kembali ketika kau belum juga hadir. Seperti musim yang berubah-ubah, mungkin kau dan aku diceritakan selokal itu. Dingin, panas, mendung, terik dan banyaklah macam bentuknya.
2023