Notification

×

Iklan

Iklan

Artikel Terhangat

Tag Terpopuler

Mahasiswa Membela Rakyat bersama Menolak PPN 12%, Harus Dibangun dengan Kesadaran Politik Islam

Senin, 13 Januari 2025 | 21:47 WIB Last Updated 2025-01-13T13:47:55Z

Khairani Novia, S.Pd, Aktivis Muslimah

LorongKa.com - 
Kebijakan kenaikan PPN (Pajak Penambahan Nilai) menjadi 12% yang akan diberlakukan pada 1 januari 2025 mendatang menjadi mimpi buruk bagi masyarakat di penghujung tahun 2024. Pemerintah menutup tahun 2024 ini dengan surprise atau kejutan yang  membuat masyarakat harus memutar otak untuk bertahan hidup. Disaat kondisi ekonomi masyarakat belum merata, kemiskinan dimana-mana tapi sekarang mereka harus memikirkan untuk bagaimana membayar pajak. Pemerintah beralasan kenaikan PPN 12% untuk meningkatkan pendapatan negara yang bersumber dari sektor pajak, mengurangi utang luar negeri, dan sesuai standar internasional karena negara-negara maju lainnya memiliki tarif PPN sebesar 15%. 


Mahasiswa sebagai perantara suara aspirasi masyarakat pun turut mengajak tolak kenaikan PPN 12%, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga atau BEM Unair menolak wacana kenaikan Pajak Penambahan Nilai atau PPN sebesar 12% dari yang semula 11%. Aulia Thaariq Akbar selaku Presiden BEM Unair mengatakan bahwa kenaikan PPN dirumuskan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif. Mengingat, sejauh ini masyarakat belum berada dalam kondisi ekonomi yang baik, bahkan banyak masyarakat yang turun kelas dari semula kelas menengah menjadi kelas bawah. Sehingga kenaikan PPN 12% di waktu sekarang terasa tidak pas, seharusnya hal tersebut dapat menjadi alarm bagi pemerintah tetapi mereka malah memaksa menaikan pajak. 


Tidak hanya itu penyampaian pemerintah dalam mensosialisasikan kenaikan PPN 12% cenderung penuh kebohongan, karena pada awalnya pemerintah menyampaikan bahwa kenaikan PPN hanya berdampak pada barang mewah saja. Namun demikian, setelah keluar daftar resmi barang yang terkena dampak kenaikan PPN, kebutuhan pokok juga akan terdampak. Selain itu, BEM Unair turut menyoroti mengenai daya beli masyarakat yang cenderung merosot, jika nantinya PPN jadi dinaikkan. Menurut pihaknya, kenaikan PPN 12% pada situasi dan kondisi demikian terkesan memaksa.


Menolak kenaikan PPN 12% berbagai aksi pun dilakukan oleh mahasiswa hingga K-Popers pun turut demo tolak kenaikan PPN 12% di depan Istana pada tanggal 19 Desember 2024, Massa aksi mulai dari mahasiswa, akademisi, pencinta anime Jepang (Wibu) hingga penggemar Kpop atau budaya Korea (K-popers) berdemo di depan Istana. Aksi yang mereka lakukan juga diwarnai dengan berbagai macam ekspresi melalui tulisan-tulisan berisikan tuntutan penolakan terhadap kenaikan PPN 12 persen. Salah satu ungkapan protes yang disampaikan dalam poster dengan tulisan ‘Rezeki dipatok PPN 12 persen’ lengkap dengan gambar ayam jago. Mereka juga membawa atribut-atribut lainnya saat melakukan aksi, salah satunya lightstick dan mengenakan pakaian hitam-hitam. 


Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) pun tidak tinggal diam baru-baru ini 27 Desember 2024 turut melancarkan aksi turun ke jalan sebagai upaya pembelaan terhadap rakyat agar rakyat tidak kembali menjadi korban. Aliansi BEM-SI menggelar aksi melepas enam balon hitam yang diikat, di Patung Arjuna Wijaya dilengkapi dengan kertas putih bertuliskan “PPN” dan simbol panah ke atas, sebagai aksi simbolis untuk menolak kenaikan PPN menjadi 12%. Mereka mengenakan almamater dan membawa bendera yang mencerminkan identitas masing-masing BEM kampus, seperti BEM UNJ, KBM STEI SEBI, dan Politeknik Negeri Media Kreatif. Serta membawa sejumlah poster yang berisi tuntutan dan aspirasi turut mempertanyakan mana keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia. Meskipun aksi mahasiswa BEM SI sempat berlangsung ricuh setelah dibubarkan dengan serangan water canon oleh aparat namun massa tetap bertahan. 


Arah Perjuangan


Mahasiswa hari ini terutama dari kalangan Gen-Z tentunya kita harus mengapresiasi respons mahasiswa atas masalah negeri. Setidaknya, mahasiswa masih mendengar denyut nadi masyarakat. Hanya saja penting untuk menjadi catatan bahwa arah perjuangan harus jelas, agar solusinya tidak tambal sulam ataupun semangat atas apa yang diperjuangkan tidak hanya membara ketika telah melaksanakan aksi atau lebih parah lagi hanya sekedar ikut-ikutan aksi lalu membuat kericuhan tanpa mengindera permasalahan yang ada. Untuk itu, penting untuk memahami paradigma perjuangan.


Perjuangan yang dilakukan tentunya tujuannya untuk menuntaskan masalah masyarakat. Agar perjuangan bersifat solutif artinya mampu untuk mencari jalan keluar atas permasalahan dalam jangka panjang, maka hal penting yang harus dilakukan adalah memahami akar masalah. Melihat kondisi saat ini, tidak hanya permasalahan pungutan pajak saja yang semestinya harus ditolak, namun juga sistem kehidupan yang menjadi asas lahirnya kebijakan pajak atas rakyat yaitu sistem kapitalisme.


Konsekuensi Sistem Kapitalisme


Pajak dalam kapitalisme merupakan tulang punggung pendapatan negara sehingga penguasa akan terus memburu rakyat dengan berbagai pungutan. Selama mendatangkan pemasukan, kenaikan pajak dan aneka tarif akan menjadi kebijakan langganan bagi penguasa kapitalistik. Ada banyak jenis pajak di Indonesia, di antaranya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).


Salah satu bukti bahwa pajak menjadi tulang punggung pendapatan negara ialah peningkatan pemasukan pajak yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. BPS melaporkan bahwa penerimaan pajak mencapai 82,4% dari total penerimaan. Pada 2023, pendapatan negara sebesar Rp2.634 triliun. Tahun 2024 menjadi tahun dengan penerimaan negara paling tinggi sepanjang sejarah karena diperkirakan mencapai Rp2.802,3 triliun. Mengutip laman Kemenkeu (9-11-2024), hingga 31 Oktober 2024 pendapatan negara tercatat Rp2.247,5 triliun atau 80,2% dari target APBN. Bisa terbayang nilai pendapatan negara tatkala kebijakan PPN 12% benar-benar terealisasi. Jelas meningkat tajam.


Pajak sejatinya merupakan pemalakan kepada rakyat dengan dalih membangun negara secara gotong royong. Namun, kebijakan penguasa justru tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Mereka digaji dari hasil keringat rakyat karena tuntutan pajak, tetapi kinerja penguasa negeri ini masih jauh dari kata amanah dan adil. 


Sehingga permasalahan hari ini itu adalah permasalahan yang sistemik dikarenakan kita memakai hukum buatan manusia yang lemah dan terbatas. Oleh karena itu pendidikan politik pada Gen Z tidak boleh diabaikan, terlebih Islam melihat potensi Gen-Z sebagai agen perubahan hakiki sangat besar.


