LorongKa.com - Merriage is Scary perbincangan panas dikalangan anak muda hari ini. "Pernikahan itu menakutkan" begitulah singkatnya. Trend ini menggambarkan ketakutan para wanita terhadap pernikahan dengan orang yang tidak tepat. Mulai dari ketakutan mereka terhadap KDRT, perselingkuhan, mertua yang mendominasi, tidak bisa mendidik anak, karier yang terhambat, ketakutan ekonomi hingga suami yang tidak bertanggung jawab memberikan nafkan.
Dalam banyak tanggapan para wanita ini menceritakan jika mereka diberi pilihan untuk kembali ke masa lalu hal yang ingin diubahnya adalah keputusan untuk menikah. Mereka labih memilih untuk tidak menikan selamanya. Menikan memberi mereka trauma yang cukup besar. Ditambah maraknya berita yang digoreng di media arus utama tentang KDRT hingga perselingkuhan menambah ketakutan tersendiri bagi mereka.
Tak heran jika trend pernikahan terus menurun tiga tahun belakangan. BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat pada tahun 2023 trend pernikahan menyusut hingga 200 ribu pasangan. Jika angka ini terus menurun maka akan sangat membahayakan generasi. Bisa-bisa angka kelahiran kita akan minus dan terjadi kelangkaan generasi. Seperti yang sudah terjadi di banyak negara maju dimana mereka terancam punah. Lalu bagaimana menyikapinya?
Jika kita lihat akar masalahnya, ini adalah soal "ketakutan". Sebenarnya wajar jika kita merasa takut atau bimbang sebelum memutuskan sesuatu apalagi memutuskan untuk memulai hubungan baru dengan orang baru. Namun perlu digaris bawahi bahwa perasaan bukanlah pemimpin kita dalam berfikir. Karena jika mengedepankan perasaan semata maka kita tidak akan menemukan solusi yang tepat bahkan bisa membahayakan kita sendiri.
Sebagai perempuan kita harus mencari tahu kenapa pemikiran ini datang dan kemudian mempengaruhi paradigma berfikir kita?
Pertama memang banyak fakta yang sudah terjadi di jaman sekarang banyak sekali pernikahan yang tidak bahagia. Kondisi ini terus diberitakan dan menjamur, sehingga memperkuat opini bahwa pernikahan itu menyakitkan.
Ke dua lemahnya generasi sekarang dalam berkomitmen. Pernikahan adalah komitmen jangka panjang yang memerlukan banyak pengorbanan dan tanggung jawab. Masalahnya banyak anak muda sekarang yang takut kehilangan kebebasan dirinya, identitas diri dan ruang pribadinya setelah menikah terutama bagi perempuan.
Paradigma kapitalisme yang memandang segala sesuatu dinilai dari materialisme telah menggeser arah pandang perempuan. Perempuan yang hanya fokus menjadi IRT dan mengurusi keluarga dilabeli buruk, beban karena tidak menghasilkan uang. Label negatif lainnya kerap dilayangkan kepada IRT sehingga menjadi IRT menjadi momok tersendiri bagi perempuan. Belum lagi resiko punya anak yang tidak mudah bagi perempuan. Pengorbanan waktu tenaga dan pikiran yang tidak sedikit enggan membuat mereka berkomitmen.
Ketiga yakni bergesernya nilai budaya dan pandangan banyak orang dalam memandang pernikahan. Jika dulu masyarakat memandang bahwa pernikahan sebagai tujuan hidup utama dengan visi melanjutkan keturunan, sekarang pernikahan hanyalah salah satu pilihan hidup saja. Hal ini juga senada dengan opini yang dikampanyekan oleh para feminis dimana wanita harus setara dengan laki-laki, childfree, perempuan harus mandiri tidak boleh disetir laki-laki dll. Paradigma ini turut memperparah keadaan.
Keempat yakni faktor ketidakhadiran negara dalam mengurus rakyatnya. Ekonomi yang kian sulit ditambah harga-harga yang melambung tinggi membuat para lelaki takut untuk menikah karena merasa mereka belum siap dengan ekonomi yang tidak stabil. Jaminan keamanan, kesehatan pendidikan juga menjadi barang mewah di negeri yang menerapkan demokrasi ini. Alhasil wajar jika ketakutan para pemuda untuk menikah semakin hari semakin bertambah.
Sungguh problematika yang sistemik. Penerapan sistem kapitalisme membuat tatanan kehidupan carut marut. Pernikahan jauh sekali dari visi misi seharusnya. Keluarga terkikis fungsinya hanya pemuas nafsu belaka. Memiliki anak juga demi ajang investasi belaka.
Dalam Islam berumah tangga bukanlah ajang pemuas nafsu belaka, atau pencetak generasi yang bisa jadi investasi di hari tua. Dalam Islam berumah tangga haruslah berbahtera di surga, visi akhiratlah yang mendasarinya. Dengan dasar ini maka badai apapun yang akan terjadi dalam pernikahan akan mampu dilalui dengan penuh sabar dan ikhlas.
Tidak ada pernikahan yang selalu bahagia, ada kalanya Allah uji dengan angin sepoi hingga badai besar yang terus berlalu lalang. Karena Allah berfirman
“Dan Kami akan menguji kamu dengan sesuatu ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya.’ Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah: 155-157).
Ujian-ujian inilah yang akan menguatkan kita, yang menjadikan cinta senantiasa bertumbuh karena sandarannya kepada pemilik cinta yakni Allah SWT. Jika dalam pernikahan visi kita hanya dunia maka ketika badai datang mudah rusaklah bahtera. Maka penaman visi akhirat inilah yang sangat penting ditanamkan pada anak muda yang sekarang mulai jauh dari agamanya akibat penerapan sistem kapitalisme.
Selain itu dalam Islam terdapat berbagai sistem kehidupan yang diatur secara sempurna dan ciamik. Seperti sistem ekonomi Islam yang akan berintegrasi dengan sistem lainnya dalam mewujudkan tatanan kehidupan yang menjadi Rahmat bagi seluruh penduduk bumi. Wallahualambissawab.
Penulis: Shita Istiyanti