Riska fadliah Angraini
LorogKa.com - Kenaikan PPN (Pajak Pendapatan Negara) menjadi 12% makin hangat di perbincangkan belakangan ini. Bicara soal PPN, isu ini hampir disetiap kepemimpinan menjadi problematika ditengah kehidupan masyarakat, sedangkan pajak sendiri merupakan sumber pendapatan terbesar khususnya bagi Indonesia.
Kenaikan PPN 12% nyatanya telah menjadi keresahan bagi rakyat itu sendiri. Walaupun presiden Prabowo Subianto telah menjelaskan bahwa kenaikan PPN 12% ini diperuntukkan bagi barang-barang tertentu saja. Namun, hal ini tetap menuai pro dan kontra bagi masyarakat. Kebanyakan mereka menolak pengesahan kenaikan PPN 12%, sebab secara tidak langsung akan makin mempersulit kehidupan ekonomi masyarakat, terlebih pada kalangan menengah kebawah.
Pada hakikatnya pajak sendiri menjadi kegundahan banyak masyarakat di Indonesia. Angkanya yang semakin lama semakin mencekik berdampak pada kondisi ekonomi hingga sosial masyarakat. Kenaikan PPN hingga 12% nyatanya adalah upaya pengkerdilan masyarakat dengan menurunkan kualitas kehidupan. Secara langsung PPN 12% yang di terapkan pada barang-barang tertentu, dalam hal ini barang dengan kualitas terbaik, menekan kemampuan masyarakat dalam mendapatkan kelayakan, dan kualitas kehidupan ekonomi dan sosial yang baik.
Perlu, di sadari bahwa pada pajak sendiri telah memiliki banyak cerita kelam dan menjadi lahan basah bagi para pemangku kekuasaan, tidak sedikit melibatkan para pegawai direktorat jenderal pajak. Seperti yang diketahui, bahwa pajak menjadi tumpuan pendapatan bagi Indonesia, sedangkan pendapatan dari sektor non pajak hanya senilai 15-20%. Maka ini menjadi pertanyaan besar, mengapa Indonesia dengan berbagai sumber daya alamnya justru pendapatan utamanya dan yang terbesar berasal dari pungutan kepada rakyat.
Sedangkan pendapatan dari pengelolaan sumber daya alam justru sangat kecil.Fenomena kenaikan PPN ini nyatanya tidak lepas dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Yang lagi-lagi hanya merugikan dan menyengsarakan rakyat. Sistem ekonomi Kapitalisme menjadikan rakyat sebagai sasaran empuk bagi pemegang modal dan kekuasaan untuk meraup keuntungan.
Bila dikutip dari sumber kementerian keuangan RI, sasaran penerapan pajak yang mampu mencekik ekonomi hanya menyasar kalangan masyarakat menengah kebawah, namun nihil bagi kalangan elit bahkan investor asing. Tak ayal, fenomena masih subuh dan akan terus ada sejalan dengan penerapan sistem ekonomi Kapitalisme.
Melihat dari kacamata Islam, sebagai sebuah ideologi yang kompleks dan memiliki solusi bagi setiap problematika, maka syariat secara tegas telah jelas menerangkan hukum dari pajak itu sendiri. Syariat yang telah dengan jelas mengharamkan pungutan pajak ini, lantaran secara faktanya pemberian wajib pajak bagi rakyat adalah suatu kedzaliman besar.
Islam telah memberikan contoh bagaimana sebuah negara dalam mengelolah keuangan dan ekonomi. Bahkan syariat Islam telah dengan jelas menjelaskan bagaimana pemanfaatan SDA bagi sebuah negara. Tidak halal bagi sebuah negara ataupun penguasa memungut pajak pada rakyat, terlebih lagi hingga 12%. Dalam Islam, seorang kepala negara wajib hukumnya menjaga dan menjamin penghidupan rakyatnya secara berkualitas, menjamin sandang,pangan dan papan rakyat dengan kualitas terbaik. Hal ini terwujud dengan kualitas pemimpin dan pejabat negara yang taat pada Allah, dan syariat-Nya. Menjalankan kepemimpinan dengan rasa takut pada Allah hingga menjadi tameng terjadinya penyelewengan kekuasaan.
Penulis: Riska fadliah Angraini