Membangun Kesadaran Politik Islam


Penolakan Gen-Z atas kebijakan ini harus dibangun dengan kesadaran yang sahih atas kerusakan sistem hari ini yakni berlandaskan Islam. Dalam Islam, politik bermakna ri’ayatus syu’unil ummah (pengurusan urusan rakyat). Dari definisi ini kita memahami bahwa makna politik jauh dari fakta perebutan kekuasaan. Makna politik ini mengarah pada kewajiban penguasa untuk cakap menentukan tindakan dan senantiasa hadir memperhatikan kebutuhan rakyatnya. Sistem politik Islam juga mewajibkan hadirnya suasana keimanan dan rasa takut terhadap Allah dalam menjalankan amanah, yaitu mengurus rakyat.


Ini tidak akan kita temukan pada hari ini, sebab sistem yang berlaku hari ini menganggap bahwa pengawasan Allah hanya saat melaksanakan ibadah ritual saja. Dalam aktivitas keseharian, termasuk menjalankan kekuasaan, seolah tidak ada Allah yang Mahatahu. Apakah aktivitas politik ini hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki jabatan di pemerintahan saja? Tentu tidak.


Aktif dalam mengaruskan syariat Islam sebagai aturan hidup bermasyarakat dan bernegara, itu juga bagian dari politik. Saat kita menyuarakan konsep-konsep Islam terkait masalah ekonomi, politik, pergaulan, pendidikan, dan sebagainya, adalah bagian dari politik. Secara aktif kita terlibat memperhatikan kemaslahatan rakyat.


Lalu yang sudah kawan-kawan mahasiswa lakukan itu pun bagian dari politik. Hanya saja,  tawaran solusi harus merujuk pada sistem yang memiliki jawaban tuntas atas masalah yang tidak mampu dijawab sistem kapitalisme. Tentu saja, Islam memiliki konsep dalam masalah ekonomi, politik, pendidikan, dan seterusnya.


Bagi seorang muslim, melek politik Islam saja tidak cukup. Islam harus dipelajari secara menyeluruh atau kaffah dan dipahami untuk diterapkan, bukan sekadar pengetahuan semata. Maka, dalam Islam memiliki sistem pendidikan Islam untuk membekali Gen-Z dengan berbagai ilmu agar produktif dan menghasilkan karya untuk umat tentunya dengan fondasi akidah Islam yang kokoh dan telah dibuktikan dengan hadirnya ilmuwan-ilmuwan muslim yang berkualitas dari segi ilmu hadist ataupun ilmu dunia pada masa keemasan Islam.


Aktivitas politik yang sangat penting dilakukan saat ini adalah penyadaran kepada umat Islam untuk mengambil Islam secara utuh, tidak pilih dan pilah baik dari sisi ruhiyah maupun siyasiyah, serta meninggalkan sistem sekularisme, kapitalisme, dan demokrasi.


“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208).


Aktivitas politik ini dicontohkan Nabi Muhammad saw. dalam dakwah beliau ketika membangun kekuatan politik Islam dalam penyebarannya baik secara individu, masyarakat dan bernegara. Daulah Islam di Madinah inilah cikal bakal lahirnya sistem pemerintahan Khilafah. Dalam dakwahnya, beliau saw. tidak hanya menyampaikan risalah Islam, melainkan juga menunjukkan kebobrokan sistem jahiliah yang diterapkan pada saat itu hingga terbangun kesadaran politik yang benar pada diri para sahabat.


Dengan melihat realitas kehidupan saat ini, ternyata tidak jauh berbeda dengan kehidupan masa jahiliah, yakni menerapkan sistem kehidupan yang dibangun atas dasar hawa nafsu manusia yang melahirkan problem yang tidak jauh berbeda, hanya berbeda kemasan dan istilahnya.


Untuk itu, sudah saatnya Gen-Z, mahasiswa melek politik dan tergabung pada partai politik Islam yang Sahih agar gerak perjuangannya terarah dan berada pada jalan yang menghantarkan kepada perubahan yang hakiki yaitu kehidupan yang diatur dengan Islam Kaffah. 


Penulis: Khairani Novia, S.Pd
×
Berita Terbaru Update