Zulhilda Nurwulan, S.Pd (Aktivis Muslimah)
LorongKa.com - Hari anak nasional yang diperingati setiap tanggal 23 Juli tampaknya tidak memberikan efek apapun pada kondisi anak. Bertepatan dengan peringatan tersebut berbagai masalah anak kerap muncul di permukaan. Misalnya, fakta-fakta tentang prostitusi online di kalangan anak, pergaulan bebas, hingga viralnya sebuah video tiktok dari seorang guru SMP yang memberitahukan bahwa hingga saat ini masih banyak anak usia SMP yang belum bisa membaca. Ada apa dengan anak-anak hari ini?
Kapitalis, Momok Berbagai Penyimpangan Sosial!
Berbagai informasi terkait anak memang sangat memprihatinkan terlebih mengingat potensi bagi anak-anak kelak di masa yang akan datang. Maraknya kasus prostitusi online di kalangan anak tentu sangat memukul hati para orang tua yang mendambakan anak-anaknya menjadi pribadi yang baik. Belum lagi pergaulan bebas yang juga menghantam kalangan anak. Hal ini juga sangat memilukan hati. Ditambah, informasi tentang kurangnya literasi pada anak yang mengakibatkan masih banyak anak-anak Indonesia tergolong dalam buta baca.
UNESCO menyebutkan literasi Indonesia dalam minat baca sangat rendah yakni hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca (Kominfo.go.id). Fakta-fakta ini tentu tidak lepas dari peran teknologi online seperti gadget. Teknologi memang memiliki dua sisi, layaknya pisau yang bermata dua bisa bermanfaat namun bisa jadi paling merugikan. Namun, kondisi semacam ini tidak dapat dihindari terlebih dalam era kapitalis seperti hari ini.
Kapitalis yang berporos pada kepentingan dan manfaat materi memang berperan penting dalam menciptakan berbagai penyimpangan di kalangan anak-anak, seperti kasus-kasus yang dibahas sebelumnya. Anak-anak mampu menghidupi dirinya sendiri bahkan memuaskan diri dengan bermodalkan gadget. Dalam sistem kapitalis, standar baik dan buruk menjadi kabur.
Begitu pula dengan benar dan salah, keduanya menjadi tidak jelas. Dalam pandangan kapitalis, sesuatu dinilai baik ketika mendatangkan manfaat secara materi dan bernilai buruk ketika tidak memberikan manfaat materi apapun sehingga bukan hal awam ketika prostitusi online, pergaulan bebas di kalangan anak marak terjadi. Anak menjadi kehilangan potensinya sebagai agen perubahan di masa yang akan datang.
Anak Menjadi Korban Penyimpangan Sosial, Dimana Peran Negara?
Maraknya penyimpangan di kalangan anak-anak tentu bukan tanpa alasan. Anak yang seharusnya menjadi bagian masyarakat yang membutuhkan pendampingan, pengawasan, dan pendidikan penuh tidak pantas terjerumus dalam kelamnya kehidupan kapitalis yang rusak ini. Parahnya, dalam kondisi yang sudah memuakkan ini alih-alih mencari solusi negara malah mendatangkan problem baru.
Dilansir dari Tempo.co, Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Hal ini menjadi bumti jika negara memang tidak serius mengurusi urusan rakyat.
Hadirnya kebijakan terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja makin merusak citra generasi muda bahkan mematikan potensi mereka sebagai generasi unggul. Lantas, harapan Indonesia emas 2045 semacam apa yang bisa dicapai?
Menyedihkan. Begitulah rupa pemimpin sekuler-kapitalistik yang haus materi dan kesenangan duniawi. Anak yang sejatinya adalah harapan di masa yang akan datang hanya akan menjadi momok mematikan dengan berbagai kebijakan pemerintah kapitalistik. Maka, tidak heran jika generasi hari ini adalah generasi rapuh yang individualis, apatis dan apolitis. Bagaimana tidak? Negara menghadirkan solusi yang hipokrit, menipu dan ilusi.
Di bidang pendidikan misalnya, kurikulum berganti setiap periode, tujuan dan visi-misi pendidikan nasional menjadi kabur. Tidak tercapai! Banyak penyimpangan di sekolah seperti tindakan kekerasan, buta baca, izin sekolah atas pelaku aborsi, pergaulan bebas, hingga masalah bullying adalah dampak dari kebijakan pendidikan yang tidak jelas. Tidak ada hukuman tegas atas tindakan-tindakan ini.
Selain itu, lemahnya pengaturan sistem teknologi seperti game online, judol, hingga prostitusi online yang menjerat remaja makin menegaskan sikap pemerintah yang lepas tangan atas kehidupan rakyat. Belum lagi dari ranah keluarga, kekerasan terhadap anak kerap terjadi baik secara fisik maupun seksual. Lantas, masihkah bertahan dengan kondisi sistem yang rusak seperti ini?
Islam, Solusi Hakiki atas Penyimpangan Sosial
Allah berfirman dalam ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal [8]: 27).
Sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas, ada kewajiban bagi orang tua, masyarakat hingga negara dalam memegang amanah atas kesejahteraan anak. Selayaknya harta berharga, anak adalah titipan Allah yang istimewa.
Islam sebagai agama sekaligus ideologi, yang merupakan aturan hidup sangat tegas terhadap berbagai perilaku penyimpangan sosial. Islam menetapkan berbagai aturan berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah, bujan pada hawa nafsu semata apalagi sebatas kepentingan materi.
Pemisahan agama dari kehidupan selayaknya sekularisme adalah ajaran yang bertentangan dengan islam. Seyogianya, islam telah memiliki aturan lengkap yang berasal dari Ilahi Rabbi, mengatur kehidupan. Dalam hal ini, pemimpin (khalifah) negara memiliki otoritas untuk memutuskan perkara kriminal maupun perdata berdasarkan hukum Allah.
Di dalamnya negara berperan menciptakan atmosfer kondusif bagi terwujudnya keamanan bagi anak, masyarakat bahu-membahu merealisasikan apa yang menjadi visi negara bagi generasi, sedangkan para individu masyarakat menjalankan perannya masing-masing sesuai standar syariat. Kondisi ideal ini akan memastikan terwujudnya tatanan keluarga ideal sebagai institusi pencetak generasi masa depan. Wallaahualam bissawab.
Penulis: Zulhilda Nurwulan.