Faiza Nisrina Hayati, Aktivis Muslimah Pendidikan |
LorongKa.com - Pergantian wajah baru dalam perpolitikan melalui adanya pemilu dan pilkada dinilai sangat panas yang dimulai dari tahun 2023 hingga 2024 saat ini. Kejadian baru yang sangat hangat diperbincangkan dan disambut adalah pergantian kursi presiden, wakil presiden serta pembentukan sejenis kabinet terbaru yakni Kabinet Zaken dengan pembaruan pada pembentukan wilayah-wilayah kementerian yang disesuaikan kepada ahlinya.
Pembentukan tersebut seolah menjadi wajah segar dengan adanya perombakan besar-besaran pada wilayah wilayah strategis pada kabinet lalu. Namun, masyarakat juga dibawa geram dengan semisal adanya akun fufufafa yang secara khusus kabarnya mengarah kepada salah satu bagian dalam perpolitikan Indonesia. Manuver- manuver perpolitikan yang diusung juga sangat panas dengan semisal adanya perubahan sisi keberpihakan, kawan jadi lawan, lawan jadi kawan hingga kejadian semisal bagi-bagi kursi yang sepertinya sudah lumrah di dalam sistem demokrasi.
Tak jarang kata-kata yang muncul mewarnai perpolitikan Indonesia adalah 'pilihlah pemimpin yang paling tidak mengandung keburukan atau minim dampak negatifnya. Sekilas, pernyataan tersebut nampak baik apabila dibungkus dengan perkataan bantuan -bantuan pemerintah yang akan ditawarkan dan menjadi solusi penyelesaian pemerintahan sebelumnya. Janji dan perkataan tersebut yang nantinya akan ditagi oleh masyarakat secara luas. Namun, demokrasi juga tidak mengandung kecacatan di dalamnya. Peluang hukum dan kebijakan yang dibuat berdasarkan rapat pendapat masyarakat yang terpilih belum tentu akan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat secara menyeluruh dan sesuai dengan kodratnya. Semisal dalam kondisi moralitas agama dan individu, tak jarang masih ditemukan banyaknya outlet miras yang tersebar dan tidak ditutup karena hak tersebut bisa melanggar HAM (Hak Asasi Manusia) lainnya, Permasalahan lainnya semisal kasus penegakan tanpa riba tidak dapat dilaksanakan secara menyeluruh apabila sistem utama dari perbankan negara yang masih mengandung nilai riba dalam peredarannya. Gerakan lainnya semisal boikot terhadap produk yang diproduksi oleh negara musuh ummat juga tidak dapat ditegakkan secara menyeluruh karena beranggapan jalinan kerjasama tersebut tetap menguntungkan negara.
Kecacatan tersebut hanyalah salah satu bagian kecil yang tidak dapat diselesaikan oleh demokrasi, sang buah hati dari ideologi kapitalis. Ummat memerlukan sebuah sistem negara yang dapat menjadikan segala hubungan baik kepada Allah SWT, diri sendiri dan orang lain secara menyelurh dan terstruktur. Sistem tersebut. tentu juga akan menjawab mengenai konsep bagaimana mengejar akhirat dan dunia secara bersamaan dengan meniadakan konsep sekulerisme agama atau memisahkan urusan dunia dari agama.
Sistem negara yang dibutuhkan adalah dengan mengadopsi Ideologi Islam sebagai jawaban utama dengan tidak menjadikan konsep agama yang bukan hanya berpatokan kepada ibadah saja namun untuk mengatur setiap pribadi manusia. Sistem tersebut juga akan melahirkan pandangan yang shahih untuk menerapkan kriteria pemimpin pemimpin yang sesuai dengan 7 syarat in iqad khalifah yakni laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil (bukan orang yang fasik) serta mampu mengemban jabatan yang akan dipegangnya. Pemimpin-pemimpin tersebut yang nantinya akan menghasilkan sebuah pemerintahan yang tidak hanya diemban oleh ahlinya namun berpatokan kepada hukum syara agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat secara menyeluruh.
Penulis: Faiza Nisrina Hayati