Diyanah Fadhillah (Aktivis Muslimah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
LorongKa.com - Belakangan ini, masyarakat Indonesia dihadapkan pada kenaikan harga minyakita yang signifikan. Minyakita, sebagai salah satu bahan pokok dalam masakan sehari-hari, memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Kenaikan harga ini tidak hanya membebani konsumen, tetapi juga mempengaruhi berbagai sektor ekonomi. Lantas apa penyebab utama kenaikan harga Minyakita? Bagaimana kenaikan harga ini berdampak pada masyarakat? Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini?
Hingga kini, Harga Minyakita sudah tembus Rp16.000 di pasar tradisional, salah satunya Pasar Tradisional Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Angka ini lebih tinggi dari harga Minyakita terkini yang diungkap Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan adalah Rp15.700 per liter. CNNIndonesia.com mencatat setidaknya sekitar lima pedagang yang menjual Minyakita dengan harga sebesar itu. “Udah berlaku Rp15.700 per liter. Nanti resminya tentu ada Permendagnya, tetapi ini memang sudah berlaku,” kata seorang pedagang Minyakita di Lenteng Agung. Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng Minyakita atau harga minyakita naik dari Rp 14.000 menjadi Rp 15.700 per liter.
Kenaikan ini diumumkan oleh Mendag dalam Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat. Ekonomi dan Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat merasa bingung dengan alasan Kemendag, harga eceran minyak goreng harus disesuaikan dengan biaya produksi yang terus naik dan fluktuasi nilai tukar rupiah.
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi harga minyakita adalah kenaikan harga bahan baku. Jika harga kelapa sawit atau kedelai sebagai bahan baku utama minyakita naik, otomatis harga minyakita juga akan meningkat. Selain itu juga factor dari Gangguan Pasokan, seperti Cuaca buruk, bencana alam, atau gangguan logistik dapat mengganggu pasokan bahan baku, yang pada gilirannya menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga minyakita. Terdapat juga factor dari Perubahan kebijakan pemerintah, seperti penyesuaian tarif pajak atau subsidi, dapat berdampak langsung pada harga minyakita di pasaran. Bahkan hingga factor Nilai tukar mata uang yang tidak stabil dapat mempengaruhi biaya impor bahan baku, yang kemudian mempengaruhi harga jual minyakita.
Kenaikan harga minyakita juga akan berimbas pada kehidupan kita. Kenaikan harga minyakita meningkatkan pengeluaran rumah tangga, terutama untuk keluarga berpenghasilan rendah. Ini terjadi pada daya beli dan kualitas hidup. Kenaikan harga minyakita akan menimbulkan inflasi. Sebab, minyakita adalah komponen dalam banyak produk makanan. Sehingga, kenaikan harga ini akan menyebar ke berbagai sektor lain. Ini akan membuat kondisi ekonomi menjadi bertambah buruk. Bermacam-macam dampak itu terus berdampak pada Industri. Para pengrajin di industri makanan dan minuman yang menggunakan minyakita sebagai bahan bakunya akan mengalami peningkatan biaya produksi. Hal ini akan menggerus margin untung mereka atau membuat mereka menaikkan harga jual produk mereka
Ada beberapa solusi yang dapat diusulkan untuk masalah ini. Salah satunya adalah menurunkan kembali harganya yang dapat dicapai dengan diversifikasi sumber bahan bakunya. Mendiversifikasi sumber bahan mentah dengan mencari alternatif yang layak, seperti minyak kelapa atau minyak jagung, dapat membantu menstabilkan harga dengan mengurangi ketergantungan pada satu jenis bahan baku. Langkah lain adalah meningkatkan produksi lokal. Insentif kepada petani dan produsen lokal dapat memotivasi mereka untuk menghasilkan minyak yang lebih banyak, yang pada gilirannya dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan menstabilkan harga. Sistem distribusi juga dapat diperbaiki untuk memastikan bahwa persediaan tetap stabil, dan penimbunan dihentikan, karena tindakan ini dapat mengarah pada kelangkaan dan meningkatkan harga yang tidak masuk akal. Terakhir, tetapi tidak sedikit, pemerintah harus memperbaiki kebijakan harga. Subsidi atau pengendalian harga harus diberikan kepada konsumen untuk melindungi mereka dari kenaikan harga yang cukup.
Ketika zaman Nabi, saat harga barang-barang naik, para sahabat datang kepada Nabi SAW meminta agar harga-harga tersebut dipatok, supaya bisa terjangkau. Tetapi, permintaan tersebut ditolak oleh Nabi, seraya bersabda, “Allah-lah yang Dzat Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan rezeki, Memberi Rezeki, dan Mematok harga.” (HR Ahmad dari Anas). Dengan begitu, Nabi tidak mau mematok harga, justru dibiarkan mengikuti mekanisme supplay and demand di pasar.Tentu saja hal itu bukan membiarkan ,namun melakukan intervensi tanpa merusak persaingan pasar.
Sebaiknya negara perlu ambil alih dalam proses alurnya distributor barang. Jika hal itu dikelola negara tentunya tak ada lagi biaya mahal penyaluran barang atau ongkos kirim yang menambah kenaikan barang pokok tersebut. Langkah selanjutnya adalah mengganti standar mata uang kertas dengan emas dan perak. Karena mata uang kertas nilainya berubah ubah, gampang rusak, dan rentan inflasi. Dengan mengganti itu maka menjaga stabilitas sistem perekonomian negara karena tak akan terjadi spekulasi dan manipulasi terhadap nilai tukarnya.
Nabi SAW juga memberikan pedoman dan ajaran tentang keadilan ekonomi serta menganjurkan para sahabatnya untuk berdagang dengan jujur, menghindari penimbunan barang, dan menjual dengan harga yang wajar. Meskipun kenaikan harga sudah pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW, namun kepemimpinan beliau menunjukkan kesediaan untuk mengatasi masalah tersebut dengan menjamin keadilan dan kesejahteraan sosial dalam kebijakan ekonomi. Keadilan Ekonomi dalam Mu'amara dan penekanan pada keadilan dalam transaksi komersial yang dilakukan Nabi tanpa membatasi kebebasan pasar. Hal ini memberikan kebebasan lebih bagi individu untuk menentukan harga suatu barang sepanjang tidak melanggar prinsip keadilan Islam.
Inilah cara Islam mengatasi problematika kenaikan harga kebutuhan pokok. Dari semua solusi yang sudah atau pernah ditawarkan untuk menanggulangi masalah ini dan sangat kompleks hanyalah sistem islam yang mampu menyelesaikan semua problematika kehidupan. Bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah yang berasal dari Allah SWT. Lalu ubah kehidupan rusak ini dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islam. Wallahu a’lam bisshowab.
Penulis: Diyanah Fadhillah