Notification

×

Iklan

Iklan

Artikel Terhangat

Tag Terpopuler

Intoleransi Beragama Vs Peran Ideologi Islam

Selasa, 08 Oktober 2024 | 18:11 WIB Last Updated 2024-10-08T10:11:12Z

Jelvina Rizka

LorongKa.com - 
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia dihadapkan pada sejumlah kasus intoleransi beragama yang semakin memprihatinkan. Data dari Setara Institute menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terdapat lebih dari 170 kasus pelanggaran kebebasan beragama di berbagai daerah. Kasus-kasus ini meliputi penolakan pembangunan rumah ibadah, pembubaran acara keagamaan, hingga tindakan diskriminatif terhadap kelompok minoritas. Fenomena ini mengindikasikan bahwa sikap intoleransi beragama di Indonesia masih menjadi masalah serius yang mengancam kebebasan umat beragama untuk menjalankan ibadah mereka secara damai. Meskipun konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama, kenyataannya masih ada segelintir kelompok yang menggunakan agama sebagai dalih untuk membenarkan tindakan intoleran.


Seperti yang baru saja terjadi, dilansir dari JAKARTA, iNews.id-Video seorang perempuan mengamuk di sebuah kompleks perumahan di Kota Bekasi, Jawa Barat viral di media sosial. Perempuan itu tidak terima dengan tetangganya umat Kristiani yang beribadah di salah satu rumah. Tampak, perempuan berjilbab kuning yang diduga Aparatur Sipil Negara (ASN) itu marah-marah kepada sekelompok orang. Kasus ini menimbulkan keprihatinan publik. ASN Pemerintah Kota Bekasi itu dinilai tidak mencerminkan sikap toleransi antar-umat beragama.


Perempuan tersebut merasa terganggu dengan praktik ibadah itu. Menurutnya, di wilayahnya tidak ada izin ibadah tersebut. "Bukan tempatnya, tempat ibadah itu harus ada izin," kata ibu tersebut kepada tetangganya. Kata-kata perempuan itu lalu disanggah tetangga. Mereka mempertanyakan kenapa beribadah harus meminta izin. "Berdoa minta izin, waduh...," kata salah satu jemaat.


PJ Wali Kota Bekasi Gani Muhammad menyatakan, insiden ini hanya miskomunikasi. Dia mengklaim peristiwa itu bukan dilatarbelakangi masalah intoleransi. “Sebetulnya tidak ada terkait dengan masalah intoleransi, ini terjadi hanya masalah miskomunikasi,” kata Gani, Rabu (25/9/2024).


Dalam sistem sekularisme, di mana negara secara formal tidak mendasarkan kebijakan pada agama tertentu, peran negara sering kali menjadi paradoks dalam menghadapi intoleransi beragama. Di satu sisi, negara diharapkan menjadi penjamin kebebasan beragama tanpa memihak, tetapi di sisi lain, implementasi kebijakan yang lemah terhadap pelaku intoleransi menunjukkan kegagalan negara dalam menegakkan prinsip-prinsip sekularisme secara adil. Ketika negara gagal menindak tegas kelompok-kelompok intoleran atau malah membiarkan diskriminasi agama terjadi, muncul anggapan bahwa negara secara implisit mendukung segregasi keagamaan. 


Selain itu, dalam sistem sekularisme, fokus yang berlebihan pada netralitas agama sering kali mengabaikan perlindungan khusus bagi kelompok minoritas yang rentan. Alih-alih menjaga kebebasan beragama bagi semua pihak, negara justru memperburuk situasi dengan regulasi yang ambigu atau lemahnya penegakan hukum. Hal ini menyebabkan ruang publik semakin dipolitisasi oleh kelompok tertentu yang memanfaatkan celah dalam sistem, sehingga menciptakan iklim intoleransi yang bertentangan dengan prinsip dasar kebebasan beragama yang dijunjung tinggi dalam sekularisme.


Sikap intoleransi beragama di Indonesia tidak dapat dilihat hanya sebagai masalah individu, tetapi merupakan persoalan kompleks yang melibatkan berbagai faktor sosial, politik, dan ekonomi. Secara sosiologis, intoleransi sering kali dipicu oleh ketidakpahaman dan prasangka terhadap agama lain, yang diperkuat oleh minimnya pendidikan agama yang inklusif. Di sisi lain, faktor politik juga turut berperan, di mana sejumlah kelompok menggunakan isu agama untuk kepentingan kekuasaan, mempolarisasi masyarakat demi meraih dukungan. Ekonomi pun memainkan peran, karena kemiskinan dan ketimpangan sosial kerap menjadi pemicu ketegangan, yang kemudian dieksploitasi untuk menjustifikasi diskriminasi berbasis agama. 


Kompleksitas ini juga diperburuk oleh maraknya informasi menyesatkan dan ujaran kebencian di media sosial yang mempercepat penyebaran narasi intoleran. Meskipun Islam mengajarkan perdamaian dan toleransi, praktik sehari-hari sering kali terdistorsi oleh dinamika sosial-politik yang memperumit upaya menciptakan masyarakat yang harmonis. Solusi terhadap intoleransi agama tidak bisa hanya bersandar pada retorika keagamaan, tetapi membutuhkan pendekatan multi-dimensi yang melibatkan pendidikan, penegakan hukum, serta dialog antaragama yang tulus dan berkelanjutan.


Sikap intoleransi beragama bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang diajarkan oleh agama Islam. Agama ini menekankan pentingnya keadilan, kasih sayang, dan penghormatan terhadap sesama, tanpa memandang perbedaan keyakinan. Al-Qur'an secara eksplisit menyatakan dalam Surah Al-Kafirun: "Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku" (QS. 109:6), yang menegaskan prinsip penghormatan atas perbedaan keyakinan.


Nabi Muhammad SAW pun memberikan teladan dalam menjaga hubungan baik dengan umat non-Muslim, seperti dalam Piagam Madinah yang mengatur hak dan kewajiban bersama antar berbagai komunitas agama. Oleh karena itu, tindakan intoleransi yang mengatasnamakan Islam sejatinya bertolak belakang dengan esensi ajaran Islam yang mengedepankan kedamaian dan kerukunan antar umat beragama. Intoleransi tidak hanya merusak hubungan sosial, tetapi juga mencoreng citra Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin, pembawa rahmat bagi seluruh alam.


Dalam pandangan Islam, kondisi ideal terkait hubungan antar umat beragama adalah terciptanya masyarakat yang harmonis dan penuh toleransi, di mana setiap individu, tanpa memandang keyakinan, dapat menjalankan agamanya dengan bebas dan damai. Islam mengajarkan umatnya untuk menjunjung tinggi prinsip tasamuh (toleransi) dan adl (keadilan), sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an, "Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan" (QS. An-Nahl: 90).


Dalam masyarakat ideal, setiap umat beragama diberikan ruang untuk beribadah sesuai ajaran mereka, sementara umat Islam berperan aktif dalam menjaga perdamaian dan menebar kasih sayang di tengah keberagaman. Melalui sikap saling menghormati, masyarakat yang plural akan dapat hidup berdampingan tanpa adanya diskriminasi atau tekanan. Kondisi ini tidak hanya mencerminkan ajaran Islam yang sesungguhnya, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan memperkaya nilai-nilai kebhinekaan yang diusung oleh bangsa Indonesia.


Penulis: Jelvina Rizka.

×
Berita Terbaru Update